Rahmat dan Fahri bermain domino di teras rumah. Mereka asyik bermain sampai-sampai tidak sadar kalau dari tadi ada orang yang mengucapkan salam. Karena tak digubris dan tak disambut kedatangannya, ia memilih berdiri di sana sambil melihat permainan seru mereka dan mendengarkan obrolan lucu mereka.
"Kali ini kakak pasti kalah," kata Fahri kepada Rahmat. Ia terlihat sangat yakin meskipun ujung-ujungnya ia akan kalah karena dicurangi.
"Ahh, tidak akan. Kamu tuh paling bego' kalau main ginian."
Syahrul yang bertubuh tinggi dengan wajahnya yang kata kedua adiknya sedikit manis dan sedikit tampan, muncul dari dalam rumah, hendak memanggil kedua adiknya. Dan akhirnya dialah yang melihat tamu yang dari tadi berdiri itu. Si tamu yang sudah mengucapkan salam tapi tidak ada yang menjawab.
"Dian..." Syahrul sedikit kaget melihat sosok Dian berdiri di belakang adiknya.
"Assalamualaikum, Rul. Teh Nilam ada?"
"Waalaikumsalam.....Iya, ada. Kamu sudah lama?"
"Baru saja."
Syahrul kemudian menegur kedua adiknya yang bermain terlalu asyik, seolah dunia milik berdua. Parahnya, bukannya meminta maaf, mereka malah tidak memperdulikan teguran kakaknya yang kalem itu. Syahrul mana bisa marah, justru dialah yang sering digoda oleh kedua adiknya. Berbeda kalau Nilam yang menegur, mereka pasti tidak akan berani.
"Eh, Dian. Sudah lama?" Nilam yang muncul dari dalam langsung menyapanya. "Kamu tuh ada tamu bukannya disuruh masuk malah diajak ngobrol sambil berdiri," Nilam menegur Syahrul.
"Fahri... Rahmat... dipanggil makan sama mama. Ayo!!!" Syahrul memanggil mereka untuk kedua kalinya.
"Sebentar lagi," kata Rahmat, cuek. Masih asyik bermain. Bahkan dia dan Fahri tidak menyadari kalau Nilam ada di sana.
"Ya sudah. Kalian cepet ya!" kata Syahrul kemudian masuk kembali.
Nilam mengajak Dian untuk makan bersama. Dian menolak dengan alasan sudah makan dari rumah. Gadis pemalu itu terus dipaksa oleh Nilam sampai mengiyakan ajakan Nilam itu. Dan akhirnya, Dian duduk di meja makan dan makan bersama keluarga Syahrul yang adalah teman kelasnya.
Nilam memeriksa sebentar meja makan. Ada yang menurutnya kurang. Sadar kalau kedua adiknya itu belum berada di meja makan, Nilam langsung ke luar menuju teras rumah tempat kedua bocah itu berada.
"Adikku sayang............" Ia muncul dan langsung merangkul bahu kedua adiknya itu. Mereka kaget dan saling berpandangan, sama-sama menunjukkan wajah ketakutan seperti sedang melihat hantu.
"Makan malam sudah siap. Dari tadi dipanggil-panggil kenapa belum ada yang bergerak. Apa musti kakak yang bergerak baru kalian mau berhenti main?" Nilam dengan suara berpura-pura lembut, muka menahan marah. Ia terlihat seperti pemeran antagonis di film-film yang pernah dilihat kedua adiknya itu.
Tanpa diperintahkan dua kali, mereka berdua kompak melepaskan tangan kakaknya dari bahunya dan berlarian menuju meja makan, seperti Nilam akan mengejarnya saja. Padahal Nilam tertawa cengengesan melihat kedua adiknya itu yang berlari sangat kencang. Bahkan Fahri sempat tersandung dan jatuh sebelum ia cepat-cepat bangun dan berlari kembali menyusul Rahmat yang sudah lebih dulu sampai di meja makan.
Dan akhirnya kedua bocah usil itu sudah duduk di meja makan. Tidak berhenti di situ, mereka kembali berulah. Keributan-keributan kecil terjadi di meja makan seperti biasa karena kelakuan mereka. Karena ada tamu, mereka disuruh makan oleh bapaknya di depan televisi saja, agar tidak mengganggu kenyamanan tamu. Dengan patuh mereka berdua kembali kompak meninggalkan meja makan dan duduk di depan televisi.
KAMU SEDANG MEMBACA
LANGIT AMAT INDAH 'Keluarga, Persahabatan dan Percintaan'
Teen FictionCerita ini tentang keluarga, hubungan persahabatan, persaudaran dan percintaan anak-anak yang sedang menginjak bangku SMA. Cerita yang berlatar keasrian dan ketenangan salah satu desa di tanah sunda. Semoga cerita ini menjadi media untuk kita berwis...