8

0 0 0
                                    

"2 bulan itu pencarian telah dilakukan di berbagai pulau dan di dasar laut. Tapi mereka tidak menemukan kalian dimanapun, jadi mereka menyerah 1 bulan yang lalu. Pencarian dihentikan dan kalian dinyatakan meninggal" Haikal menundukkan kepalanya. Ia mengenang bagaimana sakitnya ketika itu terjadi.

"Tapi kami tidak percaya, kami yakin kalian akan kembali kepada kami. Kami tetap memutuskan menetap disini beberapa minggu lagi, jika kalian tidak kembali maka kami akan merelakan kalian" ucap Haikal panjang lebar. Memang ia dan teman temannya sempat putus asa. Tapi mereka memutuskan untuk kembali beberapa minggu lagi sebagai syarat.

"Anehnya, dimana kalian tinggal selama ini?" Ayah Rain.

Ruangan ini dipenuhi oleh makanan lezat, tempatnya bertepatan di penginapan teman teman Haikal. Orang tua rain dan Reyhan ada disana setelah di beri kabar oleh Mahen.

"Disalah satu pulau ayah, kami baru menyadari jika pulau itu di tutupi oleh kabut tebal sehingga tidak mudah menemukan pulau tersebut"

"Mereka benar benar melewatkan pulau ini" gumam ayah Rain. "Tapi Rain, kenapa sepertinya ayah lihat ada yang aneh dengan tubuhmu" ayahnya menelisik.

Reyhan langsung bangun dan berlutut dihadapan ayah Rain, awalnya kedua orang tua Reyhan marah. Namun mereka diam ketika Reyhan mulai berbicara.

"Maafkan saya om, saya terpaksa menghamili anak Om"

"Tidak, tepatnya kami terpaksa berhubungan" Rain juga ikut membungkuk. Ia berada di hadapan orang tua Reyhan.

"Maksud kalian?"

"Tidak ada yang boleh meninggalkan pulau itu jika sudah berada disana. Di dalamnya ada beberapa orang penduduk, Mereka berikrar jika ada orang yang terdampar disana lalu bertemu dengan mereka maka mereka akan menjadikan orang tersebut penduduk. Pulau yang mereka tempati ini tidak diakui, jadi mereka ingin pulau tersebut diakui keberadaannya dengan menunjukkan tanda tanda kehidupan manusia"

"Lalu apa hubungannya?" Ayah Reyhan juga mulai penasaran.

"Syarat keluar darisana, harus sepasang suami istri yang istrinya sedang hamil. Maka mereka akan memulangkan orang orang tersebut dengan sukarela"

"Sederhananya kalian berpura pura menjadi suami istri?" Ibu Reyhan.

"Exactly !"

"Tapi kenapa tidak pura pura hamil juga?" Jae.

"Disana ada tim medis, jika berbohong kudengar ada hukumannya. Kami tidak memiliki pilihan lain"

"Hukuman?" Mahen mengernyitkan alisnya "hukuman seperti apa?"

Reyhan menggelengkan kepalanya "Entahlah, penduduk setempat bilang ada yang pernah ketahuan berbohong. Mereka berujung dengan hukuman, tidak tahu hukuman seperti apa. Tidak ada yang tahu"

"Maafkan aku om, ayah, bunda. Aku tidak bermaksud apapun. Kami hanya ingin pulang dengan selamat meskipun harus menambah anggota keluarga" Reyhan menundukkan kepalanya.

"Iya, aku juga minta maaf" Rain ikut menunduk disela sela berlututnya.

"Itu untuk kepulangan kalian, kami bisa apa?"

"Yang terpenting kalian sekarang sudah berada disini dan kalian harus segera menikah sebelum perut Rain terlihat lebih besar lagi"

******

"Tunggu disini bersama Jae, jangan pergi kemanapun sendiri. Oke?"

Rain menganggukkan kepalanya. Reyhan lantas pergi meninggalkan keduanya di depan perpustakaan. Rain masih mengunyah bakpau dengan rakus, menghiraukan kedua pipinya yang kembung karena terisi makanan.

"Dimana ada Rain, disitulah ada makanan" ujar Jae sembari mengambil satu bakpau
dalam kantung pelastik putih.

"Diam Jae, aku lapar. Aku merasa lapar setiap saat, kau tahu?"

"Sepertinya bayi kalian akan lahir dengan badan yang besar. Mengingat Rain memakan segala sesuatu yang menurutnya enak"
Reyhan menganggukkan kepalanya, ia baru saja keluar dari perpustakaan. Mengiyakan apa yang ia dengar, memang belakangan ini Rain memakan makanan yang enak menurutnya.

"Sudah, kau belum makan nasi"

"Rey, aku lapar"

"Ayo ke kantin, pasti ada nasi goreng" Rain langsung meraih lengan Reyhan, digandengnya lelaki itu menuju kantin. Rain menggandeng lengan kanan Reyhan, sementara lengan kiri Reyhan digandeng oleh oknum bernama Jae. Dan Reyhan hanya tersenyum melihat keduanya dari samping.

"Aku seperti sedang membawa dua bayi di lengan kanan dan kiriku"

"Kami saudara kembar tahu" Jae.

"Tidak tidak, enak saja! Sejak kapan ayahku punya anak lelaki tengil sepertimu?"

"Ayah tidak akan keberatan aku yakin" jawab Jae dengan lugas. Jae memang sedari lama memanggilnya ayah Rain dengan sebutan Ayah, karena kebetulan Rain dan Jae sudah lama akrab.

"Ayah sudah memiliki anak lelaki sekarang. Jadi kau tidak diperlukan lagi"

"Jahatnya. Siapa maksudmu?"

"Reyhan"

"Ya ya ya. Aku terkalahkan sekarang" Jae menundukkan kepalanya. Pegangan pada lengan Reyhan terlepas begitu saja.

"Aku hanya bergurau"

Jae mendongakkan kepalanya "Aku tahu" ia kembali ceria, mengulurkan tangannya. Kini ia menggandeng tangan Rain memasuki area kantin.

Ponsel Rain berbunyi, mereka tiba tiba berhenti di gerbang masuk ke arah kantin. Menunggu Rain yang hendak mengangkat teleponnya bersamaan dengan datangnya Haikal dan Mahen ke arah kantin juga.

"Ayo masuk" Haikal menarik tangan Reyhan. Namun Reyhan tak bergeming "Kalian masuk terlebih dahulu, aku menemani Rain sebentar"

Haikal lupa bahwa Reyhan sekarang memiliki tanggung jawab. Ia beralih menarik tangan Jae dan Mahen. Ketiganya masuk ke dalam kantin dan mulai mencari tempat duduk.

"Kak, boleh aku minta nomor telepon kak Reyhan" seorang gadis menghampiri Haikal. "Minta saja pada gadis yang sedang bersamanya" Haikal tersenyum miring.

"Aku yakin setelah itu kau akan di jambak olehnya" sambung Jae sembari membaca menu makanan.

"Jadi?" Ucap gadis ini lagi.

Haikal menggelengkan kepalanya "Kau tak mengerti?" Gadis itu membalas dengan gelengan di kepalanya.

"Gadis itu bernama Rain, kekasih halal Reyhan. Jika kau berniat meminta nomor telepon Reyhan, minta lah pada gadis itu" Haikal menunjuk Rain dengan gamblang. Mahen dan Jae tertawa melihat ekspresi kesal di wajah Haikal. Bukannya meminta nomor teleponnya malah meminta nomor telepon calon ayah muda. Itulah pikiran Haikal saat itu.

Gadis itu pergi setelah mengucapkan terimakasih, tak lama setelahnya Rain dan Reyhan datang. "Ayah bilang setelah ini kita harus langsung pulang" ucap Rain. Ia berjalan sembari berbincang dengan Reyhan.

Reyhan menarik kursi kosong depan Jae, membiarkan Rain duduk diatasnya. Sedangkan dirinya duduk di depan Haikal "Ada apa?"

"Pulau itu, sepertinya ayah mengajak kita kembali ke pulau itu"
Mahen mengernyitkan alisnya "Untuk apa? Kami ikut jika begitu"

"Betul, aku takut kalian tidak akan di pulangkan lagi" Haikal.

"Pesan makanan saja terlebih dahulu, soal itu nanti kita bicarakan dirumah. Pastikan aku, Arjen, Haikal, Mahen, Andy dan Cahyo juga ikut bersama kalian"
Jae menyodorkan buku menu. Disambut oleh Reyhan.

"Aku pesan nasi goreng 2, jangan pedas "

"Sedang saja" rengek Rain.
"Tidak"
"Aku mohon! Hanya sedikit"

"Makan tidak pedas memang tidak enak" Mahen. Reyhan menatap Mahen tajam, yang ditatap justru menunjuk bakso di buku menu "Aku pesan bakso" katanya lugas. Menghiraukan tatapan Reyhan padanya.

"Baiklah, sedikit pedas" Reyhan menyerah. Rain bahkan hampir bersimpuh jika tidak dituruti.

The Island Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang