Chapter 3 : Rumah Tempat Bertengkar?

27 18 136
                                    

Selamat datang di area AbhyUmy! Jangan lupa tinggalkan jejak dengan vote dan spam comment yaa. Spam aja sebanyak-banyaknya boleehh. Satu vote/comment kalian tuh berharga banget untuk semangat Author saat nulis, apalagi spam comment. Auto semangatt poll update deh xixi.

~•Selamat membaca•~

Jauh berbeda dengan kehidupan Umy. Sejak pulang sekolah,  Abhy belum juga pulang ke rumahnya. Abhy memang lebih memilih bersama ketiga sahabatnya, dibandingkan harus berkumpul di tengah keluarganya. Seperti saat ini, dari langit masih cerah hingga langit menggelap, Abhy dan ketiga sahabatnya masih senang berdiam di rumah mewah milik Bhargava, rumah mewah yang sering kali menjadi tempat singgah keempat sekawan itu.

Canda dan tawa tak pernah terlewatkan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Canda dan tawa tak pernah terlewatkan. Bersama ketiga sahabatnya, Abhy merasa hidupnya tak memiliki beban. Masalah seberat apa pun bisa hilang begitu saja jika sudah bertemu dengan ketiga sahabatnya.

“Bhy! Lo yakin mau terus deketin si anak alim itu?” tanya Ditto di tengah keheningan mereka yang sama-sama terdiam kehabisan topik pembicaraan.

Abhy tersenyum lebar, menepuk-nepuk bahu Ditto. “Yakin! Seratus persen yakin gue! Lo kenapa sih? Lo suka sama si Umy? Mau saingan? Ya ayo! Tapi, taruhannya nambah ya,” ujar Abhy membuat Ditto melongo.

Ditto memang terkenal lelaki paling dingin di antara yang lainnya. Tetapi, jika berurusan dengan sahabatnya, Ditto tidak secuek itu. Yang ada malah Ditto yang paling perhatian pada sahabat-sahabatnya, meski nada bicara dinginnya masih ada.

Eh, jangan salah! Hanya bersama sahabat-sahabatnya, Ditto bisa menjadi diri sendiri. Bukan berarti Ditto tidak bisa tertawa ngakak dan bersikap receh seperti yang lainnya, cuma karena dia dingin dan cuek. Di beberapa waktu, Ditto pun sering kali melontarkan lawakan receh, atau tertawa ngakak yang jarang ia lakukan di sekolah, juga bersikap konyol. Semua itu Ditto lakukan hanya di hadapan ketiga sahabatnya saja.

“Enggak! Gue enggak minat. Ya maksudnya, ini udah 6 bulan, sinyal penolakan juga udah keliatan jelas, Bhy. Sampai kapan?” Ditto kembali bertanya pada Abhy dengan kedua alisnya yang bertaut.

“Yaa sampai si Umy mau sama gue. Karena gue yakin kok dia juga meleleh dan baper sama perlakuan gue, dianya aja yang gengsi. Selama ini enggak ada tuh cewek yang nolak gue, cuma dia doang. Penolakan dia tuh pasti sengaja, biar gue terus ngejar dia,” jelas Abhy dengan percaya dirinya.

Ketiga sahabatnya yang tengah mendengarkan perkataan Abhy itu, sontak menggelengkan kepalanya dengan kompak. Merasa heran pada Abhy. Sampai-sampai, tangan ketiganya sama-sama tengah dilanda rasa gatal, ingin menonjok Abhy secara bersamaan.

“Terus kalau lo udah dapet itu cewek, mau apa? Beneran mau langsung dinikahin?” Barra yang sedari tadi hanya menyimak, kini bertanya dengan polosnya.

Mendengar pertanyaan Barra, ketiga lelaki yang ada di hadapan Barra itu seketika memukul tubuh Barra dengan serentak. Entah mengapa, hanya Barra-lah yang sering kali melontarkan pertanyaan yang nyeleneh dan tak masuk akal. Mana mungkin Abhy mau menikahi sembarangan anak orang? Di usia muda lagi.

AbhyUmyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang