- Masa lalu -

6 0 0
                                    

*** H A P P Y ***
R E A D I N G !!!



Nathan melajukan motornya ke alamat yang disebutkan Tsanaya. Di sepanjang perjalanan gadis itu hanya diam. Entah apa yang dipikirkannya. Nathan tak mengerti.

Saat sampai pun, gadis itu hanya mengucapkan terima kasih dan melenggang masuk. Tak seperti tadi yang nyerocos tanpa henti. Secepat itu perubahan mood cewek.

Nathan bahkan baru menyadari ada memar di kedua pipi gadis itu. Apa mungkin karena kena pukul?

Nathan melupakan sesuatu. Ia belum menanyakan siapa nama gadis itu. Segera turun dan bertanya pada seorang penjaga.

"Maaf pak, mau tanya. Nona yang barusan masuk namanya siapa ya?"

Pengawal tersebut memicingkan mata, penuh selidik.

"Kenapa nggak tanya orangnya sendiri tadi kalo belum tau namanya? Kan kamu yang antar nona muda kami," ucap pengawal itu tak bersahabat.

"Masalahnya ...."

Belum selesai Nathan berbicara, sebuah mobil keluar dari gerbang. Lelaki itu tanpa pikir panjang segera menuju motornya dan mengikuti diam-diam.

Mobil itu berhenti di pinggir jalan. Empat gadis turun. Salah satunya adalah yang tadi menolongnya.

Nathan berdiam diri di motornya sembari memperhatikan gerak-gerik mereka.

Terlihat empat gadis itu akan menyebrang. Namun, tiba-tiba ada motor melaju kencang dari arah berlawanan.

"Naya! Awas!" Terdengar teriakan salah satu dari mereka kepada gadis yang tadi membantunya. Setelah keadaan cukup kondusif, mereka kembali menyebrang.

Nathan tersenyum di tempatnya. "Naya. Nama lo bagus juga."

Setelahnya lelaki itu kembali menancap gas meninggalkan keempat gadis itu.

***

Tania menatap kosong ke luar jendela kamarnya. Kakinya masih sakit jika digunakan untuk berjalan.

"Sorry, Nay. Gue gak bisa bantu apa-apa," gumamnya dalam sepi.

Getar ponsel dengan nada dering khusus yang ia setting untuk mempermudah mengetahui siapa penelponnya terdengar. Tanpa melihat layar ponselnya pun, Tania tahu jika yang menelpon adalah Galaksi.

"Halo, Gal."

Terdengar embusan napas lega di seberang. "Halo, Tan. Gue pikir lo marah sama gue setelah kejadian tadi. Gimana keadaan lo?"

Tania tersenyum tanpa sadar. "Gue baik-baik aja. Naya anter gue sampe rumah, lo udah nyampe rumah? Langsung pulang?"

"Nggak, gue masih di basecamp anak-anak Alaska. Kalo gitu, lo istirahat aja. Besok gue buatin surat izin. Lo nggak usah masuk."

"Tapi ...."

"Udah, pokoknya nurut sama gue. Bye Tania."

Tut!

Tania rasanya ingin melompat saat itu juga jika tak ingat bahwa kakinya masih sakit. Perhatian Galaksi yang seperti ini yang membuat Tania semakin jatuh hati.

Tania bangkit, berniat untuk mengisi gelas minumnya yang kosong. Takutnya nanti malam ia tiba-tiba terbangun dan merasa haus.

Dengan mengenakan bantuan tongkat kruk, ia berjalan perlahan menuruni tangga. Saat melewati kamar tamu, langkah Tania terhenti. Ia mendengar suara keributan.

"Cukup atas perlakuanmu pada putriku, Sha! Naya nggak salah!" teriak papanya. Entah sejak kapan lelaki itu datang. Kenapa tidak mencari Tania.

Ah, bukan itu yang terpenting sekarang. Tania bersembunyi di balik tembok berusaha mendengarkan pembicaraan kedua orang tuanya.

"Apa? Putriku hanya satu! Tania Eldira!" teriak Mamanya tak mau kalah.

"Cukup! Anak hasil perselingkuhanmu, bukan anakku! Kau klaim mereka kembar saat kecil. Aku tak pernah keberatan jika Tania menganggapku ayahnya, tetapi dengan kamu yang sekarang membenci Naya dan mengklaim putrimu hanya anak hasil hubungan gelapmu dengan Dion, maka aku takkan diam saja, Natasha!"

Deg!

Jantung Tania terasa berhenti berdetak. Ia bahkan harus menggunakan kedua tangannya untuk memegang gelas minumnta agar tidak jatuh.

Otaknya terus berputar, berusaha mencerna apa yang papanya katakan.

"Aku tidak pernah mencintaimu! Aku mencintai Dion! Kau tahu itu, tapi kau hancurkan mimpi kami. Kamu meminta perjodohan denganku! Kehadiran Naya hanyalah hasil kebodohanku! Putriku hanya Tania Eldira! Putriku dengan Dion. Kami melakukannya atas dasar cinta!"

Tania membungkam mulutnya. Secepat kilat ia berbalik kembali ke kamarnya. Persetan dengan gelasnya yang masih kosong.

Tania menutup pintu dengan kasar. Kemudian duduk di tepi ranjang. Air matanya sudah lolos entah sejak kapan.

"Jadi bener, gue sama Naya nggak kembar? Gue pikir karena umur kita hampir sama dan mama bilang kita kembar itu memang sebuah kebenaran. Meskipun gue tau, gue sama dia nggak ada kemiripan selayaknya saudara kembar."

Tania menatap nanar sebuah pigura yang tertempel di tembok kamarnya. Foto masa kecilnya bersama Naya.

"Jadi, gue selama ini cuma anak selingkuhan yang ngehancurin kehidupan pemeran utamanya? Gue udah hancurin kebahagiaan Naya. Membuat keluarganya nggak utuh. Itu semua salah gue? Gue buat Naya dibenci sama mamanya sendiri." Tania semakin terisak.

"Gue nggak pantes buat hidup! Aaarrrgggghhhhh!"

***

"Naya, kapan lo ajak kembaran lo ketemu sama kita?" tanya Bianca. Gadis itu tengah duduk di meja rias Tsanaya sembari membersihkan make upnya.

"Nggak bisa secepatnya. Kaki Tania masih sakit."

Bella dan Amora sedang makan di lantai bawah. Sedang Tsanaya menemani Bianca. Gadis cerewet yang penakut parah itu akan merengek jika sendirian.

"Kenapa?"

Mendengar pertanyaan Bianca, mengingatkan Tsanaya pada Galaksi. Lelaki yang membuat kembarannya celaka.

"Gegara si cunguk yang jatohin Tania naik motor buluknya!" dengkus Tsanaya kesal.

"Siapa?"

"Adalah, besok lo juga tau kalo udah sekolah."

Benar saja. Keesokan harinya, saat ketiga temannya masuk sekolah. Mereka langsung bertemu Galaksi di parkiran.

"Mana kembaran gue?" tanya Tsanaya ketus pada Galaksi. Lelaki itu mengembuskan napas kasar. Gadis yang katanya kembarannya Tania itu memang tak ada mirip-miripnya.

"Nggak masuk."

Tsanaya menarik kerah baju Galaksi dengan kesal membuat seluruh pasang mata yang ada di sana membulat sempurna. Termasuk Bella, Bianca dan Amora.

"Semua gara-gara lo!" teriak Tsanaya. Gadis yang biasanya pandai mengontrol diri itu tiba-tiba saja menjadi lepas kendali saat melihat Galaksi.

Bella menarik tangan Tsanaya, dengan sekali sentak cengkraman itu terlepas.

"Udah, Nay. Tenang! Ini masih pagi, jangan emosi gitu."

Galaksi menatap Tsanaya dan tersenyum. "Lo jago berantem juga, Nay. Masuk geng gue!" ucapnya dengan percaya diri. Dari nadanya tidak seperti penawaran, tetapi perintah.

Tawa Tsanaya pecah. "Geng? Maksud lo geng osis? Sorry, gue gak minat!"

Tsanaya mengangkat tangan dan memberi kode kepada teman-temannya untuk melanjutkan langkah, tetapi cekalan di tangan menghentikannya.

"Geng motor! Tiga kali kita ketemu dan dua kali lo hampir mukulin gue. Gue pikir kalo lo masuk geng motor gue. Lo bisa jadi queen." Setelah mengucapkannya, Galaksi tersenyum sinis dan melangkah pergi.

Tangan Tsanaya mengepal. Ini namanya penghinaan. Lelaki itu mau menunjukkan kalo ia anak geng motor rupanya.

"Shit! Mimpi apa Tania sampe suka sama cowok sialan kayak dia!"


***
Hai 🦋
Maaf makin gajelas🧡
Semoga suka🦋
Jangan lupa follow dan masukin readinglist biar nggak ketinggalan notif dr aku🧡

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 16, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Dia TsanayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang