Bukan.
Bukan dia.
James yang ku inginkan, bukan dia.
Aku nggak fokus dengan apa yang terjadi saat ini. Ragaku di sini, tapi pikiranku ntah dimana.
Di depanku, seorang partner kerja, laki-laki berumur 30an, bernama tengah James, sedang duduk menyambut kedatanganku. Kami berbicara soal bisnis dan hal-hal seperti sponsor, kompotitor, iklan dan rencana menu baru.
Aku tersenyum kecil, merasa hilang di antara pembicaraan ini.
Dia orang kedua yang ku harap sebagai jawaban siapa James sebenarnya (yang pertama adalah Jhonson). Tapi, biarpun namanya benar-benar James, aku tau, bukan dia orangnya.
Dia bukan orang yang ku cari.
Waktu berlalu begitu lama sampai pertemuan ini berakhir dan kami mengucapkan salam perpisahan, dimana Mr. James mengantarku dengan sopan sampai ke pintu.
Aku menghela napas.
"Kamu kelihatan nggak nyaman," kata Kangjoon-Oppa.
"Memang," jawabku jujur dengan senyum kecil.
"Pasti bukan dia, kan?"
Aku mengangguk.
Kangjoon-Oppa menghela napas, memahami situasi ini. Ah, untung saja sejak tadi dia berada di sisiku, aku jadi bisa menutupi raut wajahku dengan sangat baik.
Tapi tetap saja, kekecewaan ini membuatku lelah. Sejak pagi, aku berpikir bahwa aku akan segera menemukannya. Tapi ternyata tidak. Aku gagal. Aku menatap langit yang kini mendung, warnanya terlalu kelabu, seolah-olah mewakili isi hatiku.
"Kita masih punya beberapa kandidat James lainnya, jangan menyerah begitu," kata Kangjoon-Oppa menyadarkan lamunanku dengan tangannya yang dingin.
Aku tersenyum lagi, kemudian mengangguk.
Benar.
Terlalu mudah untuk menyerah.
"Hm, sepertinya aku harus pergi.Ada beberapa berkas yang harus ku ambil di kantor," Kangjoon Oppa menatap jam tangannya sebentar. "Kamu pulanglah duluan, nanti aku menyusul,"
"Kita bisa pergi bersama,"
"Sebentar lagi hujan,"
Kami kompak menoleh pada cuaca yang tampak dari dinding kaca. Sepertinya, warna langit jadi lebih kelabu ketimbang beberapa saat tadi.
Kangjoon-Oppa menatapku, seolah berkata 'benar kan?'
"Baiklah," jawabku singkat.
Dia lalu mengantarku sampai di mobil, memintaku untuk menunggu kabar darinya di rumah. Aku bisa menikmati coklat panas selagi menunggu.
Aku menatap kepergian Kangjoon-Oppa yang sekarang berlari-lari kecil menuju mobil lain. Punggungnya tampak lelah, aku jadi merasa bersalah. Sepertinya perjalanan ini nggak akan mudah, tapi dia nggak mengeluh sama sekali.
Hujan menjadi sangat lebat saat aku sedang memikirkan pertemuan tadi. Kenapa ya, aku bisa langsung tau kalau Mr. James itu bukan James yang aku cari. Padahal, ingat mukanya saja tidak. Yang ku ingat hanya perasaan saat mengingat nama itu. Perasaan yang hangat dan familiar. Aku tidak menemukannya pada Mr. James, dan itu sangat aneh. Bukan berarti aku ingin 'orang itu' adalah Mr. James, tapi ku pikir, aku nggak punya kandidat James yang kuat selain dia. Iya kan?
Aku menghela napas.
Bodoh sekali.
Memangnya, perasaan yang hangat dan familiar itu asalnya darimana sih?
KAMU SEDANG MEMBACA
Finding James | Na Jaemin [✓]
Fanfica side story. You should read "Finding Lily" first.