Semua bangku ini penuh, hanya tersisa bangku kosong dari seorang lelaki yang duduk di pojok. Sudah kuduga, dia bukan anak popular. Kalau dia popular, dia duduknya di belakang bersama dengan temannya yang lain.
"Gua disini, ya"
"Iya udah" dia bahkan tidak menatap mataku.
Jamet ini sok ganteng juga. Pelajaran dimulai tanpa ada gangguan berarti. Hanya saja, di jam istirahat ini aku membangunkan orang disebelahku ini.
"Woy, udah istirahat. Lu gamau keluar?"
"Ngantuk gua. Sono kalo mau main" katanya.
Bahkan aku belum tahu namanya. Anak ini sombong juga, pantas tidak punya teman.
"Nama gua Zul. Lu siapa?"
"Azzam. Gua tidur dulu ya"
Oh ya udah, malas juga dekati orang begini. Temanku yang lain memberitahu di kantin, kalau Azzam memang punya sifat yang seperti itu dari dulu.
"Emang kenapa dia begitu?" tanyaku.
"Dia begadang mulu, jagain warung" kata Yudha, temanku baruku.
"Ooh ... begitu? Hoaam ... gua juga ngantuk dengernya"
"Yah, entar lu nularin ngantuknya ke yang lain! Cuci muka sono!" celoteh Reza.
Hahaha, begitulah aku mencoba memahami keadaan yang ada.
Cuma di kantin ini, aku melihat perempuan cantik dan alim itu lagi.
"Woy, liatin siapa lu?" kata teman baruku ini yang bernama Fandi. Dia ketua kelasnya.
"Putri kali yang diliatin" dan mereka menertawaiku begitu saja.
Aku sudah merasa kalau hal itu tidak baik-baik saja. Sudah pasti dia perempuan yang sama sekali bukan primadona, namun aku hanya menjaga sikap saja sampai waktu masuk. Itu artinya perempuan jelas bukan bernama Putri. Tapi memang, aku sangat mendekati perempuan berhijap panjang itu. Tapi jelas, aku tidak perlu menanyakan namanya disini. Cuma kutunggu saat absen saja, di jam pelajaran ini.
"Gloria Abigail Tiberia!" sebut guru yang ternyata itu namanya.
Kedengarannya asing juga namanya. Yah, aku tidak bisa melupakan dirinya semenjak itu. Pun, aku ingin sekali berteman dengannya sebelum melangkah lebih jauh. Ya sudah deh, aku hanya bisa memendamnya dalam hati dan pulang bersama Rani. Untuk waktu sore sampai malam, biasanya Rani yang menjaga toko ini bersama Tante Indri. Tapi kali ini ada aku yang membantunya juga.
Aku masih baru di sini. Pokoknya serba kue basah ada, lontong ada, gorengan ada, bisa melayani skala besar atau kecil-kecilan. Silakan dibeli, kebetulan tempat jualannya di tempat yang ramai, pinggir jalan pusat perkotaan. Namun pada malam, Tante Indri ada perlu makanya tinggal aku dan Indri saja berdua.
"Aaah ... capek juga!!!" kataku meregangkan tangan.
"Hari ini lumayan ya!" katanya juga, bersiap untuk menutup toko bersamaku.
Ah, rupanya sudah larut malam ya. Tante Indri belum pulang.
"Lu kenal Gloria?" tanyaku saat membereskan etalase.
"Zul, lu suka sama dia?"
"Enggak sih, penasaran aja. Dia orang pertama yang gua temui pas gua anter kue" kataku.
"Haha, kebetulan banget ya. Katanya mereka ada syukuran dan pesan kue di sini" katanya.
"Lu tahu?"
"Iya, lah. Kan Gloria yang pesan sendiri"
Haaa!!!
"Kapan lu bilangnya?" aku bilang.
"Kapan ya? Ya waktu dia pesan sendiri sama gua. Kan, gua teman dekatnya" katanya.
Aku memang ingin mendekatinya, cuma saja aku jaga gengsi di depan Rani.
"Emang lu kenalan sama Gloria di mana?"
"Satu kepanitiaan pesantren kilat" katanya.
Dia anak yang rajin juga rupanya.
"Oh, jadi begitu? Lu nawarin pas dia lagi ngomong ada acara?"
"Iya. Tutup tuh etalase itu. Jangan lupa!"
Aku ingin tahu banyak tentang Gloria, namun rasanya ada hal yang lebih penting. Maksudku, aku harus berterima kasih banyak karena Tanteku tidak memberitahukan keberadaan bapakku sejauh ini. Cuma semalaman ini, aku tidak bisa melupakan Gloria. Aku akan mengambil langkah dulu!
BERSAMBUNG!!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Tabung Kaca
Teen FictionPengalaman buruknya selama mengamen membuat Zulkifli Hadi tersadar, bahwa masih ada harapan untuk hidup. Diselamatkan dari sekarat, Zul berterima kasih pada tantenya yang membawanya pada hidup yang baru. Tidak disangka, persemaian cinta yang baru di...