01. Hujan

19 2 0
                                    

Pagi itu terasa sangat cerah dengan kicauan burung yang saling bersautan satu sama lain, orang-orang pasti akan merasa harinya akan secerah hari itu dan berharap akan ada keberutungan yang menghampiri. Namun disebuah kamar yang cukup besar seorang gadis berusia 19 tahun berdiri dibalik jendela kamarnya menatap sayu langit biru itu seperti orang yang hidup tanpa harapan namanya Alesya. "Jadi burung pasti rasanya bahagia, hidupnya bebas tanpa harus berfikir besok masih hidup atau tidak."

Dengan segenap hati Alesya keluar dari kamarnya menuju arah dapur untuk menyantap sarapan pagi itu, terlihat kedua orang tua-nya yang masing-masing sibuk dengan ponsel dan laptop yang ada di atas meja makan itu. Pemandangan yang ia liat setiap hari itu membuatnya muak, tidak ada ucapan selamat pagi atau kecupan manis yang selalu diharapannya setiap hari.

Tidak ada cerita hangat yang menemaninya sembari menyantap sepotong roti yang beroleskan selai strawberry, hanya ada suara ketikan keyboard yang berasal dari laptop sang ayah dan suara sang ibu yang sibuk menelpon seseorang yang tak lain dan tak bukan adalah atasan sang ibu.

Reviano ayah Alesya adalah seorang pria yang gila kerja sedangkan Freya ibu Alesya adalah seorang wanita karir yang sedang mengejar mimpinya. Sebenarnya Alesya sudah muak dengan semua ini, tidak ada perhatian yang pernah dia dapatkan. "Mama sama Papa bisa nggak sih tanya kabar aku sekali aja" ingin sekali dia mengatakan itu namun diurungkannya. Alesya pergi meninggalkan meja makan dan bersiap untuk berangkat ke kampusnya.

Motor matic dengan perpaduan warna putih dan hitam itu berjalan ditengah keheningan yang ada, ia sengaja memilih jalan yang agak sepi karena Alesya tidak terlalu menyukai keramaian. Jika kalian mengira Alesya adalah seorang introvert kalian salah besar. Dia hanya menyukai hal yang tidak terlalu bising namun ia juga tidak suka sendirian karena menurutnya itu hal yang menakutkan.

Alesya dikenal sebagai gadis yang ceria diantara teman sekampusnya dengan tingkahnya yang dipenuhi kekonyolan itu membuatnya cukup disukai banyak orang. Namun diantara banyaknya teman itu tidak ada yang pernah sekalipun mengajaknya bermain bersama diluar dari jam kampus, bagaikan sebuah film ia hanyalah sebuah pemeran figuran yang dibutuhkan disaat tertentu saja. Jika dilihat ia memiliki banyak teman hanya saja ia tidak masuk kedalam hal yang bernama circle itu. Sangat ironis tapi itulah adanya.

Persetan dengan yang namanya circle, kenapa kalian membuat lingkaran setan itu? Karena kalian orang yang tidak memiliki teman semakin merasakan kesepian dalam hidupnya. Namun itu sudah menjadi hal yang lazim di dunia ini jadi mau kamu jungkir balik pun itu akan tetap ada.

Selesai kelas pada mata kuliah siang itu Alesha tidak langsung pulang melainkan dia berencana ke sebuah taman untuk mencari sebuah ketenangan, sebelum itu ia pergi ke sebuah cafe yang tak jauh dari kampusnya. "Mas, biasa ya yang grande Affogato with ice cream." Usai memesan Alesya langsung membayar dan menunggu pesanannya dibangku yang tidak jauh dari meja barista berada.

Di taman Alesya mencari tempat yang teduh agar sinar matahari yang cukup terik siang itu tidak membakar kulitnya. Ia duduk di bawah pohon rindang sembari meminum kopi yang tadi ia beli beberapa saat yang lalu. Menikmati segelas kopi yang terasa manis dan juga dingin karena terdapat es krim vanilla didalamnya, sangat cocok dinikmati saat cuaca seperti ini. "Kalau hidup semanis minuman ini apa aku bakal bahagia?" tanyanya pada diri sendiri sambil tersenyum miris. Terkadang ia merasa kasihan pada dirinya sendiri.

Alesya mengeluarkan sebuah buku notebook dan sebuah bolpoin bertinta biru dari dalam tasnya. Dengan tenang ia menggerakkan bolpoin dengan jari-jari lentiknya untuk mencoret-coret buku notebook itu dengan sebuah tulisan-tulisan yang menjadikan kata demi kata itu hingga menjadi sebuah kalimat. Jika kalian bertanya apa yang ditulisnya, dia menulis semua cerita yang menceritakan tentang seorang gadis muda yang merasa kesepian. Kenapa ditulis tangan? Kenapa nggak langsung diketik aja? Jika kalian menanyakan hal itu jawabannya sangat sederhana. Karena dia menyukai tulisan tangannya.

Terkadang dia menuliskannya dilaptop hanya saja dia lebih suka menuliskannya langsung dibuku. Hujan tiba-tiba turun membasahi kota saat itu dengan cepat Alesya mencari tempat berteduh, ia berteduh disebuah gazebo tak jauh dari tempatnya duduk tadi. Hujan membuat pikirannya yang kacau menjadi lebih tenang. Jika hujan adalah sebuah lagu maka itu akan menjadi lagu favorit Alesya yang akan terus ia putar dikala pikirannya sedang kacau.

Mungkin suara hujan diciptakan Tuhan untuk menjadi obat penenang bagi sebagian orang dan mungkin juga hujan diciptakan untuk mengeluarkan semua emosi dan rasa sakit yang selama ini disembunyikan banyak orang. Menangis dibalik derasnya hujan yang turun untuk menutupi tetesan air mata juga terkadang menjadi alasan banyak orang menyukai hujan.

Alesya terus memperhatikan hujan yang turun itu dalam damai sesekali mengulurkan tangannya untuk menadah air hujan yang turun. Hujan yang semakin deras seakan seperti Tuhan yang sedang menangis melihat hambanya yang terus terusan merasa sakit dan sedih. Tak terasa air mata yang ia bendung sejak tadi mengalir membasahi pipinya.

"Kakak cantik nangis, ya?" tanya seorang gadis kecil yang entah sejak kapan ada disana.

"Eh? Nggak kok, keknya ini air hujannya lompat ke mata kakak." Elaknya.

"Air hujannya nakal ya kak lompat-lompat basahin mata kakak cantik." Ucapnya polos.

"Hahahaha, iya nakal banget nih."

"Eh, nama kamu siapa?" tanya Alesya.

"Nama aku Alice kak, nama kakak cantik siapa?"

"Nama kakak Alesya."

Percakapan itu terus berlanjut hingga tak terasa cukup lama mereka mengobrol dan hujan juga mulai memberhentikan tetesannya. Percakapan mereka terpotong saat ada seorang wanita paruh baya berumur 50 tahun memanggil nama Alice untuk menyuruhnya segera pulang. Dengan manisnya Alice berpamitan pada Alesya. "Dadah kakak cantik. Nanti kita ketemu lagi, ya." Sebuah kalimat manis yang menghangatkan hatinya.

"Alice kecil yang manis." Ucapnya tersenyum.

Alesya juga bergegas pulang ke rumah karena hari sudah semakin sore.

Di rumah sama seperti biasanya, tidak ada orang yang menyambut kepulangannya. Reviano dan Freya memang belum pulang, biasanya mereka masih sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Mungkin malam mereka akan pulang saat Alesya sudah terlelap atau bahkan mereka tidak pulang sama sekali. Alesya sering berfikir bahkan lebih baik jika Reviano dan Freya tidak memilikinya karena keadaan tetap akan sama dengan atau tanpanya.

Malam ini hujan kembali turun membasahi kota, Alesya melihat keluar jendela menarik nafasnya dalam dan menghembuskannya kasar berharap hujan dan angin malam membawa pergi semua perasaannya yang sedang campur aduk itu. Hujan malam itu menjadi lagu pengantar tidur bagi Alesya, membuatnya dapat tertidur tenang melupakan semua lelah setelah seharian ini menjalani hidup.

Tidak lupa sebelum tidur Alesya berdoa untuk mengucapkan terimakasih kepada Tuhan atas hidup yang telah diberikan-NYA walau sebenarnya dia tidak berharap dilahirkan ke dunia. Dan Alesya juga berdoa agar hari esok bisa sedikit lebih baik dari hari sebelumnya, ia tak menaruh banyak harapan pada doanya, cukup tau bahwa Tuhan sudah mendengarkan doanya saja dia sudah merasa lebih baik. Karena dia tau Tuhan itu maha mendengar doa setiap hamba-NYA.

°Alesya's Story°Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang