Chapter 3

16 0 0
                                    

“Hinata-chan… daijoubu desuka?” Fuyuno dengan cemas memandang Hinata.

“Iya aku tidak apa-apa. Maaf sudah membuatmu khawatir.” jawabnya lirih sambil memaksakan senyum ke arah Fuyuno. Gadis di hadapannya pun sepertinya percaya dengan ucapannya. Setelah tahu apa yang terjadi pada Hinata, dia langsung menangis tidak henti-hentinya.

“Fiuh… yokatta ne…” matanya kembali berbinar. Bekas-bekas air mata masih terlihat di sudut matanya.

“Kau ini! Begitu saja menangis!” Hinata mengejek Fuyuno yang langsung ditanggapi dengan bantahan.

”Siapa yang menangis?! Aku tidak menangis!”

Hinata tersenyum lemah. Dia masih tidak punya kekuatan untuk meneruskan pembicaraan.

Mereka sedang berada di apartemen. Julia-san dengan cermat membalut luka di leher Hinata.

“Malam ini kalian beristirahat saja. Aku sudah mengirimkan satu helikopter pribadi untuk kalian. Besok pagi-pagi sekali, kalian akan langsung kembali ke Jepang. President menunggu kalian di markas.” Ujar wanita paruh baya tersebut kepada ketiga orang itu.

“Baiklah Julia-san. Terima kasih atas bantuannya.” sahut Uruha sopan.

”Terima kasih Julia-san.” Hinata memegang perban di lehernya. Dia merasa lebih baik.

“Yang penting kalian tidak apa-apa. Aku harus pergi.” Julia pun beranjak pergi dari ruangan itu. Dia adalah sekretaris pribadi president. Selama ini yang selalu berhubungan dengan mereka berempat adalah Hyde-san dan Julia-san.

Ketika dia keluar ruangan, dia berpapasan dengan Yuu. Mereka beradu pandang untuk beberapa detik. Yuu langsung menunduk hormat pada Julia. Julia pun membalas salam itu. Kemudian Yuu bergegas memasuki ruangan.

Bersamaan dengan itu, Fuyuno, Uruha dan Hinata menoleh dengan kedatangan Yuu. Dia berjalan memasuki ruangan dan berdiri bersandar di lemari tak jauh dari mereka.

Hinata langsung memalingkan wajahnya dari Yuu. Uruha pun akhirnya mendekati Fuyuno dan menepuk pundaknya pelan.

”Nah… Fuyuno, biarkan Hinata-chan istirahat. Bagaimana kalo kau temani aku makan! Aku sudah lapar sekali!” ujar Uruha lembut.

”Eh, betul-betul! Kalau begitu Hinata-chan, kamu harus cepat sembuh ya! Dan kita akan kembali memburu Black Sorrow!” sahut Fuyuno bersemangat.

“Baiklah. Sankyu Fuyuno-chan!”

“Ja-ne!”

Uruha pun menggandeng Fuyuno keluar ruangan meninggalkan Hinata yang masih duduk dan tetap diam. Dia hanya bisa menunduk, memandang dua tangannya yang terkepal, menumpu di atas pahanya. Ruangan itu terasa begitu dingin, kepala Hinata masih berdenyut-denyut nyeri, jantungnya juga butuh tenaga ekstra untuk bekerja, luka di lehernya bisa dikatakan cukup parah tapi tidak berakibat fatal.

Mungkin dia tidak bisa berada di ruangan ini kalau tidak ada yang menolongnya. Dan orang yang sudah menolongnya kini ada di ruangan itu.

Tanpa disadarinya, Yuu sudah berada di hadapannya, Hinata tidak tahu harus berbuat apa. Dia tetap tidak bergeming, hanya saja satu kata meluncur terucap dari mulutnya, “Gomenasai…”

Tapi tiba-tiba tangan yang hangat menyentuh perban di lehernya, diapun spontan mendongak. Baru kali ini dia melihat ekspresi itu, Yuu terlihat sangat khawatir.

”Kau tidak apa-apa?” ujarnya lirih.

Sinar mata Hinata meredup, dia kembali menunduk. Dia tidak bisa lebih lama lagi memandang wajah dihadapannya.

