2 - Isep!

18.9K 271 9
                                        

Tidak terasa tahu-tahu sudah hampir 2 minggu aku tinggal di Solo, di Kost Putra Baik-baik ini.

Hari demi hari berjalan secara 'B' aja. Aku datang ke kampus, mengikuti kegiatan ospek, pulang. Sesekali berkumpul di kos teman untuk menyelesaikan tugas kelompok yang diberikan kakak-kakak tingkat.

Jujur, belum ada excitement yang kutemui dari kehidupan kampus. Baik teman-teman baru, kaka tingkat, dosen, maupun lingkungannya, semua terasa abu-abu. Makanya, aku lebih senang menghabiskan waktuku di kos. Terlebih, hampir setiap hari aku bisa menikmati pemandangan Pak Narto yang mencuci mobil.

Setiap jam 6 pagi, kusempatkan diri untuk bangun dan berkeliling ke sekitar kos, dengan dalih mencari sarapan. Padahal, tujuanku untuk melihat Pak Narto mencuci mobil, menyapu halaman, atau sekadar berjemur bertelanjang dada.

Namun, ada perasaan kesal kalau istrinya, Bu Darmi, ada di sekitar situ. Bu Darmi sosok ibu-ibu muda yang judes, dan pelit senyum. Aku merasa iba pada Pak Narto jika tiap hari ia selalu dihadiahi wajah masam dari istrinya.

Tapi, aku juga merasa iri pada Bu Darmi. Pasti ia sudah berkali-kali merasakan kejantanan suaminya. Anaknya saja sudah 3, dan sepertinya sekarang Bu Darmi sedang 'isi' lagi. Ugh, betapa tokcer sperma Pak Narto. Aku juga ingin dihamilinya.

Awalnya aku selalu melihat Pak Narto secara diam-diam. Namun, semakin ke sini aku semakin frontal, bahkan menyapa dan mengajaknya ngobrol dalam jarak yang cukup dekat.

"Awas, mas! Entar kecipratan." Katanya sambil membilas Daihatsu Xenia putih kesayangannya.

Ketika berdekatan dengan Pak Narto, rasa hati ingin sekali meraba tubuhnya. Memainkan pentil yang muncul malu-malu dari celah singletnya.

FYI, Pak Narto ini pakaian hariannya memang singlet. Di siang hari, ia mengenakan beranekamacam singlet. Dari yang loreng, navy, hitam, abu-abu polos. Kadang juga memakai singlet low cut dengan tali kecil mempertontonkan otot dada dan punggungnya.

Kalau di pagi hari, ia selalu tampil dengan singlet model klasik berwarna putih, dengan bawahan boxer tanpa celana dalam lagi.

Pak Narto memakai baju lengkap hanya saat menunaikan Solat berjamaah di masjid, atau berbelanja ke Pasar Gedhe dan supermarket Luwes. Sesampainya di rumah pun langsung singletan lagi.

Kalau aku jadi Bu Darmi, sudah kumarahi Pak Narto untuk tidak memamerkan keindahan tubuhnya ke khalayak ramai.

Aku yakin bukan hanya aku yang diam-diam mengagumi ketampanan dan keseksian Bapak Kos Putra Baik-baik ini.
Bisa jadi Radith anak FK di Kamar 10, atau Dhio anak Hukum di Kamar 5 juga mengaguminya.

Selama sudah hampir 2 minggu di sini pula aku selalu meluangkan waktu untuk coli. Tidak lain dan tidak bukan selalu Pak Narto yang menjadi fantasiku. Membayangkan kontol Pak Narto yang nyeplak di boxer basahnya saja sudah bisa membuatku crot berkali-kali.

Rutinitas coli ini lama kelamaan terasa tidak menyehatkan. Sehari aku bisa coli lebih dari 2 kali, dengan objek yang sama tentunya.

Bahkan, beberapa kali aku juga berhasil mengabadikan keseksian Pak Narto dengan kamera ponsel. Jadi, aku bisa coli dengan memandangi fotonya. Dengan begitu, aku jadi semakin bergairah.

Entah mengapa, semenjak tinggal di kos ini libidoku menjadi semakin tak terkontrol. Aku tak butuh video 2 menitan yang bertebaran di Twitter. Cukup mengingat-ngingat visual Pak Narto atau memandangi foto-foto candidnya.

Aku tidak bisa seperti ini terus. Ini sungguh tidak menyehatkan. Aku harus berhenti dari kebiasaan coliku ini. Aku harus merasakan kenikmatan itu secara langsung dari Pak Narto.

GAIRAH ANAK KOSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang