2 jam sebelumnya...
Suasana pesta resepsi yang masih dipersiapkan begitu kentara saat aku tiba di kediaman Wilson. Beberapa pelayan terlihat menaruh puluhan pot bunga mawar putih besar di sepenjuru halaman dan dekorasi lainnya yang menghiasi kursi dan meja bundar yang berjejer untuk para tamu undangan. Mereka bergerak dengan cepat dan efektif, dikejar oleh waktu untuk menyelesaikan tahap akhirnya.
Ini pertama kalinya aku mendatangi rumah Carol—sebuah rumah megah bergaya semi modern dengan halaman luas—di mana banyak sekali tanaman hias dan bunga yang membuatku tahu bahwa ia bukan orang kaya biasa. Aku memutar tubuh 360 derajat hanya untuk memandangi sekelilingku dengan penuh takjub. Terang saja karena aku belum pernah melihat yang seperti ini dengan mata kepalaku sendiri.
Saat aku masuk, seorang pelayan membungkuk untuk memberi salam dan berlalu secara terburu-buru menuju lorong panjang di sebelah kiri. Aku merogoh ponsel di dalam tasku karena aku tidak tahu harus ke mana. Carol yang memintaku secara eksklusif untuk datang ke rumahnya dan membantunya bersiap-siap sebelum kami pergi ke gereja di mana proses pemberkatannya akan berlangsung, jadi aku mencoba menghubunginya.
Tidak diangkat.
Dan sekarang aku kebingungan seperti bocah yang tersesat, terang saja rumah ini mungkin 10 kali lipat lebih luas dari tempat tinggalku. Lantas ketika pelayan lainnya muncul, aku cepat-cepat memanggilnya sebelum ia melesat pergi. "Permisi, apa kau tahu di mana ruangan pengantin wanitanya?"
"Maaf, anda siapa?"
"Aku Kate. Carol memintaku untuk membantunya bersiap-siap."
"Oh, Nona Kate. Nona Carol sudah menunggumu di kamarnya. Letaknya ada di lantai dua, lorong sebelah kiri, kamar kedua di kanan."
"Oke, terima kasih." Kataku antusias, mengulas senyum padanya kemudian bergegas menuju ruangan yang ia sebutkan. Ketika aku berkata bahwa rumah ini sangat besar, itu tidaklah berlebihan. Aku sampai menghitung langkah kakiku sangking panjangnya lorong yang ada di lantai dua. Saat itu berlangsung, seorang pria paruh baya berperawakan tinggi dan gagah dalam balutan jas hitam muncul dikawal oleh dua orang di belakangnya, membuatku berhenti sejenak memperhatikan mereka yang berjalan melewatiku.
Akhirnya, aku menemukan pintu kamar kedua di sebelah kanan, kemudian aku mengetuknya.
"Siapa?!" teriak seseorang dari dalam sana.
"Ini aku, Kate."
Detik itu juga pintu terbuka dan sebuah tangan tiba-tiba saja menarikku masuk. Aku terkesiap.
"Syukurlah, kau akhirnya datang." Nada suaranya terdengar cemas dan ia langsung menutup pintunya kembali, tidak lupa dia juga menguncinya.
"Wow, Carol, kau nampak luar biasa."
"Terima kasih."
"Maaf aku terlambat, jalanan sedikit macet dan aku nyaris bangun kesiangan pagi ini. Penerbangan yang memakan waktu hampir 11 jam membuatku kelelahan, kuharap kau memakluminya." Jelasku seraya mengedarkan pandangan ke sekeliling kamarnya yang luas bergaya Victoria dengan sentuhan modern. Anehnya, tidak ada orang lain yang membantunya di sini. Di mana para pelayannya? Makeup Artist-nya?
"Tidak apa-apa. Hey, bisa kau membantuku?"
Saat aku berbalik, kulihat Caroline Wilson sedang bersusah payah menurunkan resleting gaun pernikahannya.
"Apa ada yang salah dengan gaunnya?" dia menoleh, tatapannya melebar dan turun ke bawah seakan sedang memikirkan sesuatu.
"Oke, dengarkan aku. Kate, aku memintamu datang pagi-pagi sekali karena aku membutuhkan bantuanmu."
KAMU SEDANG MEMBACA
ELOPE
General FictionAlunan musik pernikahan dimainkan. Seluruh tamu undangan sontak berdiri menyambut mempelai wanita yang melangkahkan kakinya di atas altar. Suasana megah dan sakral menjadi saksi dua sejoli yang sebentar lagi akan disatukan atas nama cinta. Di ujung...