"Gloria Abigail Tiberia!" sebut guru yang ternyata itu namanya.
Aaah, sial. Masa aku terus-terusan saja memikrkannya?! Makanya, aku jadi bergadang seperti Azzam! Aku malah jadi kurang tidur dari berangkat dan di kelas ini.
"Hari ini kita bagi kerja kelompok, ya! Silakan tentukan sendiri anggotanya, maksimal tiga orang! Kelompok sebelumnya yang berjumlah lima orang tidak berjalan efektif"
Aaaah! Kerja kelompok?! Padahal aku masih anak baru di sini!
"Fandi, Fandi! Gua ikut kelompok lu dong" aku menawarkan diri.
"Wah, sorry. Kelompok gua udah penuh" kata Fandi.
Kutanya juga itu pada Yudha dan Reza, tapi mereka punya jawaban yang sama. Parahnya, Reza ini dapat kelompok yang cantik-cantik. Ke teman yang lain, mereka juga sudah bilang penuh. Ah, ya sudah deh. Tidak ada pilihan lain.
"Jam, lu kelompok ama gua ya" aku menanyakan jamet ini lagi.
"Ya udah, Jul" dia kucek-kucek mata, baru bangun.
Ampun orang ini! Masih bisa-bisanya tertidur di saat penting seperti ini. Ini anak niat sekolah, tidak sih?! Matanya merah begitu, baik retina maupun korneanya.
"Anggap aja diri lu beruntung karena mau ikut kelompok gua" masih-masih bisanya sombong.
"Serah lu dah" kataku.
Gloria sendiri bahkan sudah punya kelompok dengan perempuan lainnya. Hah, memang tidak semudah kelihatannya berteman itu. Apalagi bagiku yang memang dikhianati temanku sebelumnya. Rasanya aku ingin tidur-tiduran saja seperti Azzam. Apa justru karena aku bermain dengan Azzam, makanya mereka menjauhiku? Kejamnya. Padahal dari awal, aku tidak dapat bangku yang lain. Bahkan, karena lainnya sudah penuh makanya benar-benar kelompokku adalah Azzam dan aku saja!
Buruknya, ini bukan satu mata pelajaran Geografi. Mata pelajaran yang lainpun seperti Agama, Bahasa Inggris, bahkan Ekonomi bahkan juga sama! Nasibku bukan termasuk yang bagus di sini, hanya aku merasa bersyukur bisa sekolah lagi karena mengalami nasib yang lebih buruk dari itu. Ya sudah, biar aku kerjakan tugasku lebih baik dari kalian semua wahai para pemilih-milih teman! Bahkan berdasar undian, kelompokku yang mulai dulu minggu depan untuk bahas Agama.
Sudah kubilang, aku tidak secerdas itu soal Agama!
"Jul, ayo ikut gua" kata Azzam di saat sepulang sekolah.
"Lu mau ke mana? Muka lu jadi seger gitu" iya aneh saja. Kalong ini begitu segar baru di saat-saat pulang sekolah. Cuma saja, memang matanya masih merah.
"Udah, ini buat kepentingan kelompok kita" kata Azzam memanduku ke masjid sekolah.
Dia yang awalnya berjalan lamban, tiba-tiba berjalan cepat sampai aku harus berlari mengejarnya. Sial tubuhku yang rusak karena minuman, jadinya aku tidak bisa lebih dari ini. Azzam dan aku lalu lepas kasut sebelum masuk ke tempat yang suci ini, dan rupanya dia mengajakku menemui suara mengaji yang merdu itu.
"Sambil menunggu, lebih baik kita sholat dulu" kata Azzam.
Dia yang jadi imamnya, karena aku juga tidak yakin dengan bacaanku. Yang penting Aaamiin sudah dianggap baca juga, kan? Maksudku, aku bukan tidak pernah. Hanya jarang.
"Sebenarnya kita mau ngapain?" tanyaku setelah kami selesai ibadah.
"Nungguin Gloria dulu. Bukannya kita mau kerja kelompok?"
"Iya juga, sih. Tumben lu serajin itu" kataku.
"Gua cuma menghemat tenaga gua aja" katanya.
Suara mengaji itu terhenti, dan buru-buru Azzam mengajakku untuk melewati tabir ini.
"Ada apa, Zam? Zul?" tanyanya heran.
Siapa yang tidak heran memangnya, tiba-tiba ada dua jamet yang tembus tabir begini? Maksudku yang satu Jamet, yang satu Julmet.
"Sudah gua bilang dari awal, harusnya Zul buru-buru ngomong ke lu Gloria buat bantuin kerja kelompok agama sebelum Gloria masuk masjid. Tapi dianya yang ngaret. Jadi, gua minta maaf banget atas ketidaknyamanannya"
"Woy, bukannya ini semuanya gara-gara lu? Kok jadi nuduh gua ngaret?!" aku heran sama sekali dengan anak ini.
"Oh jadi begitu? Kalian mau menyontek?" kata Gloria.
"Tentu aja engga. Kita cuma mau belajar dari yang ahli saja. Lagi juga, materi kita beda. Ada waktu, kan lu?" Tanya Azzam.
"Ada sih, besok. Tapi nanti saya tanyakan juga teman yang lain. Kira-kira di mana?" Tanya Gloria.
"Gimana kalo di rumah gua aja?" kata Azzam.
"Emang rumah lu di mana?" tanyaku.
"Nih, gua share loc dulu ya. Sekalian aja kelompok lu ajak" Azzam membuka hapenya dan sebarkan.
"Na'am" kata Gloria setuju.
Setelah disebar, Azzam bilang "Hape lu mana nomornya, Zul?".
"Hape gua ilang dimaling"
"Yah, repot dong. Ya udah, besok gua anterin aja. Gimana?" Tanya Azzam.
"Iya deh, gapapa" kataku.
Di balik matanya merah mengantuk begitu, Azzam sangat percaya diri sekali. Dia bahkan tanpa ragu-ragu menanyakan hal yang lugas dan jelas pada orang yang cantik, utamanya orang yang kusukai. Dia bukan orang sembarangan. Terlepas dari itu, pokoknya aku berterima kasih banyak. Sekarang giliranku bilang sama Tante Indri lalu Rani yang pulang belakangan. Aku tidak sabar menunggu saat-saat seperti ini.
"
KAMU SEDANG MEMBACA
Tabung Kaca
Teen FictionPengalaman buruknya selama mengamen membuat Zulkifli Hadi tersadar, bahwa masih ada harapan untuk hidup. Diselamatkan dari sekarat, Zul berterima kasih pada tantenya yang membawanya pada hidup yang baru. Tidak disangka, persemaian cinta yang baru di...