Lelaki itu berjalan dengan langkah lunglai, seolah sudah kehabisan tenaga setelah mengalami hari yang panjang dan cukup melelahkan. Dengan sisa-sisa tenaga yang masih dimilikinya, dia mempercepat langkah agar bisa segera sampai di tujuannya. Dia sudah benar-benar lelah dan nggak sabar ingin segera bertemu dengan kasur empuknya.
Hari ini hari ulang tahunnya, tapi dia merasa tidak ada yang spesial. Dia masih menjalankan rutinitas hariannya sebagai seorang budak korporasi-meski saat jam pulang kerja tadi dia juga sempat menghabiskan waktu dengan rekan-rekannya untuk makan bersama.
Sebagaimana yang umumnya dilakukan oleh orang yang sedang berulang tahun, dia juga membuat perayaan kecil-kecilan dengan mentraktir teman-temannya makan malam bersama.
Namun, setelah itu, setelah acara perayaan kecil-kecilan itu usai, dia kembali merasa kosong.
Beberapa tahun belakngan ini, hari ulang tahun tidak lagi terasa bermakna baginya. Dia sempat berpikir, mungkin hidupnya memang telah berada di fase dewasa. Orang bilang, ketika sudah dewasa, ulang tahun bahkan tidak berarti apa-apa. Tidak ada kesenangan atau euforia apapun seperti yang dirasakan ketika masih kecil. Ulang tahun hanya sebagai penanda usiamu bertambah, dan keesokan harinya kamu akan tetap kembali melakukan rutinitas, kembali melanjutkan hidup seperti biasa.
Lelaki itu menyandarkan kepalanya ke sofa. Matanya terpejam, satu tangannya sibuk melepaskan kancing-kancing kemejanya.
Setelah merasa cukup dengan istirahat singkatnya, dia baru melangkah ke kamar mandi, membersihkan dan menyegarkan kembali badannya yang terasa lengket oleh keringat.
Seperti laki-laki pada umumnya, dia juga tidak suka berlama-lama di kamar mandi. Sekitar sepuluh menit kemudian, dia telah keluar dari kamar mandi dengan badan yang lebih segar dan wangi.
Sembari mengeringkan rambutnya yang masih basah, dia mengecek ponselnya yang menyala-sepertinya mamanya beberapa kali mencoba meneleponnya ketika dia sedang mandi tadi.
Dia menelepon balik, dengan video call. Tidak butuh waktu lama, mamanya mengangkat panggilan itu.
"Ma-"
"GENTAAAA, Mama telponin dari tadi nggak diangkat-angkat! Ini malah video call! Mukanya mama udah jelek banget ini, Ta, udah ngantuk, mau tidur!"
Lelaki itu hanya terkekeh mendengarnya. Siapa yang peduli jika wajah sang ibu terlihat 'jelek' karena sudah mengantuk? Genta hanya ingin melihat wajah yang sangat dirindukannya itu.
"Oh? Mama udah mau tidur? Yaudah, Genta matiin aja nih ya telponnya?"
"Ya jangan, dong! Baru berapa detik, masa nggak kangen sama Mama, nggak mau ngobrol dulu?!" protes sang mama dari seberang sana.
Genta kembali tertawa.
"Baru pulang, ya? Sehat-sehat kan kamu di sana?
"Iyaa, Ma. Sehat kok. Baru pulang, habis mandi ini makanya nggak tau Mama telepon tadi. Mama gimana, sehat kan?"
Selama beberapa menit mereka mengobrol ringan, menanyakan kabar masing-masing.
Di ujung percakapan mereka, sang ibu mengucapkan selamat ulang tahun untuknya.
"Selamat ulang tahun ya, Genta, anak Mama yang paling ganteng. Maaf Mama nggak bisa ngasih apa-apa, cuma bisa doain, semoga kamu sehat terus, bahagia selalu, kerjaannya lancar...."
"Aamiin,"
"Bentar, belum selesai doanya. Semoga cepat ketemu jodoh, terus nikah...."
"Ma..." Genta berujar pasrah. Dia kira dia akan terbebas dari topik 'jodoh' dan 'nikah' di hari ulang tahunnya, tapi ternyata tidak. Mamanya tetap membicarakan topik itu-dengan menyebutkannya di dalam doa dan harapannya untuk Genta.