Olivia memegang dadanya sendiri. Kepalanya terasa begitu pusing. Gadis itu berpikir bahwa Ronan sengaja menyuruhnya menemui Roy untuk melihat apa yang sudah pria itu lakukan.
Ronan hanya ingin menunjukkan bahwa ancamannya tidak main-main. Kata-katanya bukan sekedar kiasan untuk menakut-nakuti. Tiba-tiba saja Olivia teringat akan ancaman Ronan dengan membelah kepala.
Dia memegangi keningnya sendiri. Tempat yang sama saat darah mengalir hingga mengotori wajah pria menakutkan itu. Ingin sekali rasanya gadis itu mematahkan tangannya sendiri karena telah lancang membuat kepala pria itu berakhir dengan dua jahitan.
Olivia kembali ke rumah. Dia akan memikirkan apa yang akan dilakukannya untuk Ronan nanti.
*
"Gadis itu belum datang?" Ronan mengisap cerutu di ruang kerja di kediamannya.
"Anda memberinya waktu tiga hari, Pak." Kim menjawab apa adanya.
Dia merasa ada yang tidak beres dengan majikannya. Dia bahkan tak pernah merasa tidak sesabar ini saat menandatangani kontrak bernilai milyaran. Ada yang salah. Majikannya tampak berbeda.
"Bagaimana dengan pria itu?"
"Dia belum mengundurkan diri. Pria itu hanya mengambil cuti menikah selama tiga hari. Lalu mengambil hak cuti tahunan selama dua belas hari."
"Bukankah dia tidak jadi menikah?"
Kim tak menjawab.
"Beri dia sanksi karena mengajukan cuti palsu. Tidak ada pernikahan. Jika dia tidak kembali dalam dua belas hari, tempatkan dia menjadi petugas kebersihan."
"Petugas kebersihan? Bukan dipecat?" Kim meyakinkan.
"Haruskah kuulangi lagi kata-kataku barusan, Kim?"
Kim tak lagi berani menjawab.
Ronan meniup asap ke udara. Menyandarkan punggung ke kursi empuknya setelah Kim meninggalkanya sendiri.
Gadis itu benar-benar bernyali besar. Kim baru saja melaporkan bahwa Olivia benar-benar datang menemui Roy sendirian. Gadis itu pasti sudah tahu siapa dia sebenarnya. Dengan begitu jalan untuk menyiksanya semakin mudah. Olivia akan menjadi mainan yang membuat dirinya merasa terhibur. Wajah takutnya cukup membuat Ronan merasa puas.
*
Olivia terbangun pada tengah malam. Keringat dingin sebesar biji jangung menumpuk di keningnya. Dia memegangi dahinya. Meyakinkan bahwa anggota tubuh itu sama sekali tidak terbelah. Gadis itu bermimpi buruk.
Hingga hari ini dia belum juga bisa mentralkan perasaannya. Bagaimana dia bisa datang menemui Ronan dalam keadaan seperti itu. Dia tidak ingin terlihat ketakutan. Ronan pasti akan semakin menindasnya jika dia terlihat seperti itu.
Olivia memikirkan sebuah kesepakatan. Dia akan mencicil biaya kompensasi dengan sepertiga gajinya setiap bulan. Dengan membayar biaya sewa lebih murah, Olivia akan lebih menghemat pengeluarannya. Dengan begitu dia bisa membayar Ronan lebih cepat lagi.
.
Ini sudah hari ke tiga. Olivia tidak punya alasan lagi untuk tidak pergi. Ronan bisa saja membuat keributan di rumah, bahkan di tempatnya bekerja. Bahkan jika dia berpikir untuk melarikan diri, dia tidak punya tempat lagi. Ronan bahkan dapat menemukan ke mana Silvia pergi.
Pulang dari bekerja Olivia mengunjungi alamat yang tertera di kartu nama. Dia terperangah melihat bangunan yang begitu megah. Seorang pelayan wanita mengantarnya menuju ruang kerja Ronan.
Olivia ragu-ragu saat melihat pria dingin itu duduk bersantai sambil mengisap cerutunya.
"Kemari!" perintahnya. Olivia tak langsung beranjak.
KAMU SEDANG MEMBACA
GADIS PEMBUAT ONAR TUAN RONAN
RomanceOlivia merasa dijebak oleh sahabatnya sendiri hingga harus berurusan dengan pria arogan bernama Ronan. Hingga akhirnya Olivia kehilangan kehormatannya karena Ronan.