The Night When the World is on Fire [SoonHoon]

9 0 0
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


×××








Malam itu cerah. Awan tidak menaungi langit, sehingga bulan bulat sempurna bisa tampak oleh mata telanjang, ditemani oleh taburan bintang.

Malam itu, Hoshi berdiri didepan sebuah rumah tingkat yang tampak rapi dan cantik dari luar. Asap rokoknya mengepul, matanya mengobservasi tiap jengkal bangunan didepannya itu dari kegelapan—kakinya menapak disamping pohon rindang diseberang rumah, kepalanya tertutup kupluk hoodie untuk sedikit menyamarkan wajahnya.

"Namanya Lee Jaehoon, perusahaan gelapnya sudah bergerak sejak 1994 dan sudah lama terus mengusik Kwon corps. Karena klien kita adalah Kwon corps, Hoshi-ssi, tugasmu cuma menyingkirkan Lee Jaehoon dan keluarganya karena aku akan melimpahkan yang lain pada Jun dan Mingyu. Lihat baik-baik: Lee Jaehoon,"

Suara bosnya menggema dalam kepala, Hoshi masih mengingatnya baik-baik walau sudah satu bulan berlalu sejak ia menerima tugasnya—ia mengulur waktu terlalu lama. Matanya bergerak ke arah garasi, dimana satu mobil baru saja terparkir dan si pemilik berjalan keluar. Target utamanya itu lantas masuk, menaiki tangga untuk sampai ke dapur di lantai dua. Semuanya dengan mudah terlihat lewat jendela, juga terima kasih pada mata tajam Hoshi.

"Ini istrinya, Park Minyoung,"

Langkah Lee Jaehoon berhenti di dapur, kemudian menampilkan adegan romabtis berupa memeluk pinggang istrinya dari belakang. Hoshi mendengus, kembali menghisap rokoknya dalam-dalam.

"Dan ini target terakhirmu: Lee Jihoon."

Yang kemudian, tampak olehnya sepasang kaki telanjang menuruni tangga balkoni, bergabung dengan kedua orang tuanya di dapur. Rambutnya berantakan, bajunya kusut terkena debu, dan di tangannya tergenggam sebuah buku tua berkerut. Semuanya tidak luput dari netra tajam kepemilikan si bintang Jepang, yang kemudian mengabur disapu asap rokok.

Hoshi menyaksikan makan malam terakhir sebuah keluarga dalam senyap. Dalam hati ia mengasihani mereka, yang tidak tahu dalam beberapa jam kedepan sudah tidak bisa melihat dunia, yang nyawanya tengah berada di genggaman Hoshi.

"How pathetic."














Pukul dua belas, tepat tengah malam. Kaki telanjang Hoshi dengan lihai memanjat dinding sebelah selatan, kemudian menyelinap masuk ke salah satu jendela setelah mencongkelnya. Cahaya bulan berebutan masuk, jatuh tepat diatas wajah rupawan yang tengah tertidur pulas, damai.

Tapak kaki Hoshi tidak berbunyi, tapi beritme rapi. Berhenti untuk berjongkok disebelah ranjang. Rautnya datar, dan hatinya seolah terbakar melihat wajah damai dan mendengar deru nafas teratur kepunyaan manusia didepannya ini.

Tangan diangkat, mengusak dahi hangat itu. Lee Jihoon. Sudah ada dalam pengaruh obat tidur, dan tidak mungkin menyadari eksistensi Hoshi yang menyelinap masuk ke kamarnya, begitu pula kedua penghuni rumah lainnya.

Dia alasan Hoshi mengulur waktu sebulan lamanya, dimana biasanya Hoshi akan langsung mengeksekusi korban dalam jangka menit. Dia yang mungkin saja bisa membuat Hoshi jatuh bertekuk lutut karena cinta, kalau saja Hoshi sudah hilang akal.

Sekali monster, akan selalu menjadi monster bukan?

Hoshi berdecih dibawah nafasnya. "Pekerjaan tetap pekerjaan, sayang." Kecup ia daratkan keatas punggung tangan Jihoon. Tatapan datarnya seolah memotong Jihoon menjadi serpihan-serpihan yang lantas memudar disapu angin.

Lee Jihoon. Anak dari target utamanya malam ini, teman masa kecilnya. Hoshi kadang-kadang ingin terbahak macam orang gila mengingat kliennya adalah ayahnya sendiri, yang bahkan tidak mengetahui kalau Hoshi adalah mesin pembunuh yang siap membunuh targetnya dalam sekali kedip. Ia dan Jihoon menghabiskan masa kecil dengan memori yang sama. Dan anak itu yang memiliki seluruh diri Hoshi selama ini.

Bahkan membuat Hoshi memakai nama aslinya yang paling ia benci seumur hidup selepasnya dari keluarga Kwon.

"Jihoon-ah." Hoshi berdiri, menatap Jihoon yang masih tertidur, tidak terusik. "Soonyoung... minta maaf."

Kwon Soonyoung. Yang sekarang bergerak gesit keluar setelah menjatuhkan batang korek yang terbakar diatas genangan minyak tanah ciptaannya.

Malam itu, ditemani terang rembulan, Hoshi kembali ke titik awal ia berdiri, menyaksikan si jago merah perlahan-lahan melahap habis rumah didepan sana. Matanya jernih, memantulkan kobaran api yang kelihatan cantik disiram sinar bulan. Bahunya jatuh, tidak lagi tegang. Tugasnya sudah selesai: menghabisi 3 target, dan juga mengusir Lee Jihoon yang baru mengetuk pintu besi-nya.

Tangannya yang sedikit bergetar menempelkan ponsel ke telinga, menghubungi seseorang setelah dirinya puas melihat kericuhan tetangga sekitar yang ia timbulkan.

"Hoshi-ssi, sudah aku bilang jangan hubungi aku sebelum kau menuntaskan tugasmu—"

"Target nomor sembilan puluh enam, sebilan puluh tujuh, dan sembilan puluh delapan sudah tuntas. Tugas ke lima puluh tujuh, selesai."












———

note:
istg ini random bgt gue dapet ilham abis bakar sampah di belakang rumah terus langsung ngetik wkaakakakak, selamat membaca folks.

edit: ini gue pindah kesini, Mixtape gue unpub tapi fic ini terlalu sayang kalo gak di publish. 😉

Glorious.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang