0.2

45 9 0
                                    

"Gladys aneh. Tadi pas gue masuk ke kamarnya, dia keliatan gelisah. Gue coba bangunin, susah banget padahal dia paling gampang dibangunin" Cerita Karina pada Lalita, salah satu penghuni kosan mereka.

"Pas udah bangun, langsung nangis pas liat gue disebelahnya" Lalita mengangguk pelan, ikut dibuat bingung oleh tingkah Gladys.

Tadi pun, saat dia masuk ke kamar Gladys bersama Karina, Jasmine, dan Jerico pun Gladys kembali menangis dan berlari memeluk mereka semua.

"Maaf, maaf, dan maaf. Dia terus terusan bilang maaf" Ucap Lalita yang langsung disetujui oleh Karina.

"Mimpi buruk kali" Karina dan Lalita serentak menoleh kala mendengar suara Jasmine, terlihat Jasmine dan Jerico yang datang secara bersamaan dan ikut bergabung dengan obrolan mereka.

"Bisa aja kan dia mimpi ngelakuin sesuatu yang buruk ke kita" Kata Jerico menambahkan namun malah mendapat pukulan dari Lalita.

"Yang bener aja kalau ngomong" Sinisnya.

"Tapi ada benernya Lit. Dia terus terusan bilang maaf, pas tidur pun gelisah" Sahut Karina.

"Dia kecapean kali. Udah biarin dia istirahat dulu" Lerai Jasmine.

Namun, Karina tetap merasa ada yang aneh dengan perilaku sahabatnya itu. Tidak biasanya Gladys menangis sekeras itu apalagi hanya karena mimpi buruk.






Jiandra kembali ke kosan jam 4 sore, heran dengan keadaan kosan yang sangat sepi. Padahal biasanya penghuni kosan selalu saja membuat keributan, mau lengkap ataupun tidak.

Baru saja hendak melangka ke dapur, tatapannya beradu dengan mata gadis cantik di depannya. Mereka berdua sama sama terdiam. Namun bedanya, Jiandra menatap heran gadis di depannya, sedangkan sang gadis menatapnya dengan tatapan yang tidak bisa Jiandra jelaskan.

"Gladys? Kenapa?" Tanya Jiandra yang sedetik kemudian Gladys lagi dan lagi menangis dan langsung memeluk Jiandra.

"Hey, kamu kenapa?" Panik Jiandra.

"Maaf. Maafin aku" Kata Gladys lirih.

"Maaf buat apa sayang? kamu kenapa, bilang sama aku"

Jiandra mengelus kepala Gladys guna menenangkan kekasihnya yang terus terusan mengucapkan kata maaf.












"Maafin aku karena bertahan sendirian"









Mata indah itu perlahan terbuka, mencoba membiasakan diri oleh cahaya yang masuk. Mengumpulkan nyawa sebelum akhirnya duduk dan menatap sekeliling. Lama menatap, hingga akhirnya dia sadar bahwa, dia sedang berada ditempat asing.

"GUE DIMANA? LOH LOH" Teriaknya lalu berlari keluar kamar dengan cepat.

"Kamu kenapa?" Tanya seseorang yang datang dari arah dapur, dia masih memakai apron. Sepertinya dia panik mendengar teriakan gadis ini.

"LO SIAPA ANJING? PENCULIK YA?" Teriak gadis itu lagi, perlahan menjauhi lelaki tadi.

"Maksud kamu apasih? Kalau mau ngeprank jangan sekarang ya, besok aja" Sahutnya sambil berusaha mendekati sang gadis.

"Jangan mendekat. Gue ada dimana?" Tekan sang gadis. Lelaki itu dibuat kebingungan oleh tingkahnya.

"Gladys, kamu capek? Kalau capek tidur lagi ya" Ucapnya namun di balas dengan gelengan keras

"NGGA, LO SIAPA? KENAPA GUE BISA ADA DISINI?" Teriak Gladys kembali. Dia kebingungan, seingatnya semalam dia sedang tidur karena kelelahan dengan urusan kampus, namun sekarang tiba tiba sudah berada di tempat yang asing menurutnya.

"Gladys tenang! Kamu habis kepentok apa sampai lupa begini" Ujar laki laki itu.

Ting tong...

Bunyi bel membuat perhatian mereka berdua teralihkan, dengan cepat Gladys segera berlari ke arah pintu dan membukanya. Betapa senangnya dia melihat sang mama yang datang dan langsung berhambur memeluknya.

"Mamaa. Aku takut, ada orang lain di dalam" Ujar Gladys merengek pada mamanya.

"Loh orang lain? Siapa?" Tanya mamanya kaget.

"Oh mama, udah dateng rupanya. Padahal aku belum selesai masak" Sahut laki laki yang sedari tadi berdebat dengan Gladys yang membuat Gladys langsung berbalik dan menunjuknya marah

"NAH DIA MAH, DIA YANG NYELINAP MASUK"

"Gladys kamu apa apaan sih, sama tunangan sendiri kok gitu" Ucap Mamanya yang langsung membuat Gladys melotot tak terima.

"Maksud mama apa?? Tunangan? Aku sama dia? Ga usah aneh aneh ya Ma. Mama tau sendiri aku udah punya pacar"

Sedangkan laki laki itu — Fabian — dan Mama dari Gladys saling menatap satu sama lain seolah paham maksud dari Gladys.

"Sayang, masuk dulu yuk. Kita bicarain di dalam" Ucap mamanya sambil mengelus lembut pipi sang anak.

Mereka bertiga berjalan menuju ruang tamu yang ada di apart tersebut.

"Mama tau ini pasti berat buat kamu. Tapi kan Mama udah sering bilang ke kamu, coba ikhlasin semuanya. Hidup kamu harus terus jalan, ada Bian sama mama disini yang sayang banget sama kamu Gladys" Ucap sang mama memberi pengertian sambil mengelus pipi Gladys dengan begitu lembut.

"Mama ngomong apasih? Aku ngga paham" Heran Gladys.

"Gladys sayang, kejadian 9 tahun yang lalu itu bukan salah kamu. Takdir Tuhan itu ngga ada yang tau" Lanjut mamanya tanpa menjawab pertanyaan Gladys.

"Tuhan sayang sama mereka, maka dari itu Tuhan ambil mereka lebih dulu" Ucap Bian.

"Mereka siapa? Kalian ngomong apa?" Tanya Gladys

"9 tahun yang lalu, Jiandra, Karina, Lalita, Gerald, Jasmine, Satrya, dan Jerico sudah tiada Gladys" Ucapan Mamanya itu seolah olah memiliki beribu macam jarum yang dapat menusuk hatinya dengan brutal.

"Hahaha mama ngomong apasih, kemarin aku masih ketemu mereka kok. Kita makan bareng di kos" Ucapnya sambil tertawa hambar.

"Gladys, sadar nak. Kamu jangan seperti ini terus. Mama tidak suka"

"Mama yang harusnya jangan gini. Ngarang cerita kayak gitu. Jangan bercanda soal nyawa dong Ma, apalagi nyawa temen temen aku" Bentak Gladys. Dia marah mendengar semua cerita Mamanya. Tidak mungkin mereka semua sudah pergi, baru kemarin Ia dan yang lainnya merayakan hari ulang tahun Jerico, namun mamanya malah mengarang cerita seperti itu.

"Gladys!" Sahut Bian yang sedari tadi diam. Dia menatap Gladys dengan tatapan tajam yang mana membuat Gladys mematung, tatapannya mengingatkan dia pada kekasihnya, Jiandra.

"Aku tau kamu belum nerima semuanya, tapi jangan pernah membentak orang tau!" Tegas Bian sedangkan Gladys hanya terdiam. Lalu kemudian Gladys meninggalkan mereka, berlalu menuju ke kamar yang tadi dia tempati.


"Bian sudah, kondisi Gladys hari ini pasti sedang tidak stabil"

"Iya Mah, Bian tau. Tapi Gladys ngga boleh membentak Mama"

Mama Gladys mengangguk kecil dan tersenyum menatap tunangan dari anaknya itu. Betapa bersyukurnya Ia memiliki Bian sebagai calon menantu. Sifatnya yang baik, dewasa, dan bijaksana itu selalu membuat orang di sekitarnya kagum.

"Mama pulang aja kalau gitu. Gladys kayaknya lagi ngga mau diganggu..."

Bian hanya mengangguk dan mengantar Mama keluar.

"Selamat ulang tahun Nak Bian" Ucap Mama Gladys sesaat sebelum pergi meninggalkan Bian di depan pintu. Bian mematung, menatap punggung Mama Gladys yang kian menghilang.

"Terima kasih Mah" Gumamnya pelan.












tbc

yuuuuu. tinggalkan jejak yah. Semoga suka sama ceritanya. Makasih udah mampir🐁

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 04, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ABOUT TIME ft 00lineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang