2.

16 1 0
                                    

"Kebahagiaan itu diciptakan,
Bukan Dicari!"

Shasya sudah menyelesaikan acara makan nya. Gadis itu memandangi wajah tampan sosok Gangga yang masih memejamkan matanya, sepertinya cowok itu tertidur. Bibirnya tertarik membentuk sebuah garis lengkung yang siapa saja jika melihatnya akan terpana.

"Mbak, sudah" Shasya mengangkat tangannya sebagai isyarat memanggil pelayan.

Mendengar suara Shasya, Gangga refleks membuka matanya, lalu menegakkan tubuhnya ke sandaran kursi, mata cowok tampak memerah dan sayu akibat ngantuk berat karena sudah 18 jam ia belum tertidur.

"Totalnya seratus tiga puluh lima ya mbak" ujar mas-mas pelayan.

"Biar saya aja mas" Saat Shasya ingin mengeluarkan dompet, Gangga langsung menyelanya lebih dulu, kemudian cowok itu langsung menggesekkan kartunya ke mesin EDC yang dibawa pelayan.

"Terima kasih Mas, Mbak, selamat datang kembali ke resto kami" ucap pelayan itu seraya membungkuk sopan.

Keduanya pun mengangguk, lalu Gangga langsung mengambil tangan gadisnya dan membawanya keluar dari restoran. Saat sudah sampai parkiran, Shasya menghentikan langkahnya, ia melihat mobil Papanya baru keluar dari resto ini. Berarti sejak tadi, keluarga Papanya belum juga pulang. Shasya menghela nafasnya, untung saja mereka tidak melihat keberadaannya disini.

"Ngapain sih, mobilnya masih disana" ujar Gangga.

"Ah enggak. Oh iya, biar gua aja yang nyetir, lo tidur lagi gih. Ngaber banget kayaknya" ucap Shasya.

"Gak, nanti mobil gue rusak" ketus Gangga yang kembali berjalan menuju tempat mobilnya terparkir.

"Gik, ninti mibil giwi risik" gerutu Shasya kesal.

"Ngomong apa lo?"

"Ngomongin lo, kenapa? Gak terima?" Shasya berkata dengan nada nyolotnya.

Gangga yang gampang tersulut emosi pun, langsung menarikan kakinya menendang tulang kering Shasya penuh kekuatan. Seketika gadis itu menjerit kesakitan, sambil meloncat kesana kemari.

"Mampus!" setelah berkata seperti itu, Gangga pergi meninggalkan Shasya yang masih menjerit kesakitan.

"Anjing! Papa nyakitin gue secara batin, sedangkan lo secara fisik. Pengen udahan tapi kenapa rasanya gak bisa" lirih Shasya yang kini terduduk di aspal. Gadis itu mengusap air mata nya dengan kasar. Setelahnya, ia bangkit dan berjalan menghampiri Gangga yang sudah duduk di kursi kemudi.

"Cih, nangis lo? Lemah!"

Shasya tidak menanggapi ucapan Gangga. Gadis itu memilih diam, daripada nanti emosi cowok disampingnya kembali terpancing, yang ada dia ditendang dari dalam mobil.

Keheningan menyertai mereka dalam beberapa menit. Gangga melirik gadisnya yang terdiam, matanya menatap kosong ke araj depan. "Sakit ya? Itu salah lo yang mancing emosi gue" Gangga mencoba membuka obrolan.

Shasya menoleh sekilas, lalu kembali menatap jalanan yang sepi. "Boleh gak, kalau kita udahan" ucap Shasya pelan.

Gangga melirik Shasya sekilas. Terdengar dari suaranya, Gangga dapat menyimpulkan bahwa Shasya sedang sakit hati. "Kenapa? Lo udah gak kuat, pacaran sama gue?".

Shasya menggeleng pelan. "Gue kuat, tapi hati gue gak kuat".

"So, mau udahan?"

Shasya kembali menggeleng. Entahlah ia juga bingung, disatu sisi, Shasya selalu butuh Gangga, dan disatu sisi juga ia sering sakit oleh sifat yang dipunyai cowok itu. Ia paham akan resiko yang harus ia hadapi, karena dulu dirinya lah yang meminta Gangga menjadi kekasih nya. Kini hubungannya sudah berjalan selama tiga tahun tapi sejauh ini hanya dirinya yang terus berjuang, dan mengerti setiap keadaan.

SHASYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang