Sebenarnya, apa yang mereka bicarakan jadinya? Nadia baru menjelaskan pertanyaanku itu saat sepulang sekolah. Dia mengajakku ke perpustakaan untuk bicarakan hal ini. Aku sih, tidak ada masalah sebenarnya. Tapi tumben, dia mengajakku sampai seniat ini di balik tumpukan lemari-lemari buku ini. Kebetulan, perpus ini cenderung sepi dan sedang mendung sehingga aku sedikit canggung.
"Lu ngomong apaan soal Farah?" ah, rupanya dia menanyakan itu.
Aku menjelaskan padanya apa yang memang sebenarnya dikatakan dari pendengaranku. Mulai dari bagaimana dia sebenarnya malas untuk kerja kelompok karena tidak mau diajak Farah yang suka rebut cowok orang, yang sedang menarik perhatian Azzam pada teman-temannya.
"Iya, dia juga ngomong begitu ke gua. Jadi, lu fitnah Farah kalo dia ngomongin gua dibalik teman-teman gua, gitu?" kok ceritanya jadi berubah.
"Enggak, Nad. Dia itu yang menghina lu?! Kok jadi gua yang dituduh nyebar gossip begitu? Bahkan, sebenarnya gua mau ngomongin ini ke lu lebih awal. Tapi sayang, gua belum dapat kesempatan itu"
Dia mengerutkan dahinya, menggebrak lantai dan membuat kami ditegur oleh petugas perpus.
"Enggak, maksud lu itu biar gua musuhan sama Farah, kan?! Emangnya lu siapa, kenal juga engga?! Dia itu temen masa kecil gua, dari gua SD! Ga mungkin dia ngomong gitu ke gua! Coba gini aja, deh. Lu mau apa dari gua sebenarnya?!"
"Ya emangnya apa? Gua ... Cuma mau ngomong apa yang terjadi aja ke lu" aaah! Malah aku yang diseret masalah seperti ini.
Oke, kalau itu yang dia mau.
"Terserah lu mau percaya ama gua. Cuma, gua bilangin sama lu. Pokoknya, lu jangan nyesel aja ngomong begitu ke gua. Tapi gua serius sama omongan gua. Gua ga salah dengar"
"Mana buktinya?"
Ah iya juga. Pun, kalau aku rekam , suaranya juga tidak akan sampai padanya. Apa ini maksudnya, mengapa Azzam dan Rani memperingatkanku untuk tidak ikut-ikut masalah pribadi orang? Aaah! Rasanya menyebalkan sekali!!! Padahal Farah yang salah, sekarang malah Nadia memusuhiku.
"Nanti lu dapat buktinya, selama Farah masih sama lu" dan aku meninggalkan dia sama sekali.
Aku tidak habis pikir. Untuk apa aku repot-repot menolongnya?! Memangnya dia siapaku? Bahkan dia tidak menganggapku teman. Malah dia begitu. Aku jalan cepat, begitu cepat. Entah apa yang akan dia katakan pada Farah atau lainnya, termasuk Gloria.
BRUKKK!!!
"Jalan hati-hati dong, eh?" Azzam yang kutubruk.
"Awas, gua mau pulang!"
"Minta maaf, kek. Nyelonong aja, gak sopan!" Azzam tetap melanjutkan jalannya dengan santai.
Oh iya, "Azzam!"
Dia menghentikan jalannya, menatapku dengan mata mengantuknya seperti biasa.
"Lu abis dari mana? Dikejar-kejar setan?"
"Emang! Benar-benar setan itu si Farah!" jawabku kesal.
"Aaah? Belum selesai masalahnya?"
"Belum, lah! Dia sekarang malah bilang ke Nadia kalo gua yang malah fitnah si Farah"
"Sudah kuduga, Zul" katanya singkat.
"Ya kalo begitu, kenapa lu enggak ngomong dari awal dong?!"
Aku menghalangi jalannya, berharap dia mau mengerti.
"Habis gimana ya? Gua mau ngomong waktu itu, udah ada Farah. Lagian, kalo gua ngomong sekarang, udah terlambat. Terus, gua nggak mau diandelin buat masalah apapun. Tugas sekolah udah terlalu banyak buat gua" kata Azzam.
"Tugas sekolah! Tugas sekolah! Temen lu difitnah, lu diam aja. Mau sampai kapan lu begitu terus?" kataku sampai mendorongnya.
Diapun tidak membalas apapun, bahkan sampai parkiran tidak jauh dari sekolah ini.
"Udah, gua mau pulang. Minggir" kata Azzam.
"Woy! Lu gak ada kasihan sama si Nadia?! Dia kemakan fitnahnya Farah, loh! Kan, lu temennya juga! Lu biarin aja dia begitu?!"
Azzam menyalakan motornya, dan langsung pergi meninggalkanku. Argh ... pada akhirnya, di tengah keramaian ini lagipun ... aku kembali sendirian. Aku tidak paham sama sekali, mengapa mereka begitu saja meninggalkan temannya yang sedang difitnah! Kurang ajar!!! Aku bahkan tidak bisa melupakan pikiranku ini, betapa kejamnya bukan untuk Farah, tetapi temanku juga! Bahkan Rani sendiripun juga tidak mau peduli. Malah aku yang sendirian, difitnah begini!
-=-=-=-=-=-=-
Di masjid sekolah ini, aku hanya bingung. Mengapa banyak sekali teman-temanku sangat antipati dengan keadaan sekitar? Maksudku, aku tahu mereka sibuk. Tetapi, mengapa mereka tidak tolong menolong disaat-saat begini? Ah, benar juga. Dunia memang kejam. Aku bahkan tidak paham jalan pikiran mereka, sekalipun itu Rani. Bahkan Tante juga yang memperingatiku agar tidak membahas itu lagi, begitu aku selesai ceritakan.
Di tempat yang ramai ini, aku sangat merasakan kesepian.
"Akhir-akhir ini, Zul sering ke masjid ya"
Gloria menyadariku di pintu depan masjid di waktu istirahat.
"Ah, iya Gloria. Saya cuma ingin diberikan petunjuk. Di sini sepi sekali ..."
"Ah, tidak juga. Tempatnya ramai juga kok" katanya.
"Ria, gua pengen mau ngomong sesua---" ah, rupanya dia pergi dan langsung sembahyang dhuha.
Bahkan, aku tidak diberikan waktu buat bicara. Mungkin, aku harus dhuha dulu sebelum kembali bicara padanya.
"Zul, ada apa? Kamu ... serem banget ..." dia menyadariku berada di depannya, yang sedang mengikat kasutnya di batas suci.
"Maaf, gua boleh bicara sama lu enggak?"
"Boleh"
Masih di tempat yang sama, aku malah jadi canggung. Maksudku, aku juga tidak mau merusak suasananya. Aku harus bicara yang lain saja deh.
"Waktu itu katanya lu suka jazz, dan mau tampil pas Pesantren Kilat. Gua Cuma penasaran, maksud konsep acaranya gimana ya?" aah, mengapa jadi bicarakan hal ini?!
"Tidak banyak. Kebetulan, kami juga kekurangan anggota. Zul bisa main gitar?"
"Bisa sih, tapi gua lagi ga pengen main sekarang"
"Eh, kenapa?" dia heran.
Malah jadi ke sini, dong?
"Gua ga punya gitar lagi. Temen gua colong semua barang-barang gua. Dompet, hape, gitar. Semuanya, dulu waktu gua ngamen" kataku.
"Sayang sekali, ya. Bagaimana kalau pinjam ke Azzam aja?" tanya Gloria.
"Jangan, deh. Nanti repot balikinnya"
"Tapi Zul mau main pas nanti, kan?"
Jadi ditawarkan begini. Apa karena aku membahas soal Pesantren Kilat jadi dia menganggapku tertarik untuk ikut?
"Bisa aja, sih sebenarnya" ya sudah deh, aku juga bosan lama-lama bahas Nadia terus.
"Syukurlah, kebetulan kita lagi kurang orang buat mainnya" kata Gloria.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tabung Kaca
Teen FictionPengalaman buruknya selama mengamen membuat Zulkifli Hadi tersadar, bahwa masih ada harapan untuk hidup. Diselamatkan dari sekarat, Zul berterima kasih pada tantenya yang membawanya pada hidup yang baru. Tidak disangka, persemaian cinta yang baru di...