”Aku tidak apa-apa…” belum selesai Hinata bicara, Yuu langsung merengkuh Hinata ke dalam pelukannya.

”Syukurlah…”

-tiba-tiba memory di otak Yuu kembali bekerja, seperti potongan film yang diputar ulang dengan cepat. Kembali pada ingatan seorang laki-laki berumur 12 tahun. Wajahnya pias melihat sesuatu di hadapannya. Dia sangat ketakutan, tapi kakinya tidak bisa mengikuti apa yang diperintahkan otaknya.-

——— ## ———

-Markas besar 2S02G-

-Jepang-

Seorang cowok berjalan memasuki ruangan yang didominasi kaca di setiap sisi ruangan. Hanya ada satu set sofa dan satu set meja kerja yang terletak di depan ruangan. Dia menaruh file yang dipegangnya ke atas meja kerja dan dia menyandarkan dirinya di salah satu sisi meja.

“Apa-apaan ini?! Bisa jelaskan padaku apa yang sebenarnya terjadi?” ujarnya tegas dengan ekspresi wajah yang datar.

“Kenapa kalian bisa begitu ceroboh! banyak warga sipil yang melihat aksi kalian. belum lagi kalian sudah memporak-porandakan Inggris.”

“Ini kesalahanku.” ujar seorang cewek yang berdiri tidak jauh dari situ. Perban di lehernya membuatnya masih terlihat pucat. Hinata benar-benar merasa bersalah atas kecerobohan yang dia lakukan. Bahkan membuat nyawanya hampir melayang.

“Hyde-san, kami memang melakukan kesalahan tapi kami bisa mengatasinya.’ Ujar seorang cowok yang sedang duduk di sofa sambil bermain catur. Kebiasaan Uruha yang satu ini memang tidak bisa ditinggal.

“Benar kan Fuyuno?” lanjutnya sambil tersenyum ke arah cewek yang duduk di sebelahnya.

“Ngg… Benar benar!” sahut cewek tersebut dengan senyuman khasnya. Fuyuno masih terlihat cemas.

“Hyde-san, semua sudah bisa teratasi dengan baik. Aku minta maaf jika memang ada beberapa kecerobohan kami.” Sahut Yuu yang sedang duduk di sebelah Uruha. Dia menaruh kedua tangannya di belakang kepalanya. Sedangkan kedua kakinya bertumpu di atas meja.

”Ini adalah kerja tim, jika kalian tidak bisa melaksanakan tugas ini dengan baik. Lebih baik kalian dibubarkan.”

”Kau jangan terlalu keras dengan mereka!” seorang cewek tinggi semampai berjalan memasuki ruangan. Dia terlihat anggun dengan kemeja putih berpita yang dipadankan dengan blazer hitam. Rok selutut membalut kaki jenjangnya. Sepatu high heels-nya berbunyi seirama dengan langkahnya. Dia langsung menghempaskan tubuhnya di kursi tengah.

“Bagiku mereka sudah melaksanakan tugas mereka dengan baik. Lagipula target utama juga sudah kita dapatkan.” dia memandang Hyde-san dengan senyum khasnya. senyuman menyindir dan Hyde tau itu.

”Lagi-lagi kau membela mereka!” Hyde duduk di atas meja. Tidak ada nada marah dari suaranya.

”Hinata kau sudah baikan?” dia tidak mempedulikan pernyataan Hyde barusan.

”Iya Julia-san. Aku sudah lebih baik.” sahut Hinata.

”Hey Julia! Aku mengajakmu bicara! Kau malah tidak mempedulikanku.” Hyde mulai kesal dengan kebiasaan Julia.

Julia menoleh ke arah Hyde. Dengan wajah tak berdosa dia menyodorkan surat ke arah Hyde.

”Presiden menunggumu di ruang utama. Biar aku yang mengurus mereka.” Julia tersenyum. Senyum penuh makna yang mengajak perang di antara dia dan Hyde. Sudah menjadi rahasia umum kalau mereka cukup tidak akur satu dengan lainnya. Tapi mereka bisa menempatkan diri. Ketika mereka harus dihadapkan pada tugas, mereka adalah pasangan mematikan.

——— ## ———

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 20, 2013 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

2SO2GTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang