"Emhh ahh jiee pelan sajahh! Nanti cello bangun! Emhh"
Pergulatan yang begitu panas dilakukan oleh sepasang suami istri di malam hari yang sejuk ini, dinginnya malam dan AC tidak membuat keduanya kedinginan melainkan mereka sekarang sedang merasakan panas di tubuh mereka.
Tak peduli dengan putra mereka yang satu kamar dengan mereka namun berpisah ranjang tapi tetap saja suara sang submissive dan ranjang yang berdecit bisa membuat sang anak terbangun.
Jisung sebagai sang suami mengabaikan perkataan istrinya, penisnya terasa di jepit oleh lubang istrinya, ia memegang kedua tangan istrinya yang berposisi menungging lalu menggerakannya dengan begitu cepat membuat Haechan terlihat mendesah nikmat.
"Ahh! Ahh! Yeah! Di-disitu! Aku ingin ke-keluarhh"
"Together bbe"
Jisung semakin menggerakkan miliknya begitu cepat hingga membuat Haechan menjerit saat gerakan Jisung mulai tak beraturan bak hewan yang ingin kawin.
Tiba-tiba suara tangisan terdengar membuat Haechan mengalihkan berhatiannya ke ranjang berukuran sedang di sebelahnya.
"Ji-jie berhenti emhh... Cello menangis emhh" Haechan terbata saat Jisung masih tak mengurangi sedikitpun tempo nya membuat Haechan menangis merasakan lubangnya yang perih, ia sudah mencapai titik nikmat nya sedangkan Jisung masih belum membuat sang suami enggan untuk melepas pangutan liar itu.
"Jie ku mohon ahhh!"
Suara tangisan sang anak semakin mengeras saat mendengar suara ibunya yang tampak kesakitan seakan sang anak mengerti derita ibunya yang sedang berhubungan dengan ayahnya.
Ceklek
Haechan terkejut saat mendengar pintu terbuka, dan soalnya kakak suaminya tampak sedang berdiri di ambang pintu dengan menatap dirinya dan suaminya dengan tatapan yang sulit di artikan.
Jisung mendesah lega saat pelepasannya sampai ia membuang cairannya di dalam lubang manis istrinya membuat tubuh istrinya sedikit mengelinjang, tak sadar bahwa aksinya sedang dilihat oleh kakak tirinya.
"Maaf sayang, aku akan tenang kan cello" Ujar Jisung, ia berdiri dan mengecup kening Haechan sebentar lalu berjalan kearah ranjang sang anak, ia menggendong tubuh sang anak yang masih terus menangis histeris "cup cup maafkan dad--"
Tubuh Jisung membeku tiba-tiba saat melihat sang kakak tiba-tiba ada di pintu, ia melirik Haechan yang sudah menyembunyikan wajahnya karena malu "kak?! Sialan! Kenapa tidak mengetuk pintu?!"
"Sudah, bahkan aku memanggil nama kalian berkali-kali"
Jaemin tersenyum tipis tangannya mengepal melihat wajah adiknya bersemu malu, tanpa menunggu jawaban sang adik ia membalikan tubuhnya lalu pergi dari kamar itu.
.
.
"Sudah ku bilang! Kunci pintunya! Kau juga tidak menyalakan pengedap suara di kamar!" Omel Haechan.
Sungguh kejadian tadi malam membuatnya sangat amat amat malu.
"Aku lupa--"
"Terus saja begitu jie, jika aku menyuruh mu kau selalu menundanya hingga kau lupa!"
Jisung hanya menggaruk kepalanya yang tak gatal, istrinya sudah sangat marah dan Jisung yakin ia tidak diperbolehkan untuk tidur di kamarnya.
"Jangan marah, maafkan aku--"
"Udah sana pergi, katanya bakal ada rapat" Usir Haechan.
Jisung menghela nafasnya, jika sang istri sudah marah itu sangat sulit untuk di bujuk.
.
.
"Loh kak? Enggak ke kantor?" Haechan terkejut saat membuka pintu kamarnya untuk keluar mengambil air tiba-tiba Jaemin berada di depannya.
Jaemin menggeleng lalu melirik ke dalam kamar menemukan cello yang tampak sedang bermain "Buatkan aku kopi, biar aku yang menjaga cello"
Haechan mengangguk, ya walaupun sebenarnya ia sedang malas-malas nya tapi demi menjaga image dia harus tetap melakukannya, sebenernya Haechan memang sedikit takut oleh Jaemin namun apa boleh buat dia masih berpositif soal kejadian kemarin menganggap bahwa Jaemin hanya bercanda.
Jaemin tersenyum lalu saat Haechan pergi ke dapur ia masuk dan menutup pintu kamar menatap cello dengan tatapan tidak suka.
"Seharusnya anak ku yang di lahirkan, bukan dirimu" Ujarnya.
Ia berjalan lalu berdiri tepat di depan cello dengan sengaja Jaemin menginjak jerami kecil balita tersebut hingga menangis karena merasa sakit.
Jaemin tersenyum tipis, ia sada bahwa ruangan ini tidak di menyalakan pengedap suara namun ia juga tau bahwa Haechan tidak mungkin bisa mendengar suara tangisan cello jika di lantai bawah.
Tangisan cello semakin histeris saat Jaemin sengaja menggoyang-goyangkan kakinya dan menekannya.
Tiba-tiba suara Haechan berteriak memanggil cello dengan khawatir terdengar ia segera duduk dan menggendong cello lalu berpura-pura seakan menenangkan cello.
"CELLO! ASTAGAAA" Haechan tampak berlari menarik secangkir kopi di atas laci dan mengambil cello dari gendongan Jaemin.
"Hyung? Kenapa--"
"Tadi dia terjatuh dan tangannya sepertinya keseleo atau apa terkena mainan, aku sudah berusaha untuk menenangkan nya tapi dia semakin menangis kencang" Ujar Jaemin dengan raut wajah sedih.
Haechan mengangguk dan menciumi kening anaknya dan berusaha menenangkan sang anak, namun hingga satu jam sang anak tampak tak kunjung berhenti menangis, Haechan panik dan meminta tolong Jaemin agar mengantarkan nya ke rumah sakit.
.
.
"Jari tengah dan manis anak ibu patah dan Ada retakan di bagian tulang telapak tangannya karena benturan atau tekanan yang kuat"
Haechan menangis mendengar perkataan sang dokter ia mengelus-elus anaknya yang sudah tertidur di gendongan Jaemin.
"Ba-bagaimana bisa? Ia hanya terjatuh--"
"Tadi cello saat terjatuh tangannya tak sengaja terjepit benda berat, maafkan aku tidak bisa menjaga ponakan ku sendiri" Jaemin menundukkan kepalany melihat cello dengan sendu.
Haechan hanya mengangguk dan mengekus pundak Jaemin "ini semua bukan salah Hyung kok, ini emang cello yang tidak hati-hati.
.
.
Tbc
Jaemin antagonis
KAMU SEDANG MEMBACA
Soulmate died [Jiehyuck/Nahyuck]
FanfictionHaechan pikir ia akan hidup bahagia dengan suaminya jisung dan anak pertama mereka. hingga akhirnya jisung mengajaknya untuk pergi menemui orang tuanya untuk pertama kalinya Haechan di perkenalkan ke orang tua jisung, selama ini jisung tidak pernah...