Prolog untuk diri

28 3 16
                                    

Berjalan dengan damai di atas gemercak air yang ku pijak, rintik hujan baru saja turun membasahi semua area kampus, berjalan tanpa menghiraukan sekitar, kedua telingaku hanya sibuk mendengarkan musik yang sudah ku putar semenjak dari rumah, sebuah lagu yang dinyanyikan oleh Hollow Coves berjuduk Coastline, melangkah sembari menyanyikannya pelan.

Sembari menapaki aspal basah menuju kelas, perkenalkan namaku Fajar Nautika, panggil saja Fajar, seorang mahasiswa semester 3 yang masih berkutat pada makalah yang entah kapan akan selesai, mahasiswa di salah satu universitas di kotaku, dikehidupanku hadir seorang Mama yang masakannya sangat membuat pagi bersemangat, lalu Ayah yang selalu mengajari ku banyak hal soal dunia, lalu yang terakhir Kakak ku, Senja Nautika namanya, biasa dipanggil Senja.

Mama sendiri sibuk dengan toko kecilnya dirumah, Ayah bekerja disalah satu perusahaan, lalu Kak Senja masih menjadi mahasiswa akhir sembari mengurus bisnis yang entah bagaimana otaknya bisa berjalan dengan tenang, kedai minum dan online shop miliknya yang menjual berbagai kebutuhan para penikmat K-Pop.

"Jar." suara itu datang bersama tepukan di pundakku

"Paan?" balasku menoleh sembari melepas satu earphone di telinga

"Sendiri aja, nggak sama Devi?"

"Ah bacot lu, somat," jawabku kesal

"Hahaha."

Pratama, seorang yang ku kenal pertama kali di kampus ini, anaknya yang asik dan baik membuat ia memiliki banyak teman, bahkan di UKM yang ia ambil, Pratama jadi sosok yang cukup diperhitungkan. Lalu satu nama yang Pratama sebut, Devi, sama halnya dengan Pratama, Devi adalah perempuan pertama yang ku kagumi sejak pertama masuk.

Disini aku mengambil jurusan sastra, bersama dengan Pratama aku melangkah kan kaki masuk ke dalam kelas, cukup ramai yang sudah datang, lalu duduk bersebelahan dengan mereka yang biasa ada disekitarku, Gita, Chika, dan Flora. Tiga perempuan ini yang selalu menjadi teman kami, lebih tepatnya empat orang ini yang selalu ada untukku.

"Guys, tadi ada yang kesel," ucap Tama seketika duduk

"Alah basi Tam, ya kan Jar," balas Flora

"Lu cemburu apa gimana si Tam, ngejek Fajar mulu soal Devi," sahut Gita

"Iya tu, jangan-jangan lu juga suka sama Devi?" Chika bergabung pada topik kali ini.

"Woe, trus nggak guna gua cerita tentang Reva selama ini?"

"Siapa tau cuma pengalihan isu, kan?" Chika kembali menjawab

"Hahaha." kami tertawa bersama

Kurang lebih 10 menit kami berbincang, ponselku berdering tanda pesan masuk, setelah membaca cukup seksama, berdiskusi sebentar, aku berdiri dan meminta semua orang yang ada dikelas untuk diam sejenak.

"Makasih semua udah diam, jadi gua habis di chat sama Pak Seno, hari ini nggak ada kelas, langsung pulang aja, bagi kalian yang masih ada kegiatan didalam atau diluar kampus silahkan saja, sekian." ucapku

Aku menghampiri empat orang yang masih duduk menatapku, aku meraih ransel yang tergeletak di lantai, menyambungkan earphone bluetooth ku dan berjalan keluar, satu langkah sebelum keluar aku membalikkan badan.

"Lu masih mau disini?" ucapku, "rapiin kursi sekalian kalo gitu," lanjutku pada Pratama

"Mau sapu sama pel sekalian?" sahut Chika yang sudah merangkul tanganku

"Enak aja, pulang lah," jawab Pratama

"Jar, main ke kedai Kak Senja yuk," ajak Gita

"Bareng gua aja," jawabku

Kami berjalan bersama menuju tempat parkir, Pratama menuju motor japstyle kesayangannya, lalu aku dan Gita menuju mobil yang ku pakai kemari, sedangkan Flora dan Chika berjalan lurus menuju pintu keluar kampus. Setelah masuk, menyalakan mobil aku berjalan pelan menuju pintu keluar, aku terpikirkan Flora dan Chika mengubah arah belok menuju arah mereka, dan bertemu tepat di depan halte.

"Flo, mau bareng apa nggak?" tawarku

"Wahh bolehh, sampe rumah ya, Jar," jawab Flora

"Chik, ayo."

"Kan yang ditawarin Cuma Flora," ucap Chika

"Chik, lama-lama gua bacok lu, ayo buruan," sahutku

"Iye-iye, bestie lu galak banget sih, Git."

"Gua tinggal ni."

Setelah Chika masuk, aku mengantar mereka menuju tempat yang dituju, pemberhentian pertama di sebuah mall, Chika yang pertama turun, lalu menuju rumah Flora yang cukup jauh dari kampus namun dekat jika dari kedai milik Kak Senja.

"Makasih ya, Jar, gua duluan," ucap Flora

"Iya, Flo," jawabku

"Kita lanjut dulu ya, bye-bye," Gita berpamitan

Seperti yang ku bilang, hanya 5 menit untuk sampai kedai. Setelah memarkirkan mobil, aku dan Gita berjalan masuk.

"Mau minum apa, Git?"

"ummm, Orange Dusk aja."

"Oke, ntar gua anter ke meja lu," jawabku

Berjalan masuk ke dalam kamar, meletakkan ransel lalu kembali ke meja bar, menyeduh sesuai pesanan, Orange Dusk, satu shoot espresso yang dipadukan dengan sirup jeruk dan beberapa tambahan simple syrup, setelah pesanan siap, dengan nampan aku mengantarnya pada Gita.

"Nih Git," ucapku lalu pergi

"Mau kemana, sini dulu," sahut Gita

"Bentar, balikin nampan."

"Ya elu sih, nganter ke gua aja pake nampan segala."

"Eh Jar, soal Devi tu lu gimana si?" tanya Gita tepat setelah aku duduk di depannya.

"Maksudnya?"

"Ya lu beneran suka atau cuma biar anak-anak ada bahan candaan aja," ucap Gita, "Ya gua sendiri kan belum pernah liat langsung atau lu cerita langsung gitu," lanjut Gita

"Gua juga bingung Git, dulu gua emang tertarik, tapi lu tau sendiri gua nggak ada effort sama sekali."

"Coba dah ajak dia pergi gitu." Gita memberiku saran

"Gua takut keknya Git, haha," jawabku

"Kenapa?"

"Nggak pede aja, haha," jawabku

"Lu coba dulu aja, Jar," ucap Gita

"Ya besok lah, thanks ya supportnya," jawabku

Aku dan Gita masih mengobrol membahas hal terkait jurusan yang kita ambil, hingga tak terasa sinar jingga mulai menyapa, silau nya terlihat di wajah Gita yang terpantul dari layar laptopnya, setelah memberesi semuanya, aku mengantar Gita menuju rumahnya, kami mengakhiri hari dengan gelap sudah melambai kan tangan bersamaan dengan Gita, bedanya yang satu datang dan yang satu pergi.

DUNIA PARALELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang