18: "Berbeda"

75 9 5
                                    

Pertanyaan yang didapat terus berputar tentang Nadhif. Kenapa dengannya dan ada apa dengan Joan? Perempuan itu bisa untuk menjawab.

"Mau ngomongin Nadhif atau minta tugas?"

Tawa laki-laki itu terdengar dari balik layar ponsel Joan. "Udah selesai, ada Jian yang lebih pintar," ejeknya.

"Dih, awas aja lo minta sama gue. Mentang udah kenal dekat lo sama Jian, langsung belagu sama gue!" Setidaknya ejekan yang dilontarkan Arion dapat membuat Joan tertawa, walau nanti tidurnya tidak akan nyenyak.

Butuh waktu lama bagi Joan untuk berpindah ke alam mimpi. Malam ini dia tidak tahu siapa yang ada di dalam pikirannya. Semua orang benar, dia terlalu egois menolak Nadhif hadir pada kehidupannya, padahal ia sangat merindukan Bagas.

Gue takut, Gas. Gue takut, Nadhif gantiin posisi lo di dalam hidup gue dan gue gak mau, batinnya.

🐣HIRAETH🐣

Kesibukan semakin bertambah, belum lagi dengan acara ulang tahun sekolah yang akan diadakan. Memang bukan panitia inti, tapi sebagai anggota inti dari organisasi PKS, Joan tetap ikut serta. Sedangkan, Nadhif dia terpilih menjadi peserta persiapan acara.

"Jo!" teriak Alby yang tidak terhitung sudah berapa kali.

Si pemilik nama hanya bisa mendengkus karena sedari tadi bukan Alby saja yang memanggilnya, guru, dan beberapa siswa OSIS terus memanggilkan namanya.

"Sok sibuk."

"Biasa cari perhatian."

"Dari dulu hobi banget nyari perhatian sana sini."

Kalimat yang terus ia dengar, entah di mana letak kesalahannya semenjak pulang dari pertukaran siswa, banyak dari mereka tidak menyukai Joan.

"Gak capek?" Laki-laki berbadan jangkung itu menyodorkan sebotol air mineral kepada Joan. "Minum dulu. Ini bukan dari Nadhif, tapi dari panitia acara," sambungnya karena Joan tidak kunjung meraih pemberiannya.

Garis kasar terlihat di depan mata, apa karena Nadhif? Mereka tidak terima dengan Joan yang didekati oleh kembaran Bagas, lucu sekali manusia-manusia yang sedang menginjak kata remaja ini.

Tiga detik terasa canggung dan akhirnya Joan mengambil alih dari tangan Nadhif. "Makasi," jawabnya pelan. Baru saja ingin memutarkan tutup botol, benda itu kembali diambil alih oleh Nadhif.

"Bukan ambil lagi, cuma mau bukain," ucapnya dengan cepat saat mendapatkan tatapan tajam Joan. "Jangan gitu lihat guenya, serem!"

"Emang gini gue natap, Dhif!" jawab Joan dengan nada yang cukup tinggi.

"Biasa dong, Jo!" teriak Nadhif.

"Ya, ini biasa!"

Nadhif terdiam sejenak, pertama kalinya dia melihat Joan begitu bersemangat. Namun, belum beberapa menit berlalu perempuan itu tersadar dan langsung terdiam dengan tatapan kosong lurus ke depan.

Menggemaskan, satu kata yang keluar dari mulut Nadhif dengan sangat pelan.

"Ha?" Pendengaran yang lumayan tajam mendengar gumaman itu, tapi Nadhif menggelengkan kepalanya cepat.

"Nih, minum!" titahnya sambil menyodorkan minuman itu kembali dan pergi dari samping Joan. Seulas senyum terlihat jelas dari bibir mungil itu.

Joan hanya menatap botol yang ada di tangannya. Kenapa dengannya? Kenapa terasa tidak asing? Ah, Bagas pernah begini juga, batinnya. Joan pun tersenyum, mengingat saat itu Bagas yang memarahinya karena tatapan sangar yang diperlihatkannya.

HIRAETH (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang