3

0 0 0
                                    

"tercatat sekitar 6 orang  yang belum kami temukan. Antara lain Reyhan Dirgantara, Arjeno Muhammad dan Vabiola Gabriel Anggrainy dari kelas reguler 2. Kemudian Haikal algifari, Jaeden Ahmad Wijaya dan Gio Mahendra dari kelas reguler 3. Kami tidak akan menghentikan pencarian sebelum mereka ditemukan, jadi orangtua atau wali mahasiswa mahasiswi yang bersangkutan tidak perlu cemas kami akan bekerja sebaik dan secepat mungkin. Mudah mudahan ditemukan dalam keadaan baik baik saja"
Beberapa orang menangis melihat konferensi pers yang diadakan hari itu di salah satu gedung kampus.

Setelah kecelakaan tersebut, 2 jam kemudian baru diketahui karena laporan seorang nelayan. "Saya melihat sebuah kapal yang hampir tenggelam jadi saya melaporkannya" ujar sang nelayan. Tetapi rupanya bantuan tidak segera datang, dikarenakan setelahnya ombak naik dan badai besar terjadi. Beruntung para nelayan sudah naik ke darat ketika itu terjadi.

"Tadinya saya ingin membantu saat itu juga. Tetapi ombak mulai naik dan awan menggelap serta halilintar mulai menyambar. Saya tidak ingin ambil resiko, keselamatan saya juga penting. Akhirnya saya naik ke daratan dan segera melaporkan yang terjadi" ucapnya lagi ketika di tanya oleh beberapa wartawan.

"Rain" gumam seorang lelaki paruh baya berjas hitam lengkap dengan setelan celana bahan. "Jangan menyusul ibumu maupun adikmu nak, ayah kesepian" lelaki tertunduk lesu. Terlihat tegar di depan semua orang, namun dalam diam ia merasakan duka yang mendalam.

Rain adalah anak tunggalnya setelah anak keduanya meninggal bersamaan dengan istrinya pada kecelakaan pesawat 7 tahun yang lalu. Sekarang yang ia punya hanya Rain.

*****

Rain duduk di depan perapian, baginya hari itu masih sangat pagi entah pukul berapa itu. Terkadang ia membenarkan letak kayu bakar yang sudah terbakar separuh.

"Memasak apa pagi ini?" Reyhan duduk di dekat Rain. Lelaki itu tampak segar dengan rambut basahnya.

Rain memperlihatkan masakan yang sedang ia masak diatas tungku api "Ikan kemarin, aku memasaknya dengan beberapa sayuran yang diberikan kak Irma"

Reyhan membulatkan matanya"Bisa?"

"Tentu saja. Kau meragukanku?"

"Mengingat kau anak tunggal dari bapak Abraham Gabriel, kurasa kau manja dan cengeng"

Kini giliran Rain yang membulatkan matanya. Sontak saja ia memukulkan kayu kecil yang ada di sebelah kirinya kepada lengan Reyhan berkali kali.
"Enak saja! aku tidak seperti itu"

"Iya iya ampun! Kan itu hanya pikiranku"
Rain mendengus kemudian berhenti memukuli Reyhan.

"Apa yang akan kau lakukan hari ini?" Reyhan.

"Entahlah"
Rain mengangkat masakannya kemudian bangun dari duduknya "Aku mau mandi"

"Mau aku temani?"

"Tidak perlu"

"Kau yakin?"

"Temani.." rengek Rain. Reyhan tertawa pelan "Kenapa berubah pikiran?"

"Aku takut"

"Oke oke, lekas bersiap. Aku akan menunggu di depan perapian yang aku buat kemarin"

Rain segera bergegas setelah mengangkat masakanannya "Kau tak ingin sarapan terlebih dahulu"

"Nanti saja, kau juga belum sarapan kan?"

"Hm"

Rain meraih handuk di jemuran samping gubug dan peralatan mandi lainnya kemudian berjalan menuju pemandian.
"Air habis" ujar Rain di sela sela langkahnya.

"Setelah ini aku akan mengangkutnya"

"Baiklah"
Rain masuk ke dalam pemandian. Sedangkan Reyhan membuat api lagi di dekat pemandian tersebut, guna untuk menghalau binatang yang akan menghampiri pemandian.

Beberapa menit kemudian Rain selesai dengan mandinya. Ia keluar kamar mandi dengan tampilan yang lebih segar dari sebelumnya. Mereka bergegas kembali ke gubug atau rumah yang mereka tempati saat ini sebelum ada yang melihat mereka. Tak lupa Reyhan mematikan apinya.

"Kayu bakar kita sudah menipis, pasokan air minum juga habis. Tidak mungkin jika kita terus merepotkan kak Irma kan?" Rain.

"Benar, apa kita bergabung saja dengan kelompok itu?"

"Mau tidak mau agar bisa bertahan hidup"

"Aku mencari kalian sedari tadi" suara lembut itu menyapu pendengaran Reyhan dan Rain sehingga keduanya mengalihkan pandangannya ke sumber suara.

"Kak Irma?" Reyhan.

"Selamat pagi kak Irma" sapa Rain dengan ramah.

"Selamat pagi. Bagaimana malam pertama kalian tidur di rumah yang seperti gubug ini?"

"Sedikit tidak nyaman....." Rain langsung menyikut lengan Reyhan "tapi ini sangat layak dipakai untuk kami, terimakasih banyak kak Irma" lanjut Reyhan setelah kalimatnya terjeda karena sikutan tangan Rain.

"Tidak nyaman pasti, karena kalian yang biasa hidup di tempat yang bagus tiba tiba ada di tempat terpencil, kumuh dan sepi ini"

"Iya kak. Mari masuk, kami hendak sarapan" ajak Rain.

Irma menggelengkan kepalanya " Kalian saja. Aku kesini hanya ingin memastikan keadaan kalian. Baguslah kalian baik baik saja"

Irma kemudian memajukan kepalanya ke arah keduanya "aku takut kalian ketahuan oleh salah satu penduduk pulau ini selain aku" bisiknya pelan.

Rain dan Reyhan saling memandang "Oh mengenai itu, kami ingin bergabung" ujar Reyhan.

"Bergabung dengan kelompok kami?" Irma.

"Iya"

"Tapi kenapa?" Irma.

"Kami pikir akan sulit untuk kami memenuhi kebutuhan sehari hari jika kami terus bersembunyi. Kami juga tidak ingin merepotkan kak Irma terus menerus"

"Kalian tidak merepotkanku sama sekali, tapi kalian yakin? Kalian akan sulit keluar dari pulau ini jika kalian bergabung"

"Tanpa bergabung kami justru lebih sulit" Reyhan.

"Betul kak, bergabung atau tak bergabung sama saja kami tak akan bisa pulang"

"Jika begitu kemasi barang kalian, kalian akan segera pindah ke perkampungan"

"Tidak bolehkan kami tetap disini?"

"Kalian akan tinggal berdua di gubug ini?"

"Iya, sembari mengawasi kapal atau perahu yang lewat"

Irma tampak berpikir. Sebetulnya ia tak yakin, keselamatan mereka tidak terawasi jika jauh dari pemukiman kelompoknya.

"Maaf teman teman, kalian harus tetap tinggal di dekat kami jika kalian memutuskan untuk bergabung. Keselamatan kalian akan menjadi tanggung jawab kami" kak Irma menghentikan pembicaraannya. Namun ia melanjutkannya kembali 2 detik kemudian.

" Dan kalian harus tinggal berpisah, maaf"

"Tapi kenapa?"

"Kalian bukan suami istri kan?"

Reyhan dan Rain saling memandang lagi. Mereka tak mungkin tinggal terpisah di situasi seperti ini. Mereka bahkan tidak tahu bagaimana karakter asli penghuni pulau ini. Bisa saja mereka akan membahayakan keselamatan keduanya.

"Kami suami istri" ujar keduanya bersamaan. Mereka tidak memiliki pilihan lain selain berbohong. Bagi mereka akan sangat berbahaya jika mereka tinggal terpisah.

Irma memerhatikan keduanya, rambut kedua orang ini basah bersamaan dan pulang dari tempat pemandian bersama "pantas saja mandi bersama" itulah yang ada dipikiran Irma.

"Baiklah, kalian boleh tinggal bersama tapi kalian tetap harus pindah rumah. Jika kalian tinggal dekat dengan kami, Kepala kampung bisa menjamin keselamatan kalian"

"Oh begitu rupanya. Bagaimana Rain?" Reyhan menatap Rain sekilas.

"Aku tidak masalah jika harus pindah. Asalkan sudah ada tempat tinggal yang layak untuk kita"

"Ada tenang saja, kalian hanya tinggal menempatinya"

Keduanya mengangguk anggukkan kepalanya "Kemasi barang kalian, aku tunggu di depan"

"Baik kak"

Reyhan dan Rain berjalan memasuki gubug melewati pintu belakang sedangkan Irma berjalan menuju arah depan gubug.

The Island Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang