Pandangan pertama punya
cerita dan rasa masing-masing,
jika kamu sampai jatuh cinta,
percayalah jika itu hanya awal
dari sebuah rasa kebohongan.—GANGGU; Garis Tunggu
❖
Taman kota punya tampungan beratus orang tiap hari, dia tahu segalanya. Ada tangis, ada tawa, ada marah dan beragam lagi yang mengisi.
Aku juga termasuk sering ke sini, sama pacarku, Arkala. Kami kuliah di Universitas yang berbeda, maka hanya saat punya waktu luang, kami bisa bertemu untuk saling melepas rindu. Arkala menyebutku beruntung karena kuliah di Universitas Negeri, berbeda dengannya yang gagal tiga kali pendaftaran hingga berujung kuliah di Universitas Swasta.
Tapi menurutku tidak ada bedanya, kami sama-sama sedang mengejar masa depan yang indah, jadi mau negeri atau swasta, keduanya tetap keren di mataku.
"Tumben enggak sampai sore banget." Itu suaranya, pacarku. Dia datang sambil membawa kresek berwarna bening yang berisi gorengan Paman Arjun.
"Cuma satu mata kuliah," jawabku tersenyum cerah melihat kehadirannya.
Arkala hanya mengangguk, lalu duduk di sebelahku. Dia memulai kegiatan makan dengan membagi bawaannya itu, dan sama seperti biasa, gorengan Paman Arjun tidak pernah mengecewakan. "Udah lama?" Dia bertanya lagi.
"Enggak kok," jawabku, padahal bohong, sudah hampir dua jam aku duduk di sini menunggunya.
"Jam berapa ke sini?"
"Baru sepuluh menit yang lalu."
"Hm, sudah kutebak kalo pacarku ini sibuk kuliah di negeri. Makanya aku datang agak sorean aja, kupikir Universitas di tempatmu sibuk banget, ternyata biasa aja ya."
Aku lagi-lagi tersenyum, dia tidak tahu saja kalau tugas praktikum milikku menumpuk. Bahkan ada yang kelewat deadline, aku selalu begadang demi menyelesaikannya. Dan aku juga selalu ke sini, demi pacarku.
"Enggak ada kuliah yang enggak sibuk, pasti semua capek. Iya, 'kan?" tanyaku padanya.
"He'em." Dia mengangguk sambil menikmati gorengan. "Tapi kayaknya kamu biasa-biasa aja ya, enggak kayak aku, kegiatan ada terus," katanya kemudian.
Karena aku mengurangi keluhan Arkala, enggak kayak kamu. Aku menatapnya yang selalu terlihat tampan, sedangkan dia melihat ke depan entah memperhatikan apa. Kami hanya selalu begini saja, tidak romantis tidak juga cuek kritis, dan aku juga nyaman-nyaman saja. Sepertinya dia juga begitu, harapku.
"Tugas aku banyak banget, ada diminta cari artikel. Kamu sibuk atau enggak? Bisa bantuin?" Dia bertanya dengan wajah harapan yang besar, aku tidak enak menolak hingga spontan mengangguk. "Ututu! Kamu emang pacar yang baik, terima kasih, Aquila!" Dia mencubi kedua pipiku, dan hanya diperlakukan begini saja, aku senang tiada tara, apakah ini yang dinamakan bucin akut?
Aku rela mengerjakan tugas kuliahnya hingga kurang tidur, aku juga rela mencetak laporan atau segala sesuatu yang dia perlu hingga uang jajan menipis, bahkan aku rela tidak kuliah untuk mengantarnya ke sebuah tempat di mana pun itu saat dia ada urusan organisasi. Semua aku lakukan karena sangat mencintainya, dan sedikit pun aku 'tak pernah memperhitungkan hal tersebut.
"Aquila, wow, you here huh?"
"Oh my god, Angelina! What do you do here?"
Temanku, Angelina, satu-satunya orang luar negeri yang berada di dalam jurusanku. Dia berasal dari London, dan mengambil Ilmu Komputer di Universitas yang sama denganku. Kami terbilang dekat, karena hanya aku yang bisa berkomunikasi dengannya menggunakan bahasa inggris. Bagaimana dia selama ini berkuliah? Dengan duduk di sebelahku dan mentraslate-kan penjelasan dosen, inilah mengapa aku jadi terpaksa memperhatikan setiap detail ilmu yang kami dapat agar dapat menyalurkannya pada Angelina.
"I'm on a walk. Hey, who is this man?" Dia langsung duduk di dekatku, lalu menanyakan siapa lelaki yang sedang bersamaku ini.
"He is my boy ...."
"Brother. I'm she's brother." Arkala menyela. "My name is Arkala," katanya lagi.
"Hello, I'm Angelina, nice to meet you, Arkala." Angelina tersenyum, lalu mengulurkan tangan untuk bersalaman, tanpa mereka sadari, aku bisa menangkap aura jatuh cinta pada pandangan pertama.
"Nice to meet you too, Angelina." Senyum Arkala sama seperti saat pertama kali kami bertemu, sangat indah, dan tidak pernah kutemui lagi saat mulai menjalin hubungan dengannya. Apa kini dia jatuh cinta lagi pada orang lain?
Boleh aku berpikir demikian?
Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
GANGGU | Garis Tunggu✔️
Short Story"Berarti... 'putus' sama artinya dengan 'tak berada di dunia yang sama ya, Arkala?" Arkala diam dua bahasa, bukan seribu. Karena dia cuma bisa Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Tapi bukan itu intinya, sebab dia, bisa bercinta dengan teman asingku...