Satu

382 32 24
                                    

Aku terbangun di tempat yang tidak kukenali.

Ini dimana?

Aku melihat sekeliling, ini sebuah kamar. Kamar yang sangat mewah dengan lapisan emas di setiap sudutnya. Apa itu emas asli?

Tunggu ... apa ini sebuah set film?

Kualihkan pandangan ke atas sana. Lampu kristal bergelantungan indah di tengah ruangan.

"Fix sih, ini tempat syuting film."

Tapi, kenapa aku ada di sini?

Dari pada terus bertanya-tanya, aku harus membuktikannya sendiri.

Kusibak selimut yang menutupi tubuh. Dengan gerakan cepat turun dari ranjang, lalu keluar dari kamar.

Lorong yang panjang dan megah menyambutku begitu selesai menutup pintu.

"Apakah ini di istana? Tapi, untuk apa aku di sini?" aku berceloteh seraya menyusuri lorong.

Begitu sampai di area yang lebih luas, aku kembali dibuat terpana dengan kemegahan interior bangunan ini. Tangga meliuk di tengah ruangan begitu indah terlihat.

Terdapat beberapa patung yang entah apa aku tak tahu namanya. Ini mereka tidak menyembah patung bukan?!

Oh, lihatlah atapnya yang tinggi menjulang. Ukiran-ukiran dengan detail rumit mempercantiknya. Sama seperti di kamar, di sini juga terdapat lampu bergelantung dengan hiasan kristal yang melengkapi. Aku takut lampu itu akan jatuh karena terlalu berat.

Aduuh, tidak ada siapa-siapa di sini. Aku jadi tidak bisa memastikan apa yang terjadi sebenarnya.

"Oh, itu dia!" bibir ini secara refleks tersenyum. "Suamiku tercinta ternyata ada di sana."

Tanpa pikir panjang, aku berlari untuk menghampirinya.

"Devon!" teriakku sembari merentangkan tangan. "Kamu ke mana saja? Aku bingung sedari tadi." Kupeluk erat-erat tubuhnya dari belakang.

Beberapa saat terjadi keheningan di antara kami. Aku tidak mengerti. Apa dia marah padaku?!

"Ehem!" deheman singkat Devon membuatku melepaskan diri secara perlahan.

Apa dia tak suka kupeluk di tempat umum? Terlebih sekarang terdapat dua orang yang berada di sekitar kami.

Devon berbalik menghadap ke arahku. Pandangannya dingin dan menusuk.

Apa aku tidak salah lihat?!

"Yang Mulia Ratu, apakah anda tidak punya sopan santun?"

Aku bingung. Ini yang gila aku atau dia sebenarnya?! Kenapa dia memanggilku begitu?!

"Dev--"

"Sepertinya karena terbentur anda jadi tidak dapat berfikir jernih."

"Dev, apa maksudmu?" aku menggeleng bingung. "Apa ... apa yang sebenarnya terjadi? Ini sebenarnya di mana, Dev? Dan kenapa pakaianmu seperti itu?"

Devon malah terdiam. Matanya menatapku dengan tatapan tak minat. Tak ada raut suka menghiasinya.

Sungguh, aku terluka.

Selama ini Devon tak pernah memandangku seperti itu. Bahkan sebelum kami dekat pun dia tak pernah memperlihatkan wajah seperti itu.

"Devon? Kenapa kamu diam saja?" tanyaku bingung. "Aku tak mengerti. Ini kita ada di mana? Apa sedang ada syuting film? Lalu untuk apa kita di sini?" banyak pertanyaan yang aku keluarkan. Tapi tak ada satu pun yang dijawabnya.

Devon hanya menatapku dengan pandangan yang tidak dapat dideskripsikan. Apa aku salah bicara? Kenapa dia begitu?

Kualihkan mata pada dua orang di dekat kami. Satu perempuan dan satunya laki-laki. Aku berharap ada penjelasan dari mereka, tapi tak ada yang bersuara sama sekali.

Mereka saling pandang, lalu melihat ke arah Devon.

"Dev--"

"Yang Mulia Ratu, sepertinya anda memang membutuhkan istirahat."

Apa? Kenapa memangnya? Dan kenapa dia memanggilku Yang Mulia-Yang Mulia terus? Aku tidak habis pikir. Apa Devon sedang berakting?!

***
Cimengger, 23 Juni 2024
Putri Kemala Devi Yusman

Kisah KemalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang