Rama berdiri di depan pintu ruang rawat Mara, ia bisa mendengar obrolan kecil dari dalam sana.
"Haru."
"Iya, Mara. Ada apa?"
"Dulu Haru pernah bilang, untuk tidak pernah meninggalkan Mara, kan?"
"Tentu, Haru akan tetap di sini bersama Mara."
"Tapi... Bagaimana jika Mara yang pergi meninggalkan Haru?"
"..."
"Mara takut Haru, Mara takut meninggalkan Haru, meninggalkan kak Rama. Meninggalkan semuanya. Mara tidak mau Haru pergi, tapi Mara juga tidak mau pergi meninggalkan Haru..."
"Mara, sayang. Haru akan tetap di sini, begitu pun Mara. Kita akan tetap di sini bersama-sama, Tidak akan ada yang pergi. Semuanya akan baik-baik saja, dengar? Haru sangat mencintai Mara, percaya pada Haru. Semua akan baik-baik saja."
Rama menunduk, menyembunyikan air mata yang menetes tanpa di duga.
Obrolan kecil dari dalam berhasil membuatnya sedih, ucapan Mara membuatnya ketakutan setengah mati.
"Tuhan... Aku tau kau begitu menyayangi adik ku, tapi tolong untuk saat ini beri aku kesempatan untuk merawatnya lebih lama."
.
Setelah Haru pulang, kondisi Mara menurun drastis. Jantungnya kembali berulah menyebabkan Mara akhirnya kembali masuk ke ruang ICU untuk segera di beri penanganan.
Beberapa alat terpasang pada dada Mara, bunyi mesin Elektrokardiograf menggema di ruangan.
Rama menggenggam tangan kecil adiknya, matanya tak luput memandangi wajah pucat nan pias sang adik.
"Rama."
Rama menoleh pada dokter Lingga yang berdiri di sampingnya.
"Mara harus segera mendapat jantung baru sebelum 24 jam, jika tidak. Aku tidak tau apa yang akan terjadi." Kata dokter Lingga, netranya menatap rupa pasien kesayangannya.
Genggaman Rama pada Mara mengerat, matanya tertutup sesaat, dadanya di penuhi kekhawatiran pada sang adik.
"Apa alat itu tidak berfungsi pada Mara? Kita bisa memasangnya pada jantung Mara."
Dokter Lingga menggeleng pelan, "tubuh Mara menolak, jika kita memaksa itu akan jauh lebih membahayakan Mara."
Rama menghela napas berat mendengar penjelasan dokter Lingga, kembali menatap lekat wajah Mara yang tertidur tenang.
'Tuhan... Tolong jangan rebut Mara dari ku.'
.
Brak!
"Jangan gila Rama, Kamu masih hidup! Itu sama saja kita mengambil kehidupan seseorang!" Tekan dokter Lingga, wajahnya memerah menatap marah Rama.
"Lalu aku harus bagaimana?! Mencari jantung baru dalam beberapa pekan saja sangat sulit, bagaimana dengan satu hari itu terdengar mustahil. aku tidak bisa membiarkan adik ku terus merasakan sakit!" Rama setengah berteriak di dalam ruangan dokter Lingga. Dirinya mengusap wajahnya dengan kasar, merasa frustasi karena keadaan.
Lingga menarik pundak yang kini terlihat lemah, menepuknya pelan berharap memberi sedikit kekuatan bagi rekan kerjanya.
Brak!
"Dokter! Pasien atas nama Mara kembali Anfal! Jantungnya berhenti berdetak!"
.
"Terjadi pendarahan hebat, pasien tidak bisa kami selamatkan."
"Catat waktu kematiannya."
"Waktu kematian 20.45 waktu Indonesia barat."
.
Mara Adinanta
Haru Prasatya
Kak Rama
FIN.Ini adalah salah satu cerita di draft aku yang awalnya ga mau aku debutin karena menurut ku ini kurang menarik.
Tapi ga tau kenapa malah memutuskan untuk di publis dan yeah semoga terhibur dan kalian suka :)
/SEMANGAT SEMUANYA (≧▽≦)/
/Luv u all ❤️/
KAMU SEDANG MEMBACA
Detak ✓
FanfictionHaru membuktikannya, ia tak akan meninggalkan Mara. Dongmark!! (03.09.2022 - 31.01.2023)