1/2

338 47 10
                                        


[1/2]

"Lu beneran ga akan datang, Vil?"

"hmm'"

"yang bener dong anjir jawabnya"

"hmm"

"ga takut gitu bokap langsung nyeret lu dari Bandung ke Jakarta?"

tak

Gadis berambut hitam itu membanting keras pensil di tangannya ke meja kayu yang penuh dengan sketsa-sketsa berserakan. Ia menatap Lara, kembaran tak identiknya, dengan malas.

"Mending gue yang ke Bandung daripada ngeliat bokap marah-marah karena ada Jevan di acara tunangan Jani." Savilla menghembuskan nafas lelah, seolah olah baru saja menentang dunia dan seisinya.

ini sudah memasuki tahun keempat hubungannya dengan Jevan dan sama sekali belum mendapat restu dari orang tuanya, lebih tepatnya restu Ayah, karena Sang Bunda oke-oke saja asal Jevan adalah lelaki yang baik. Ketika pertama kali Savilla memberitahu orang tua dan ketiga saudaranya bahwa ia sudah punya kekasih, mereka malah tidak begitu peduli, beranggapan bahwa hubungan Savilla dengan kekasihnya kali ini sama seperti yang sebelumnya.

Hanya bermain main.

Namun Savilla Roro hanya butuh waktu delapan bulan untuk membuat The Widjajakusuma percaya bahwa kali ini dia tidak main-main. Dan pada bulan ke sebelas ia resmi mengenalkan Jevan kepada keluarganya. Well, it is better not to talk about that night right now, it was super chaos.

Lara berdehem sedikit membetulkan posisi duduknya. Ia duduk tepat di depan Savilla, mereka berdua dihalangi sebuah meja kayu besar yang diatasnya terdapat macbook, sampel kain berceceran, buku-buku fashion yang tebal, juga kertas hvs dengan sketsa-sketsa yang berserakan. Beberapa patung hanya dengan badan berjajar di sebelah jendela besar.

Yes, life as a fashion student is hard.

"kayanya kali ini lu ga bisa terlalu ngikutin ego deh, Vil. Inget, ini acaranya ka Jani. It's better for you to be there on her big day."

Lara masih mencoba membujuk Savilla, duo kembar yang tidak identik secara wajah tapi juga secara personality.

Lara menatap Savilla yang lebih memilih untuk melihat keluar jendela besar di ujung ruangan, tampak berpikir.

"What do you think, kalau gue bilang ke ayah that i want Jevan to join us or he choose i'll ditch Jani's engagement party?" Savilla menatap Lara sembari menumpukan kepalanya sebelah tangan.

Lara menyandarkan punggung ke sandaran kursi, lelah. lagi. "Gue ga ngerti keberanian lo ini muncul dari mana"

"Dari mencintai Jevan, dong." Savilla mengerlingkan matanya lucu.

"Bucin tolol emang"

drrt drrt

Kedua pasang mata di ruangan itu langsung melirik ke arah sumber suara di atas meja. "Noh hape lo bunyi" ucap Savilla.

Lara langsung mengangkat ponselnya yang berdering, "Iya, kak. Kenapa?"

Lara berucap tanpa suara mengkode Savila bahwa yang menelepon adalah Jani.

"Gue sih bisa ya, tapi gatau nih curut satu gimana. Soalnya dia barusan bilang mau ke Bandung"

Savilla mendongakan kepala merasa dirinya sedang dibicarakan. Lara lanjut dengan obrolan di ponselnya. Hanya suaranya yang terdengar di studio Savilla tersebut.

"Hmm, dia lagi sibuk ngerjain portofolio, katanya sih Celine ngasi deadline minggu depan trus dia ngebet mau ngebucin ke Bandung juga"

"Boleh deh, ntar kalo ni anak balik sekalian jemput ka Bina ke Bandara aja"

the_louvre [2/2, lokal]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang