"Dita, dimana Meera? Kenapa dia tidak bersamamu?" Sinta bertanya pada Andita yang tengah sibuk, menerima hadiah-hadiah untuk Meera.
"Itu." Andita mengarahkan pandangannya pada meja Meera. Matanya terbelalak melihat pemandangan di depannya. Sinta pun mengikuti arah pandangan Dita. Dia pun sama terkejutnya.
Di pojok sana terlihat Meera berdiri dengan seorang pria tampan duduk di kursinya. Tangannya menggenggam tangan Meera.
"Astaga, apa dia benar-benar jatuh cinta pada eksekutif muda itu. Mau saja tangannya digenggam," keluh Andita pelan, namun masih sanggup didengar Sinta dan teman disebelahnya.
"Siapa perempuan itu?" Andita menoleh kaget.
Dia tidak menyadari bahwa Sinta datang dengan seorang pria. Dia terlalu sibuk dengan kado yang sangat banyak ini.
Batinnya kesal, Meera yang ulangtahun tapi dia yang harus repot mengurus kado-kadonya. Sedang si empunya enak-enak pacaran di pojok sana.
Menyadari kekagetan Andita. Sinta mengenalkan temannya.
"Ini Randi, sahabat baikku. Ran, ini Andita dan perempuan yang kamu tanyakan tadi adalah Meera. Dia yang ulang tahun hari ini."
"Halo, Randi. Senang berkenalan denganmu, Andita," ucap Randi dan tersenyum.
Andita menjabat tangan Randi sembari berucap "Andita, senang juga berkenalan denganmu."
"Oh iya, apa saya perlu panggilkan Meera untuk kalian?" sambung Andita.
"Tidak perlu. Mungkin lain waktu saya akan berkenalan dengannya. Karena sepertinya saat ini dia sedang tidak bisa di ganggu," ucap Randi. Matanya melirik sekilas, Meera yang saat ini sudah duduk lagi di kursinya.
"Baiklah, saya rasa memang begitu. Tiga menit lagi dansa akan dimulai. Kalian ingin bergabung?" Andita tersenyum ramah.
"Tentu saja," ucap Sinta.
"Dengan senang hati." Randi ikut menimpali.
"Boleh saya tahu dimana letak toilet?" Tanya Randi.
"Tentu, di pojok sebelah sana ada pintu. Silahkan masuk, dan lurus saja. Letaknya hanya beberapa meter dari sini." Andita menjelaskan. Menunjuk pojok ruang yang bersebelahan dengan tempat Meera berada. Randi mengangguk dan berjalan menuju toilet.
Dia berjalan santai menuju toilet. Saat melewati meja yang ditempati Meera, matanya menatap sebentar gadis berwajah oval yang nampak imut di matanya. Rambut gelombang tergerai membuat ia terkesan manis.
Sayang sekali, gadis itu sedang cemberut. Tapi wajahnya justru terlihat lucu dan menggemaskan. Tanpa disadari sudut bibir Randi tertarik kebelakang membentuk sebuah lengkungan yang indah.
'Dia tidak berubah.' batinnya.
****
Suasana hening beberapa menit diantara Meera dan Alex. Tempat ini mendadak terasa sunyi bagi keduanya.
"Ehmm. Senang bisa berkenalan denganmu." Alex memulai pembicaraan.
"Senang juga bisa berkenalan denganmu."
"Aku dengar, kamu punya usaha yang mandiri. Apa itu benar?"
"Iya, hanya usaha kecil-kecilan."
"Benarkah? Usaha apa itu?"
"Wedding organizer."
"Wow. Kudengar ada sebuah Wedding organizer terbaik di kota ini. Apakah itu kamu orangnya?" Alex sedikit takjub mendengar usaha yang dijalankan Meera.
"Kamu terlalu berlebihan."
"Tidak, ini sangat luar biasa. Apakah ruangan ini kamu sendiri yang mendesain?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Di Ujung Kematian
Dla nastolatkówMereka tumbuh bersama dan jatuh cinta, hingga badai datang dan memisahkan mereka. Saat mereka kembali dipertemukan .... Baca untuk tau bagaimana kisah keduanya.