Bagian Satu

11 2 0
                                    

Balon warna-warni juga lampu kerlip menghiasi sebuah ruangan besar mirip seperti balai pertemuan.

Ruang persegi panjang yang luas, banyak bunga hias di beberapa tempat dan setiap pojoknya. Beberapa meja bundar dikelilingi kursi kecil menambah kesan mewah. Di ujung ruangan sebelah utara sebuah panggung kecil terlihat sangat menarik.

Desain yang luar biasa indah.

Tidak heran, karena acara ulang tahun ini didesain langsung oleh pemilik wedding organizer terbaik di kota ini.

Dialah si cantik, Meera Putri Ananta. Pesta ini adalah ulangtahunnya yang ke 25 tahun. Dia memilih untuk mendesain sendiri acaranya, dibantu kru sekaligus sahabat terbaiknya, Andita Rahma.

Ramai para tamu undangan mulai mengisi ruangan itu. Dua orang gadis cantik berada di depan pintu utama, untuk mencatat setiap tamu yang hadir.

Kebanyakan yang hadir adalah teman-teman kuliah Meera juga relasi perusahaan dan kerabat dekatnya. Musik bernuansa slow mengalun lembut di ruangan.

Lampu besar di atas panggung menyala, membuat tempat itu lebih terang dari tempat yang lainnya.

Seketika nampak seorang berdiri dengan anggun di atas sana. Andita, dialah yang akan menjadi pembawa acara untuk pesta ulang tahun sahabat terbaiknya.

"Ehmm, selamat malam semuanya." Suara merdu Andita memecah keramaian. Sontak seluruh aktivitas diruangan itu terhenti, perhatian terfokus pada sosok cantik di atas panggung.

"Perkenalkan nama saya Andita Rahma. Saya selaku pembawa acara mengucapkan terimakasih kepada rekan semuanya telah bersedia hadir dan turut meramaikan acara ini. Dengan berdirinya saya di sini maka secara otomatis acara ini resmi dimulai."

Para tamu bertepuk tangan.

Acara dilanjutkan dengan sambutan singkat dari Meera. Setelah beberapa sambutan tibalah acara yang paling di tunggu-tunggu. Yaitu, potong kue.

"Tiup lilinnya, tiup lilinnya!" Semua tamu yang hadir bernyanyi dengan semangat.

Meera tersenyum, setelah mengucap beberapa baris do'a, dia meniup lilin. Tepuk tangan kembali bergemuruh saat lilin berhasil padam.

Pesta ulangtahun ini berjalan lancar. Diakhir acara semua dibebaskan bercakap-cakap ringan. Saat Meera tengah asik bercanda dengan teman-temannya, datang seorang pelayan menghampirinya.

"Nona, sudah ditunggu ayah nona di meja pojok sana," ucap pelayan itu menunjuk meja di pojok ruangan.

"Oh, iya. Terimakasih, saya segera kesana." Meera berjalan menuju meja ayahnya, setelah pamit dengan teman-temannya.

Di pojok ruang, sebuah meja sudah dikelilingi beberapa orang. Terlihat ayah, ibu, dan seorang laki-laki.

Meera merasa asing dengan laki-laki itu. Pria itu terlihat cukup menawan dengan tuksedo biru melekat di tubuhnya. Wajah tampan khas orang Asia. Kulit bersih hidung mancung.

Cukup menarik untuk pria berumur kisaran 27 tahunan. Setidaknya begitu yang dipikirkan Meera. Meera menghentikan langkah ketika berpapasan dengan Andita.

"Hi, Dita. Kamu kenal seorang pria yang bersama ayah ibuku?" Meera mengarahkan pandangan pada sosok pria yang tengah duduk satu meja dengan ayahnya.

"Mengenalnya, tidak. Tapi sepertinya aku tahu siapa dia."

"Siapa?"

"Hey! Apa kamu benar-benar tidak tahu?" Andita memasang wajah seolah tidak percaya. Setelah beberapa detik kemudian berubah menjadi biasa saja.

"Ah, tentu saja kau tidak tahu. Kau terlalu sibuk dengan duniamu. Apalagi buku-buku kuno mu itu. Pantas saja sudah setua ini masih saja jomlo." Sambung Andita.

Meera melotot mendengar ucapan sahabatnya.

"Jangan menggodaku, cepat katakan. Lihat, ayah sudah menungguku."

"Dia adalah seorang eksekutif muda, tampan, sukses, berpendidikan, dia lahir dari keluarga kaya. Lihat bukankah dia sangat manis saat tersenyum? Ah, itu sangat menggemaskan."

"Oh ya? Jika dia pengusaha, bagaimana mungkin aku tidak tahu?."

"Tentu saja kau tidak akan tahu. Ah, nanti saja aku lanjutkan. Lihat ayahmu sudah seperti ingin memakanmu. Cepat kesana, dan ingat jangan sampai kamu jatuh cinta pada eksekutif muda itu," kata Andita mengedipkan sebelah matanya.

Meera melotot pada Andita. Anak itu tetap saja tidak berubah, selalu saja menggodanya tentang pria. Menyebalkan. Karena kesal, dia menyikut lengan Andita.

Andita hampir saja ingin melanjutkan menggoda Meera. Saat menyadari tatapan ayah Meera, ia mengurungkan niatnya.

***

Meera bergabung di meja ayahnya. Sial, benar apa yang dikatakan Andita. Pria ini memang cukup manis jika dilihat dari dekat.

Lihat bagaimana dia tersenyum pada Meera, dan itu memang menggemaskan. Tidak ingin terpengaruh Meera membalas dengan senyum singkat, kemudian mengalihkan perhatian pada sang ayah.

Matanya bertanya ada apa. Siapa pria yang satu meja dengan ayah, dan bagaimana bisa ayah mengenalnya. Seolah memahami tatapan Meera, tuan Ananta pun memperkenalkan mereka berdua.

"Oh, nak Alex. Ini putri saya satu-satunya. Namanya Meera." Alex mengangguk, sopan.

"Meera, dia Alex. Anak dari teman lama ayah. Dulu dia tinggal di luar negeri dan baru satu tahun terakhir menetap di Indonesia." Meera tersenyum simpul, mengangguk.

Setelah perkenalan singkat, Ayah dan Alex kembali sibuk membahas bisnis. Ibunya izin ke toilet.

Meera seolah menjadi obat nyamuk untuk ayahnya dan Alex. Dia tidak mengerti kenapa Ayah menyuruhnya bergabung, dan menganggunya yang tengah asik bersama teman-teman.

Bosan mendengar bisnis yang tidak menarik minatnya, Meera izin untuk bergabung dengan teman-temannya.

"Ayah, boleh aku bergabung dengan teman-teman?" Meera menyampaikan keinginannya.

"Ehm, kamu di sini saja. Nak Alex, sepertinya pembicaraan kita tidak menarik untuk putri Om. Maaf, Om hanya terlalu bersemangat. Mengingat kamu yang dulu masih kecil sekali dan suka berlari-lari dengan memegang bola di taman belakang. Kini sudah berubah menjadi pria tampan, lulusan universitas terbaik dan menjadi seorang pebisnis yang hebat. Om sudah menduganya, dari dulu kau anak yang cerdas. Kau pantas dapatkan semua itu."

Demi mendengar jawaban ayahnya, Meera kembali duduk.

"Om terlalu berlebihan." Alek menanggapi pujian tuan Ananta.

"Hahaha, ini tidak berlebihan. Ehm, Om permisi dulu ya. Ada beberapa hal yang perlu Om urus. Meera kamu tetap disini, temani nak Alex."

"Tapi, ayah ... " Meera hendak protes. Ayahnya segera memotong.

"Teman-temanmu nanti biar Andita dan Ibu yang urus. Kamu temani nak Alex. Dia tidak kenal siapa-siapa di sini. Lima menit lagi acara dansanya akan dimulai. Atau kalian ingin berdansa? Haha terserah kalian saja, bersantai di sini atau bergabung dengan yang lain. Sudah, ayah tinggal agar kalian cepat akrab." Tuan Ananta tersenyum dan meninggalkan Meera yang sudah mematung mendengar kemauan ayahnya.

Meera ingin mengejar ayahnya. Namun tangannya ditahan oleh seseorang, Alex. Dia menahan tangannya.

"Ada apa?" tanya Meera bingung dan kaget.

"Kamu mau kemana? Bukankah ayahmu menyuruhmu untuk tetap di sini?"

Meera tidak menjawab. Matanya fokus pada pergelangan tangannya yang masih ditahan Alex. Menyadarinya Alex segera melepaskan genggamannya.

"Maaf," ucap Alex.

Meera mengabaikannya, kemudian kembali duduk di kursi. Tampan tapi sangat menyebalkan, batin Meera kesal.

***

Bersambung ....

Cinta Di Ujung KematianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang