๑Tiga๑

23 3 0
                                    

"Tapi sekali dicoba, kalian ga akan bisa nemu jalan keluar." Sambung Melania lagi.

"Duluan lah bang Ber, kalau enak nanti gue nyusul." Kaisar seakan mulai menemukan semangat lagi.

"Mel, lu ngajarin yang bener lah." Protes Daffin yang lagi-lagi hanya direspon dengan sengiran kuda oleh Melania.

___________________________________________________

Tujuh laki-laki yang lumayan shock dengan apa yang didengar tadi berjalan ke kelas masing-masing dengan tenang, tenang karena tidak tau harus mengeluarkan ekspresi seperti apa. Sedangkan satu perempuan lagi hanya senyum-senyum seperti dinotice oleh crush.

"Eh, kenapa lu senyum-senyum Mel? Yang berdua itu malah bengong?" Tanya Tata pada Melania saat mereka sampai dikelas sambil memandang Ruri dan Kaisar sampai mereka terduduk dibangkunya.

"Eh, lu mau tau sesuatu ga?" Melania berkata dengan antusias sambil menepuk-nepuk tangan Tata.

"Eh, Bu Asni masuk." Seru seseorang sehingga perhatian mereka teralihkan, wajah Melania berubah cemberut karena belum bisa menceritakan apa yang membuatnya antusias pada Tata.

Jam 15:00, bel sekolah berbunyi menandakan waktu pulang sekolah telah tiba. Raut wajah yang masam tiba-tiba menjadi ceria, hanya 1 diantara 100 yang awalnya ceria berubah jadi masam. Sebenarnya sekolah itu seru, tapi lebih seru kalau pulang sekolah.

Terlihat seorang laki-laki yang melawan arah jalan keluar untuk menuju satu kelas yang berada diujung.
"Ri, pulang sama abang kan?" Ucap laki-laki itu saat tiba didepan kelas yang dituju dan bertemu orang yang dicari.

"Hmm?" Ruri yang melangkah dan masih berusaha memasang tasnya terhenti kemudian melihat kearah sumber suara.

"Lah, biasanya juga pulang bareng tapi nunggu diparkiran. Ini tumben banget malah jemput kekelas." Sela Kaisar yang berdiri disamping Ruri.

"Pasang dulu tasnya yang bener." Abercio, laki-laki itu membantu Ruri memasang tasnya sedangkan siempunya masih melongo memandang Abercio.

"Aakkk.." Melania yang masih berada didalam kelas memekik tertahan melihat perlakuan Abercio pada Ruri.

"Lu kenapa sih anjir." Tata yang heran melihat Melania hanya bisa mengerutkan dahinya.

"Udah yuk pulang, tapi temenin Abang dulu ya." Ujar Abercio yang tidak dijawab tapi tetap dipatuhi oleh Ruri.

"Ri, mingkem heh!" Tegur Kaisar yang membuat Ruri langsung menutup mulutnya, kemudian Kaisar berlalu mendahului Abercio dan Ruri untuk menuju parkiran.

"Nongkrong dulu yok, ngejus." Saran Daffin saat mereka semua telah sampai diparkiran.

"Gue skip dulu ya, ada urusan." Sahur Abercio.

"Urusan apa?" Tanya Rafzin.

"Urusan keluarga." Jawab Abercio enteng.

"Emang ada apa bang? Kok aku ga tau?" Tanya Zayyan sambil mengingat-ingat urusan keluarga apa yang dimaksud Abercio.

"Lu ga dianggap keluarga kali sama Aber, Zay." Goda Kaisar yang direspon tawa oleh mereka yang berada disana.

"Gue mau pergi sama Ruri."

"Weh apaan nih kok berdua aja." Protes Dareen.

"Kepo amat lu pada." Ujar Abercio sambil menaiki motor dan memasang helmnya. "Ayo Ri naik." Abercio membuka pijakan kaki yang tadinya tertutup agar Ruri gampang menaiki motornya. Perlakuan Abercio tak luput dari perhatian Ruri yang sejak tadi bertanya-tanya dan membuatnya agak pendiam karena tidak tau harus merespon bagaimana.

Ruri mengangguk dan patuh menaiki motor Abercio.

"Dek, bilangin Mama abang pulang agak lambat ya. Sebelum magrib diusahakan pulang." Ujar Abercio pada Zayyan.

"Iya, tapi mau kemana. Kok urusan keluarganya sama kak Ri?" Zayyan yang tak paham terus mencerca dengan pertanyaannya.

"Mau ngajak Ruri masuk keluarga lu Ber? Tapi Ruri masih utuh deh keluarganya." Daffin tak kalah bingung.

"Dah lah, gue pergi." Abercio berkata sambil melajukan motornya tanpa menjawab pertanyaan dari rasa penasaran adik dan teman-temannya.

"Eh, kok belum pada pulang?" Itu Melania, datang menghampiri mereka. "Bang Daffin nungguin aku ya?" Melania tersenyum manis pada Daffin. Daffin hanya menanggapi dengan senyum terpaksa.

"Itu abang sama kak Ri katanya pergi ada urusan keluarga, tapi gue kan keluarganya abang, tapi gue ga tau ada urusan apa." Jelas Zayyan dengan polosnya.

"Waah? Beneran? Aaa..." Melania terlihat sangat senang yang menimbulkan rasa heran dari kelima laki-laki dihadapannya.

"Mel, kenapa sih? Lu tau?" Tanya Rafzin.

"Mel, jadi bareng gue?" Tata yang tadi masih ada urusan menyusul Melania.

"Ayok!" Melania langsung menarik Tata menjauh dari lima laki-laki yang semakin mengerutkan dahi.

"MEL! JELASIN DULU INI ANJIR!" Teriak Kaisar sedangkan Melania hanya berlalu dengan hati yang berbunga-bunga.

"Ga jelas anjir ga jelas." Gerutu Daffin sambil memasang helmnya.

"Ga jelas tapi lu suka kan." Goda Dareen pada Daffin.

"NGGA ANJIR, APAAN SIH LU!" Daffin segera menarik gas motornya dan meninggalkan sekolah. Dareen, Rafzin, Kaisar dan Zayyan pun satu persatu mulai meninggalkan sekolah menuju rumah masing-masing.

Sedangkan Abercio dan Ruri saat ini berhenti disalah satu minimarket untuk membeli minuman dan beberapa cemilan. Ruri hanya menurut, ingin bertanya tapi sepertinya pita suaranya sedang bermasalah.

Setelah mendapatkan apa yang diinginkan, Abercio melajukan motornya menuju bukit dibelakang kompleks salah satu perkantoran dikota mereka. Bukit yang dihiasi dengan pohon yang agak besar dan rumput untuk mereka duduk, serta pemandangan tanah kosong yang belum digarap. Biasanya para muda-mudi memilih tempat seperti ini untuk sekedar bersantai atau berpacaran.

"Ri, kok diam aja sih dari tadi?" Tanya Abercio memecah keheningan mereka, karena setelah sampai disinipun Ruri tak bersuara, hanya melihat kearah depan menikmati angin sepoi-sepoi yang menerpa wajahnya.

"Gapapa bang, menikmati pemandangan aja. Udah lama ga kesini." Jawab Ruri sambil mengambil salah satu minuman. Saat Ruri hendak membuka tutup minuman tersebut, Abercio mengambil dan membukakannya kemudian diserahkan kembali pada Ruri. Ruri terdiam sesaat kemudian menggelengkan kepalanya lalu meminum minuman tersebut.

"Ri." Panggil Abercio.

"Hm?" Ruri mengalihkan pandangannya pada Abercio.

"Bingung ya?"

Ruri tidak merespon apapun. Jadi Abercio tau apa yang ada dalam pikirannya?

"Abang kepikiran apa yang dibilang Mel tadi."

"Yang mana? Omongan Mel mah ga ada yang bisa dijadiin pikiran bang." Jawab Ruri terkekeh kemudian meneguk kembali minumannya.

"Tentang apa yang belum pernah kita lakuin." Ucap Abercio tenang.

Ruri kembali memandang Abercio dan mengerutkan dahinya. Jangan bilang....

"Iya, nge-gay." Sambung Abercio seakan menjawab pikiran Ruri.

"Bang Cio?"

"Ruri, mau ga nge-gay sama abang?"

Not a TrialWhere stories live. Discover now