04 - Heboh.

4 1 2
                                    

Bruk!

"Ara!" teriak Kia di belakang.

Ara menabrak seseorang tinggi. Entah siapa, Ara tidak berani untuk mendongkkan kepalanya. Ia yakin, bahkan pasti. Semua penghuni di kantin melihat kearahnya karena suara Kia yang lumayan kencang.

"M-maaf," ujar Ara menunduk.

Tak ada jawaban, laki-laki itu pergi begitu saja. Terlihat dari sepatunya yang sudah tidak nampak. Ara kembali berjalan tanpa melihat depan kembali. Namun, suatu hal membuat Ara terpaku.

Seseorang menahan tangannya. Sial, itu pasti laki-laki yang sudah ia tabrak. Mau apa dia?

Ditariknya tubuh Ara dan meraih wajah Ara yang terus menunduk. Menangkup wajah Ara kemudian pandangan mereka bertemu. Laki-laki itu mengusap pelan pipi Ara dan senyum manis terbit di bibir itu.

"Kalau jalan lihat depan ya," ujar laki-laki itu lembut.

Kalimat simpel itu membuat hati Ara sedikit tergerak. Dan wajah laki-laki itu terlihat sangat tampan bercampur dengan manis karena senyumnya yang tak kunjung menurun.

"Anjir! Jauh-jauh lo dari Ara!" teriak salah seorang yang baru saja masuk kedalam kantin.

Dengan suaranya yang menggelegar dan nyaring itu membuat Ara selalu hafal akan kehadiran gadis itu. Dia, Yana. Sahabatnya yang peka.

Gadis mungil itu pergi untuk memisahkan jarak antara Ara dan Rizal. Iya, dia Rizal. Laki-laki tinggi, manis, dan famous. Satu hal yang harus kalian tahu, dia tidak pernah membedakan siswa satu dengan yang lain. Meskipun dia famous. Bahkan, setelah kelulusan Anta, Rizal malah berteman dengan Ara dan kawan-kawan.

"Kurang ajar ya lo! Pegang-pegang sembarangan!" teriak gadis itu sembari menunjuk-nunjuk Rizal yang jauh lebih tinggi di depannya.

Seisi kantin melihat perkelahian kecil itu. Ah, tidak lebih tepatnya perdebatan. Termasuk Anta, Indah, dan teman-temannya. Anta melihat Rizal dengan tatapan tak suka, sedangkan Indah tersenyum bahagia melihat Ara yang dipermalukan.

Sebenarnya sisi 'dipermalukan' sebelah mana ya?

"Apa sih! Gue cuma bilang ke dia kalau jalan lihat kedepan! Tadi dia nabrak gue!"

"Bohong!" ujar Yana tidak percaya.

"Ck, terserah lo deh. Males gue debat sama orang sok tau kayak lo!"

Kemudian Rizal pergi sembari membawa makanannya. Yana ingin menghampiri Rizal yang melenggang seenaknya. Namun, ditahan oleh Ara yang sedikit gemetaran dan wajahnya yang memerah.

Yana melotot melihat Ara seperti itu. "Kamu sakit, Ra?"

Pertanyaan Yana mampu terdengar oleh segerombolan 'kakak alumni' dan 'geng Indah'. Sautan Indah menyambar bak petir di dalam gemuruhnya hujan.

"Lemah banget si, gitu doang sakit. Najis penyakitan."

Semua menatapㅡ ah lebih tepatnya hanya teman-teman Ara. Semua sudah kembali normal setelah Rizal pergi. Yana menatap musuh bebuyutannya itu sinis. Tak terima dengan ucapan Indah yang sungguh biadab itu. Ingin sekali Yana menjawabnya dan menjambak rambutnya hingga rontok semua. Namun, tante-tante ular itu diselamatkan oleh bunyi bell masuk.

Ara menarik Yana yang tampak akan menerkam Indah. Di sepanjang menuju kelas Yana tak berhenti mengoceh. Semua temannya hanya mendengarkan. Terutama Ara yang mulai merasakan pengang di telinganya. Sungguh berisik!

Baru saja menapakkan kaki di kelas. Bisikan gunjingan itu bebas masuk ke dalam telinga Ara.

"Eh, tadi aku lihat di kantin pipinya dipegang gitu sama Rizal."

Anta & Ara [Hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang