Empat

125 17 2
                                    

Ternyata Devon masih peduli padaku. "Apa Devon sendiri yang membawaku ke kamar?"

"Iya. Walaupun para prajurit telah tiba saat itu, Raja Devon dengan gagah menggunakan kedua lengan kekarnya untuk membopong Ratu ke kamar."

"Apa aku cukup lama dalam keadaan pingsan?" aku bertanya lagi.

"Cukup lama. Anda baru saja terbangun saat tadi menghampiri kami.

Sebenarnya kami tak menyangka Ratu dapat tersadar dari keadaan tersebut. Kami terlalu kaget mendapati anda tersadar dalam keadaan seperti itu. Tapi kami bersyukur nasib baik masih menyertai anda, Yang Mulia Ratu."

Apa benar begitu keadaannya? Aku sedikit tak percaya dengan kronologi yang diceritakan Raia.

Aku rasa ada yang berniat buruk padaku sampai berada di situasi seperti itu.

Sama sekali tak kulihat raut senang dari mereka saat aku sudah tersadar. Dan lagi, aku tak melihat penghuni lain yang berada di istana ini.

Apa memang selalu sesepi ini?

Karena hal itu aku tak bisa menentukan sikap setiap orang yang berada di sini.

"Anda bisa mempercayai saya, Ratu," Raia berusaha meyakinkanku.

Bisa kulihat kesungguhan di matanya. Apa Raia dapat dipercaya?

"Saya adalah orang kepercayaan anda yang diikutsetakan dari Kerajaan Witania."

"Witania? Itu ...."

"Itu adalah kerajaan di wilayah Barat, wilayah kekuasaan keluarga anda."

Apakah aku benar-benar salah satu anggota dari sebuah kerajaan di dunia ini?

Aduuhh, tolonglaah ... aku ingin tertawa rasanya.

Kulihat wajah Raia untuk kesekian kalinya. Entah kenapa aku merasa yakin dia benar-benar berada di pihakku.

"Apa hanya kamu yang aku bawa dari Witania?"

"Iya. Tadinya Raja Witania ingin mengirim beberapa prajurit untuk menyertai anda. Tapi anda menolaknya, Ratu."

Kenapa? Apa aku percaya akan baik-baik saja berada di sini?

"Anda sangat mencintai Raja Devon, Ratu. Anda merasa akan aman di sini karena adanya Yang Mulia Raja Devon."

Apakah aku memang sepercaya itu pada Devon?

Terlepas dari itu, aku jadi curiga pada Raia. Apakah dia bisa membaca pikiran? Sedari tadi dia selalu menjawab pertanyaan yang ada di benakku. Aku bahkan belum menyebutkan sepatah kata pun.

"Saya tidak dapat membaca pikiran," Raia terkekeh-kekeh kecil.

Naah, ituu ... Lalu kamu mengetahui isi pikiranku dari manaa?!!

Kocak betul. Jangan membuatku semakin bingung begini Raia!!

"Lalu kenapa kamu selalu dapat menjawab apa yang aku pertanyakan di dalam pikiran?"

"Saya adalah orang kepercayaan anda, Ratu. Saya dapat mengetahui apapun yang anda pikirkan dari gerak-gerik dan mimik muka anda, Yang Mulia Ratu."

"Apa kita memang seakrab itu?"

Raia termenung. Dia nampak berpikir. Apa kata yang kugunakan tak dimengertinya?

"Jika maksud anda dekat ... ya, anda dan saya memang cukup dekat," Raia seperti tersipu malu. "Saya tidak mau terlalu percaya diri, tapi di antara yang lainnya anda lebih mempercayai saya, Ratu. Buktinya anda hanya membawa saya ke Kerajaan Wibisana ini."

Aku mengangguk-angguk tanda mengerti. Untuk saat ini aku tak bisa percaya seratus persen padanya.

Bagaimana pun Raia sudah menjadi bagian dari kerajaan ini. Takutnya dia mengalami pencucian otak atau apa, sehingga dia hanya menuruti satu perintah. Dan orang itu bukanlah aku.

Aku benar-benar tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi.

"Ya sudah, lanjutkan ceritamu."

***
Ciamis, 24 Juni 2024
Putri Kemala Devi Yusman


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 20 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Kisah KemalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang