It's Okay It's Love - 4 END

48 0 0
                                    


Jenar membawa laju motornya kearah warung burjo langganan mereka. Warung burjo ini terletak di bantaran sungai yang kalau malam dipasang lampu-lampu cantik menambah indah suasana di sekitarnya. Keduanya duduk bersebelahan dengan mangkok bubur di masing-masing pangkuan mereka.

"Jangan liatin gue mulu" ucap Jihan kesal.

"Kangen" ucap Jenar ngelantur.

"Dih! Mabok lo?"

Jenar tersenyum, tangan kanannya kini bergerak meraih puncak kepala Jihan dan mengusaknya gemas.

"Je! Ish! Jangan gini!"

"Kenapa? Takut hati lo berantakan?"

"Apaan sih kok jadi kesana, gue gak enak kalau ada temen kita atau temen Dinda yang liat"

"Biarin aja"

"Lo masih nyebelin aja"

"I am"

"Gak jelas ni anak, dah mau ngomong apa lo?"

Jenar diam sebentar, ditariknya nafas perlahan untuk mengurangi debar yang semakin membuncah didadanya.

"Gue udah putus"

"HAH? KOK BISA? KENAPA? BECANDA KAN LO?" sudah Jenar duga, reaksi Jihan akan seperti ini. Lucu.

"Ya emang harusnya putus aja"

"Gila lo!"

Jenar terkekeh.

"Sejak kapan emang?"

"Udah enam bulan yang lalu"

"KOK GUE GAKTAU APA-APA??"

"Lo sih sibuk menghindar mulu"

Jihan terdiam, perkataan Jenar barusan benar adanya.

"Kenapa, Je?" tanya Jihan lagi.

"Lo sih!"

"Hah?"

"Gara-gara lo"

"Kok gue?"

"Seenaknya nyusup masuk ke hati gue, giliran udah berhasil masuk, malah kabur, ngehindar gak jelas"

Jihan mati kutu, badannya menegang mendengar penuturan Jenar. Ini maksudnya apa??

"Lo gak lagi kepedean kok, gue emang suka sama lo. Eh cinta apa ya ini namanya? Ah pokoknya itulah"

Dipukulnya lengan Jenar dengan kesal, "Gak bisa romantis amat!"

"Gue semaleman mikir gimana cara confess yang romantis ke lo, Ji, suer! Tapi semakin gue mikir, semakin berasa cringe, jadi gue putusin buat confess pake cara gue sendiri"

Jenar memutar badannya menjadi menghadap Jihan, disingkirkannya mangkok bubur di paha mereka masing-masing. "Gue harap gue belum terlambat, gue harap lo belum ngehapus nama gue dihati lo, Ji"

"Ya belum lah ege! Baru juga beberapa bulan, mana bisa gue tiba-tiba move on secepet itu??" sahut Jihan santai.

"Semenjak lo mengurangi intensitas kehadiran lo di hidup gue, orang bodoh ini jadi sadar seberapa pentingnya lo di hidup gue, seberapa gue terbiasa sama lo, dan seberapa besar rasa gue berkembang buat lo. Liat lo sama Arka ataupun Iqbal bikin gue kelabakan sendiri, tapi gue tau, ini gak seberapa sama apa yang lo rasain selama tujuh tahun ini. Gimana sakitnya lo liat gue sama Dinda atau yang lain, maafin gue ya, Ji" ucap Jenar tulus.

"Udah dimaafin dari lama" jawab Jihan. "Gue juga minta maaf udah ngehindarin lo dan bikin persahabatan kita jadi renggang"

Jenar menarik Jihan menuju kedekapannya, "Makasih ya udah bertahan selama tujuh tahun, maaf gue telat datengnya" ucap Jenar tulus diakhir dengan kecupan di puncak kepala Jihan.

Jihan tersenyum lebar dalam dekapan Jenar, tangannya merangsek memeluk pinggang Jenar posesif. Dihirupnya dalam-dalam aroma parfum yang dirindukannya selama beberapa bulan ini, ya, walaupun menghindar, ia selalu merindukan cowok ini. Jihan tidak pernah menyangka bisa berakhir seperti ini dengan Jenar, penantiannya selama tujuh tahun lebih akhirnya berbuah manis.

Short StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang