Aku dan Diriku

31 5 2
                                    

Rembulan tengah ceria dikelilingi para bintang. Kegelepan malam ini seolah menjadi cermin perasaan. Hembusan angin membawa suara-suara khas malam.

"Seandainya aku pergi dari dunia ini, adakah mata yang berlinang karenanya? Adakah rasa yang pilu menyesali tawanya?"

Rambut basah kuyup. Badan berlumur lumpur yang bau menyengat hirupan udara. Memar di sekitar pelipis dan biwir bawah dengan darah yang mengering. Pakaian yang sobek bekas sayatan.
Ashlan, seorang penikmat sabar. Setelah tadi sore ia menerima surprise Bulian temannya. Kini ia tengah berdiri menatap jauh kebawah tempat pijakannya. Terlihat bayang rembulan di atas aliran sungai yang besar dengan arus yang agak deras. Kerikil yang terlempar membutuhkan waktu 5 detik untuk dapat menyentuh bayangan rembulan itu.

_suara panggilan handpone_
Menyeru keheningan dalam kesendiriannya.

Ashlan menatap layar handphonenya. My mom
Memanggil....

Lalu berhenti dengan tulisan 7 panggilan tak terjawab.

Terlintas 23.00 dilayar handphone Ashlan.

"Hmmmmmm.....". Gumam panjang Ashlan.

Ia belum berani pulang kerumah. Keadaannya saat ini membuat ia tertekan. Gelisah entah harus apa yang ia lakukan. Jangan berfikir untuk menghentikan detak jantung. Ashlan hanya lelah, ia tak menyerah. Rasa sabar masih mayoritas pada langit malam perasaannya.

"Aku bukanlah diriku. Diriku adalah pemberani. Ia mampu mengikis sayat ejekan. Ia bisa membasuh luka deraan. Aku bukanlah diriku. Aku lemah saat hanya berdiri ketika lumpur membasuh tubuh. Aku lemah saat lemparan telur busuk mengenai pelipis. Aku lemah saat bogem mentah mendarat di bibirku. Aku lemah saat tangan-tangan itu mempermainkanku hingga sobek pakaianku. Aku lemah karena aku sabar dan diam. Tapi diriku pemberani. Ia berani diam ketika sesuatu menghina aku. Menyakiti aku. Mengolok-olok aku. Diriku... Siapa diriku... Engkau begitu egois membiarkan aku..."

Perasaan berkecamuk dalam fikirannya. Hatinya bergemuruh berperang antara sabar dan dendam.

"Klik..."
Sebuah chat masuk di whatsapp handphonenya.

Julian :
Dimana lu bro?
Gw tadi ke rumah lu...
Kata ibu lu, lu belum pulang

Ashlan hanya membacanya, lalu ia kembali mematikan handphonenya.
Ia lemparkan handphone itu dengan sekuat tenaganya.

"GW UDAH SABAAARRRRR AAAARRKKKHHHHH...."
Teriak Ashlan memecah keheningan malam. Suaranya mengintimidasi suara-suara penghuni kegelapan.

Ia lalu duduk. Kakinya melambai kepada sang sungai. Seakan mengatakan, "bujuk ia agar tak melompat!".

Fajar semakin mendekat. Dingin pun mulai menyelimuti keheningan.
Ashlan perlahan berdiri. Ia melangkah tertatih meninggalkan tempat istimewanya. Tempat yang selalu menemaninya setiap malam dalam rintihan luka.

***

"Ctrek"
Perlahan Ashlan membuka jendela rumah dari luar.
Ia tak berani melewati pintu depan untuk menuju kamarnya.
Ia melangkah perlahan agar tak terdengar suara jejak kaki yang mungkin bisa membangunkan tidur nyenyak ibunya.

Setibanya dikamar ia lemparkan tas sekolahnya. Ia nyalakan lampu kamarnya. Ia menatap dirinya dalam cermin.

"Besok diriku harus menjadi aku. Takan kubiarkan aku tersiksa lagi"

_ _ _ _ _

Sedikit cerita pengantar tentang diri Ashlan.

Sirius belum nampak sama sekali

Seperti apa Ashlan sebenarnya.

Kesabaran apa yang dimaksudkan dengan hanya diam????

Next part

My SIRIUS [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang