Dua

225 25 28
                                    

"Tolong antarkan Yang Mulia Ratu ke kamarnya. Dia sepertinya membutuhkan istirahat lebih lama," Devon berucap pada dua orang tersebut.

"Baik, Yang Mulia," hanya satu orang yang menjawab. Perempuan yang terlihat masih muda itu mengangguk sopan.

"Mari, Yang Mulia, saya antarkan ke kamar," dia beralih kepadaku.

"Tidak," aku menggeleng. "Dev, apa ini?! Aku meminta penjelasan, kenapa kamu malah memyuruhku ke kamar?"

Devon menatapku dengan cara yang masih sama, tak ada riak senang di wajahnya.

"Anda tadi tak sadarkan diri. Sepertinya masih tak bisa berpikir jernih. Istirahatlah di kamar." Setelah itu dia berbalik.

"Dev?! Dev?!" aku terus berteriak memanggilnya. Lelaki yang tadi berada di sini juga mengikuti langkahnya.

"Mari, Yang Mulia, saya antar ke kamar." Perempuan muda berpakaian manis di sampingku berbicara hal yang sama lagi.

"Kenapa Devon begitu?" tanyaku tak mengerti. Dan aku tahu dia juga tak mengerti apa yang aku tanyakan.

"Yang Mulia mengkhawatirkan anda, Ratu. Bagaimana pun anda adalah istrinya."

Apa Devon benar mengkhawatirkanku? Dia sepertinya sedikit berubah.

Lagipula memangnya aku kenapa? Aku benar-benar tak mengerti.

"Aduuh, kepalaku pusing." Kupegangi kepala yang entah kenapa jadi susah mencerna situasi ini.

"Yang Mulia, mari ke kamar. Anda sepertinya masih belum pulih sepenuhnya."

Pulih? Memangnya aku sakit?

Perempuan tersebut merangkulku, lalu menuntunku untuk berjalan. Sesampainya di kamar aku dibaringkan di atas kasur.

"Apa Yang Mulia mau minum? Biar saya ambilkan terlebih dahulu."

"Tunggu!" Aku menahan tangannya yang akan beranjak. "Nama kamu siapa?"

"Raia. Apa Yang Mulia lupa nama saya?" dia malah balik bertanya.

Aku bukan lupa, aku tidak tahu kamu siapa! Kesal sekali!

Dia akhirnya pergi karena tak mendapatkan respon lagi dariku.

Tak butuh waktu lama Raia sudah kembali lagi ke kamar. Tapi kali ini dia tak sendiri, seorang pria berjenggot tebal dan berpakaian aneh mengikutinya. Lalu terdapat dua orang lagi yang ikut di belakang mereka.

"Yang Mulia, biar saya periksa dahulu." Lelaki berjenggot mendekatiku.

"A-apa? Saya tidak sakit. Apa maksudnya? Apa anda seorang dokter, Pak?"

"Saya seorang tabib kerajaan yang sudah dipercaya oleh Yang Mulia Raja."

Apakah mereka sudah gila?! Ini aktingnya terlalu mendalami peran atau bagaimana?!

Aku juga sudah muak dipanggil Yang Mulia-Yang Mulia terus sedari tadi.

Astagfirullah, aku benar benar tidak habis pikir.

"Yang Mulia Ratu masih dalam keadaan tidak stabil. Terdapat sedikit gangguan juga dalam ingatannya," sang tabib mengemukakan diagnosa setelah memeriksa keadaanku.

Apa maksud dia aku hilang ingatan? Melantur!

Jelas-jelas aku ingat semuanya. Aku memiliki suami bernama Devon. Dan seharusnya aku tinggal di dunia modern bukan di dunia kerajaan seperti ini!!

"Apa yang harus kami lakukan agar Yang Mulia Ratu dapat kembali pulih seperti sedia kala?" Raya bertanya dengan raut khawatir.

Sepertinya orang yang benar-benar peduli padaku di sini hanya Raia.

Devon saja tidak peduli. Dia bahkan tak mau untuk sekedar menemaniku saat diperiksa tabib. Malah dua orang lelaki itu yanh sepertinya dia perintahkan.

"Jangan memaksanya untuk mengingat sesuatu yang dia lupakan. Biarkan keadaannya berangsur angsur membaik secara alami," tabib mulai menjelaskan. "Turuti keinginannya. Buat hati Yang Mulia senang dalam hal sekecil apapun."

***
Bojongmengger, 23 Juni 2024
Putri Kemala Devi Yusman

Kisah KemalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang