26. Merasa Ada yang Hilang

117 8 0
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


.
.
.

"Aku menyerah bukan berarti berhenti, menjauh bukan berarti tak cinta lagi. Semuanya hanya kembali ke posisi awal, dimana semuanya kembali asing."

-Alatera Andhira-


....

Alfa mengerjapkan matanya beberapa kali saat penglihatannya terasa buram dan kepalanya terasa pening. Bahkan perutnya yang juga sedari tadi perih karena tak sempat makan tadi. Ia menghela nafas kasar berusaha untuk tetap fokus menatap jalan raya. Pada saat tikungan, Alfa yang ingin mengerem motornya untuk memelankan laju motornya jadi tak sempat saat tubuhnya semakin lemas, hingga kecelakaan yang tak diinginkan terjadi. Alfa menabrak pembatas jalan hingga menyebabkan dirinya jatuh dari motor.

Beberapa orang yang melihat kejadian itu berlari ke arah Alfa hendak menolong. Alfa yang masih memiliki kesadaran mencoba duduk. Ia melepaskan helm di kepalanya. Sebelah tangannya terangkat memegang kepalanya yang masih pening. Alfa mengedipkan matanya yang penglihatannya buram dan samar-samar. Bahkan perutnya juga masih sakit. Tak hanya itu, pendengarannya berdengung. Ia tak bisa mendengar apa yang dikatakan beberapa orang yang berada disekitarnya.

"Dek, kamu gak apa-apa?"

"Mana yang sakit?"

"Kamu tinggal dimana Dek?"

Begitu banyak pertanyaan yang tak bisa Alfa jawab.
Alfa kembali memegang kepalanya. Helaan nafas kasar ia keluarkan dari bibirnya. Ia mengerjapkan matanya beberapa kali agar penglihatannya kembali.

"Dek?"

Alfa mendongak menatap seorang pria yang lumayan masih muda tengah menatap khawatir padanya. "Gak apa-apa!" balas Alfa.

"Serius gak apa-apa? Apa perlu ke rumah sakit?"

"Gak usah, saya masih sanggup bawa motor kok! Tadi saya hanya kurang fokus."

"Tapi Dek ..."

"Saya benar-benar baik-baik aja!" potong Alfa.

Dia tak ingin berlama-lama disini, ia harus ke sekolah. Dan ia juga tak ingin membuat Deon, ayah Gavin khawatir padanya. Dengan keadaan yang belum sepenuhnya baik-baik saja, Alfa berdiri walau sedikit oleng. Ia lalu memasang helmnya ke kepalanya. Ia menoleh ke arah pria yang tadi mengkhawatirkannya itu. "Makasih sudah mengkhawatirkan saya, kalo begitu saya pamit dulu!"

Alfa berjalan tertatih-tatih mendekati motornya yang sudah diberdirikan oleh seorang pria paruh baya. "Terima kasih, Pak!"

"Kamu benar-benar tidak apa-apa?" tanya pria paruh baya yang tadi berdirikan motornya.

Alfa tersenyum dibalik helmnya. "Saya gak apa-apa, Pak! Kalo begitu, saya pamit!"

Setelahnya, Alfa kembali menjalankan motornya dengan perlahan. Ia tak ingin lagi mengambil resiko. Apalagi lututnya lecet dan berdarah, bahkan celana sekolahnya sudah robek akibat gesekan aspal.

Tak butuh waktu lama, akhirnya Alfa sampai juga di sekolah. Cowok itu mulai memarkirkan motornya di khusus parkir motor. Ia melepaskan helmnya dan menggantungnya di kaca spion motornya. Dan berjalan perlahan dengan langkah tertatih-tatih menuju kelasnya.

Disepanjang koridor banyak yang menatap bingung dan penasaran dengan cara jalannya dan saat tak sengaja melihat robekan pada celana sekolahnya yang terdapat darah. Namun Alfa masa bodoh dengan tatapan mereka. Saat ini, Alfa hanya ingin cepat sampai di kelas. Ia benar-benar lelah dan pusing.

Helaan nafas keluar dari bibir Alfa setelah memasuki kelasnya. Ia langsung berjalan menuju kursinya tanpa memperdulikan tatapan Gavin yang mengarah padanya.

Alfa yang baru saja mendudukkan dirinya di kursi menoleh menatap Gavin yang sedari tadi menatapnya.

"Kenapa lo?" tanya Alfa.

"Lo yang kenapa? Habis jatuh?" Gavin bertanya balik.

Alfa hanya terdiam. Cowok itu hanya sibuk menaruh kepalanya di lipatan tangannya yang berada di atas meja. Saat ini Alfa hanya ingin istirahat. Perlahan ia mulai memejamkan matanya.

"Kurangin dikit, Alf."

Perkataan Gavin membuat mata Alfa terbuka. "Apanya?"

"Denial lo," balas Gavin.

Alfa perlahan menegakkan tubuhnya. Ia memijat keningnya yang begitu pusing. "Apa hubungannya coba?"

Gavin menghela nafas. "Gak ada lagi yang perhatian ama lo, Tera kan udah nyerah." Gavin menjentikkan jarinya saat mengingat sesuatu. "Ah iya, kan ada Mela!"

"Jangan mulai deh, Vin. Kepala gue saat ini benar-benar sakit!"

Gavin terdiam. Merasa kasihan dan tak tega melihat kondisi Alfa yang terlihat tak baik-baik saja.

***

Tera menatap sendu ke arah Alfa yang berjalan pincang. Tanpa menyadari seseorang yang mendekat ke arahnya. "Kalo gak sanggup dan gak tega, hampirin aja!" Orang itu berkata saat melihat arah pandangan Tera.

Tera menoleh menatap Ratu yang berdiri di belakangnya.

"Apaan sih, Ratu? Gue udah gak ada perasaan sama dia kok," bantah Tera.

"Yakin lo?" tanya Ratu tak percaya. Bagaimana ia bisa percaya bahwa Tera secepat itu menghilangkan perasannya pada Alfa? Sedangkan baru beberapa hari yang lalu, Tera bahkan rela bekerja di toko kue ibunya hanya demi menolong cowok itu. Lalu bagaimana ia bisa percaya?

Tera mengalihkan pandangan segala arah. Ia tak ingin menatap mata Ratu yang sedikit membuatnya gelisah. "Iya!"

Ratu memegang kedua pundak Tera. "Lihat gue, Ra! Lo udah benar-benar gak cinta ama Alfa?"

Tera menoleh sekilas ke arah Ratu. "Jangan kayak gini, gue risih."

"Jangan tutupin perasaan lo yang sebenarnya, Ra."

"Dasar sok tau," gerutu Tera berbalik pergi.

Ratu menghela nafas melihat punggung Tera yang menjauh. Ia mengikuti langkah Tera yang berjalan pergi.

"Ra, lo benar-benar udah nyerah? Lo gak mau berjuang lagi?" tanya Ratu disela-sela langkahnya.

Tera mendengus pelan. "Gue udah nyerah Ratu, semua selesai. Gak ada lagi yang perlu gue perjuangin!"

"Lo masih cinta ama Alfa, Ra!"

Tera menghentikan langkahnya. Ia berbalik menatap Ratu yang berada tepat di sampingnya. "Percuma Ratu, emang Alfa bakal cinta sama gue kalo gue berjuang lagi? Nggak kan? Terus apa gunanya gue berjuang lagi, Ratu?" pungkas Tera.

Ratu terdiam.

"Lo bingung kan?"

"Ra, bukan gitu maksud gue! Gue cuma ..."

"Lo cuma gak tega liat gue yang cuma bisa natep Alfa dan gak berani deketin dia lagi? Iya kan?" Tera berkata dengan nada yang sedikit meninggi.

Ratu terdiam.

Mata Tera berkaca-kaca. "Jujur Ratu, gue emang masih cinta ama dia. Tapi apa rasa cinta gue ke dia, bisa buat dia cinta ama gue juga? Apa Alfa juga bisa ..." Tera mengigit bibir bawahnya.

Ratu melipat bibirnya. Cewek bermata sipit itu menarik tubuh Tera untuk dipeluk. "Maaf, Ra! Gue gak bermaksud."



----------


JANGAN LUPA VOTE DAN KOMEN ❤️

ILY Alfarel [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang