.
.
."Sebenarnya tak ingin menyalahkan takdir, tapi kenapa kisahku tak seberuntung orang lain?"
-Alfarel Garendra-
....
Alfa berjalan ke arah resepsionis di rumah sakit itu. "Pemisi, saya ingin bayar biaya perawatan atas nama Bapak Bimantara Mahesa."
"Mohon tunggu sebentar, " tahan sang resepsionis itu sembari membaca buku catatan administrasi rumah sakit.
"Dengan Bapak Bimantara Mahesa sudah dibayarkan kemarin. "
Mata Alfa melotot terkejut. "Anda serius? Siapa yang membayarnya?"
"Namanya tidak ingin disebutkan," ucap resepsionis itu.
Alfa terdiam sejenak. Cowok itu tersenyum tipis. "Terima kasih!" Ia berbalik pergi dari sana.
Cowok itu mendudukkan dirinya di kursi tunggu yang ada di rumah sakit. Ia menyandarkan tubuhnya ke sandaran kursi. Ia begitu penasaran, kira-kira siapa orang yang membayarkan biaya rumah sakit ayahnya?!
Alfa menghela nafas kasar. Ia meraih ponselnya dan mendial nomor seseorang yang ia curigai membayar biaya rumah sakit ayahnya. Karena tak ada lagi yang mengetahui bahwa ayahnya berada di rumah sakit selain orang itu. Orang yang selalu membantunya tanpa ia minta. Orang yang juga merupakan keluarga ayahnya.
"Hallo Alfa? Ada apa?"
"Om kan yang bayar?" ucap Alfa langsung pada intinya.
Seseorang diseberang sana terdiam.
"Kenapa Om yang bayar? Aku kan udah bilang, aku bisa sendiri Om. Aku gak mau ngerepotin Om lagi."
"Tapi Alfa, Om gak sanggup liat kamu menderita."
"Kan aku udah bilang, aku bisa bayar kok! Aku kerja om, jadi om gak usah repot-repot bantuin aku buat bayar rumah sakit papa."
"Alfa, anggap aja Om lakuin ini buat bantuin Abang Om yang lagi sakit. Jadi kamu gak usah merasa gak enak hati. Karena bagaimana pun, Papa kamu itu Abang Om! Om juga punya andil dalam membantu Abang Om."
Alfa terdiam sesaat. "Tapi gak harus semuanya om bayar, biar kita bagi dua aja. Om juga pasti butuh uang untuk om dan Gavin."
"Kamu tenang aja, Alf. Semuanya udah om atur dengan sempurna, jadi kamu cukup belajar aja sama Gavin. Om yang akan menghandle semuanya."
"Tapi om ..."
"Gak apa-apa, Alfa."
Alfa menghela nafas kasar. Ia menyadarkan tubuhnya ke kursi tunggu yang berada di rumah sakit. Matanya perlahan ia pejamkan. "Makasih om, makasih untuk semuanya!"
Ayah Gavin yang berada di seberang sana hanya tersenyum mendengar ucapan terima masih dari Alfa. "Om matikan ya?"
"Iya Om!"
Sambungan telpon dimatikan oleh ayah Gavin. Alfa membuang nafas. Kepalanya mendongak menatap langit-langit koridor rumah sakit.
***
"Katanya Mela pernah ketemu sama Tera, apa lo tau?"
Alfa yang saat ini tengah menulis harus menghentikan aktivitasnya. Cowok itu mendongak menatap Gavin yang berdiri di depannya. "Dari mana lo tau?"
"Apa itu penting?"
"Entahlah, gue kagak tau!" Alfa kembali melanjutkan aktivitas menulisnya.
"Terus gimana? Apa yang bakal lo lakuin? Mela udah dateng, dan lo juga belum ada rasa kan ama Tera?"
Alfa hanya terdiam. Ia hanya merasa bahwa itu bukan urusannya. Mela dan Tera bukan siapa-siapanya. Jadi Alfa tak peduli pada kedua cewek itu jika mereka pernah bertemu.
"Kapan lo bisa sadar Alf? Buka mata lo, dan liat seberapa besar cinta Tera ke lo!?"
"Kenapa lo jadi gini sih, Vin? Kenapa lo seolah-olah ngedukung Tera?"
"Gue emang dukung Tera, dan gue yakin kalo dia bisa buat lo bahagia. Tapi pada dasarnya, lo yang kagak bersyukur."
Alfa menghela nafas. "Gue kagak cinta ama dia, Vin."
"Lo bisa belajar mencintai dia, Alf!"
"Lo tau sendiri Vin, kalo gue ..."
"Iya gue tau! Lo benci kaum perempuan kan? Gue tau Alf, tapi sampai kapan?" potong Gavin.
Alfa terdiam.
"Alf, jaman sekarang nyari cewek yang tulus itu susah. Dan lo, lo malah ngebuat cewek yang tulus ama lo dengan percuma. "
"Vin, lo tau kan gue trauma? "
Gavin berdecak kesal. "Gue udah bilang berapa kali ke lo, kalo Tera itu beda ama orang itu. Tera itu tulus, sedangkan dia itu munafik! "
"Kagak ada yang tau hati seseorang Vin, "
"Gue juga tau itu Alf, tapi dengan ngeliat mata Tera aja gue udah tau kalo dia tulus sama lo. Lo kagak tau seberapa banyak perjuangan Tera buat lo, mungkin saat ini cewek itu lagi ngelakuin hal lain yang bisa bantuin lo tanpa lo ketahui. "
"Vin, gue ..."
"Sampai kapan sih lo masih terbayang-bayang masa lalu? Apa sampai lo udah kehilangan segalanya baru lo sadar?"
Alfa terdiam.
"Jangan nyesel kalo Tera berpaling ama lo, karena lo sendiri yang udah nyia-nyiain dia. "
Alfa terdiam. Matanya memandang ke bawah lantai.
"Gue cuma takut, gue takut Vin! Gue takut kalo apa yang dialamin bokap gue, bakal gue alamin juga."
Gavin mengeraskan rahangnya dengan tangan terkepal disisi tubuhnya. Matanya memandang tajam pada Alfa. "Kisah lo ama bokap lo itu beda, Alf. Lo ama bokap lo punya kisah tersendiri. Dan gue harap, lo kagak denial ama perasaan lo sendiri ke Tera."
Alfa kembali terdiam.
"Jangan denial sama perasaan lo sendiri, Alf! Karena yang bakal sakit itu elo," ujar Gavin lalu berbalik pergi meninggalkan Alfa.
-------
JANGAN LUPA VOTE DAN KOMEN ❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
ILY Alfarel [END]
Teen FictionWARNING!! DILARANG PLAGIAT! DAN DIHARAPKAN BAGI PEMBACA UNTUK VOTE DAN KOMEN SEBAGAI TANDA PERNAH SINGGAH!! SAYA SEBAGAI PENULIS SANGAT AMAT BERTERIMA KASIH😘❤️❤️❤️ . . . Bagaimana jadinya jika seseorang yang sudah ditolak masih saja mengejar cinta...