A

608 66 17
                                    




Hari ini tidak tau kenapa jantung Mara berdebar kencang tak seperti biasanya, saking kencangnya ia merasa sedikit sakit.





Catat sedikit.









Mara beberapa kali menghubungi Haru, katanya hari ini, Haru akan datang dan membawa kejutan karena tidak bisa membawanya ke pasar malam.

Tapi Mara sudah menunggu lama, Haru tak juga datang.





Clek!








Mara menunduk sedih, saat tau itu kak Rama dan bukan Haru.

"Kenapa Mara?"

Rama duduk di kursi yang tersedia di samping ranjang Mara, tangannya membawa senampan nasi dan lauk pauk menaruhnya pada nakas di samping.

"Haru kenapa belum datang juga ya kak? Mara lelah menunggu."

Rama tersenyum kecil, tangannya mengelus rambut berwarna blonde milik Mara.

"Haru kan sedang buat kejutan, pasti lama datangnya. Mara kalau lelah sekali, tidur saja nanti jika Haru datang kak Rama bangunkan."

"Tidak lelah sekali kok, hanya lelah saja tidak banyak-banyak lelahnya."

Rama tersenyum gemas, "tidak banyak-banyak lelahnya?"

Mara mengangguk, membuat poninya bergoyang-goyang.

"Kalau begitu makan saja bagaimana? Sudah jam sebelas waktunya makan dan minum obat!" Rama berucap sembari kembali mengambil nampan yang ia taruh di atas nakas.

"Bukan bubur lagi kan?"

"Nasi dengan sup ayam, Mara suka?"

"Suka jika itu buatan Kak Rama."

Rama lagi-lagi tersenyum gemas, tidak. Setiap yang di lakukan Mara memang sangat menggemaskan.

"Nanti kakak buatkan, sekarang makan buatan suster Anna dulu ya?"

Suster Anna itu juru masak di rumah sakit, enak. Mara suka sih, tapi jauh lebih enak buatan Kak Rama.
















.























Tepat jam dua siang, Haru datang. Tapi Mara tidak melihat apapun di tangan Haru.

"Katanya ingin membuat kejutan? Mana?! Kejutannya kamu datang telat?!"

Haru tertawa pelan, wajah Mara yang di tekuk karena kesal membuat lelahnya hilang seketika.

"Kalau iya memang kenapa?"

"Itu menyebalkan!"

Kali ini Haru tertawa kencang, meraih pipi putih Mara dan menciuminya gemas.

"Gemas gemas gemas gemas gemas gemas, pacar aku gemas sekali!"










"EHEM!"











Rama terbatuk dengan keras, sengaja menghentikan dua remaja yang sedang di mabuk cinta itu.

Sentuhan Haru terlepas, tangannya menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

"E-eh kak Rama..."

Rama melirik sinis Haru yang berdiri canggung di sampingnya, berbeda dengan Mara yang menunduk malu, pipi anak itu bersemu merah.

"Ngapain cium-cium?!" Rama melotot garang pada Haru, yang di pelototi hanya membuang pandangan dengan canggung.

"Jangan asal cium-cium kamu! Kamu kira saya sudah merestui hubungan kalian?"

Mendengar itu Haru jadi makin menunduk merasa bersalah, "maaf kak, saya tidak ada maksud apa-apa kok. Saya hanya gemas saja dengan Mara."

Sudut bibir Rama tertarik dengan pelan, merasa puas karena sudah berhasil mengerjai anak muda di depannya.

"Ya sudah! Kamu jangan macam-macam, sekali lagi saya lihat kamu cium-cium adik saya. Awas kamu!" Ancam Rama main-main.

Mara yang tau kakaknya sedang menjahili Haru, ia menatap tak suka Rama.

"Haru jangan dengarkan kak Rama! Kak Rama jelek dan suka bohong!" Mara berseru, wajahnya di buat seram menatap Rama.

Dan itu justru malah membuat Rama tertawa, karena demi apapun wajah Mara sangat lucu sekali.

"Iya-iya kak Rama hanya bercanda, tapi Haru saya serius untuk jangan macam-macam pada Mara, kalau kamu tidak mau saya suntik mati."

Haru menelan Salivanya dengan susah payah, benar kata Mara. Kak Rama itu seram sekali.

Rama terkekeh, melihat Haru yang menatapnya takut. Tangannya menepuk pundak Haru dengan sedikit kencang.

"Kamu kaku sekali Haru! Santai saja."

Lagi, Haru hanya tersenyum canggung. "Iya kak."















"Mara, kakak ada jadwal operasi jam tiga nanti. Kamu bersama Haru dulu bagaimana?"

Mara mengangguk mengiyakan, mulutnya penuh dengan buah apel yang sudah di potong dadu oleh Haru.

"Bersama dokter Lingga ya?"

"Iya, kalau begitu kakak keluar dulu ya." Kata Rama, beranjak dari duduknya.

"Haru, titip Mara ya? Jangan kamu cium-ciumi lagi!"

Haru yang sedang menyuapi Mara, menoleh cepat pada Rama yang berdiri di sampingnya, tengah mengusap lembut rambut Mara.

"Iya kak!"















.















"Haru, aku bosan! Kita keluar yuk?" Ucap Mara tiba-tiba, matanya mengikuti gerakan Haru yang baru keluar dari kamar mandi yang berada di dalam ruang rawatnya.

"Keluar kemana?"

"Taman? Sore hari di taman rumah sakit sangat menyenangkan Haru! Banyak anak kecil di sana!"

Melihat Mata Mara yang kembali berbinar indah, bagaimana bisa Haru menolaknya.













Haru tak hentinya tersenyum gemas, Mara terlihat lucu di sana. Tawa cantiknya terdengar merdu, bersatu dengan tawa anak-anak yang sedang berebut untuk duduk di pangkuan Mara.

"Aku juga mau di pangku kak Mara!"

"Aku juga!"

"Aku-aku!!"

"Aduh-aduh, pelan ya nanti kak Mara pangku satu-satu."

Haru berjalan mendekat ketika mendengar suara Mara yang kesusahan menghadapi anak-anak manis itu.

"Tidak ada yang mau di pangku kak Haru?"

Anak-anak itu menoleh bingung pada Haru, mereka diam saja karena baru pertama bertemu dengan Haru.

"Lho, kakak juga punya buku cerita." Haru mengangkat buku yang ia bawa, "siapa yang mau di bacakan?"

"Bukunya lebih bagus dari milik kak Mara?" Satu anak berjalan menghampiri, mata anak itu menatap penasaran buku berwarna yang di pegang Haru.

"Tentu! Jadi siapa yang mau di bacakan?"

"Aku-aku!!"

"Aku juga mau!"

"Aku jugaaa!"






Mara tersenyum lembut menatap pemandangan di depannya, ia jadi membayangkan bagaimana nanti ia dan Haru memiliki anak-anak kecil yang berlarian di dalam rumah sembari memanggil namanya juga Haru.


















Mara akhirnya berdoa, semoga tuhan memperpanjang hidupnya dan bisa selamanya bersama Haru hingga ia tua nanti.








.




/Semangat semuanya (⁠≧⁠▽⁠≦⁠)/
/Luv u all ❤️/

Detak ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang