6. Satu Penerang

523 121 16
                                    

Tian melihat-lihat sekeliling rumahnya yang sudah bertahun-tahun ia tinggalkan. Tidak banyak berubah, setiap sudutnya masih memutar kenangan indah masa lalu saat keluarganya utuh dan hangat. Satu bingkai foto menghentikan langkahnya, foto saat ia dan Harsa mencium pipi Juno kecil. Tian mengangkat bingkai itu, berusaha mengulang memori indah di kepalanya hingga tidak terasa tetes air mata lolos begitu saja.

"Mas Tian..."

Mendengar suara dari arah belakang, ia dengan cepat menghapus air bu matanya lalu meletakkan foto itu.

"Ekhem- gimana anak nakal itu?"

"Aman. Ada di rumah Mika. Belum mau pulang, belum mau ketemu mas Tian karena tamparan kemarin. Aca gabisa maksa," ucap Harsa pasrah sembari mendudukan dirinya di sofa.

"...Maaf..."

"Huh?" Harsa menoleh ke arah Tian.

"...Maafin Mas Tian ya, Ca. Juno bener, Mas Tian yang dulu udah lama hilang. Bahkan Mas juga gatau mau cari dia dimana. Mas gagal jagain adik-adik Mas. Boleh ya Ca kalau Mas Tian mau coba perbaikin semuanya..."

"Mas Tian..."

Entahlah, Kalimat itu semakin memperjelas keadaan keluarganya yang memang sudah hampa. Tapi dengan itu pula muncul secercah harapan, lembaran baru yang menurut Harsa akan membawa kebahagian lain untuk keluarganya.

Disaat dirinya masih tidak berkutik, Tian menyodorkan amplop coklat ke arah Harsa.

"Ada surat buat kamu. Baru datang tadi,"

"Surat?" Harsa meraihnya lalu membukanya penasaran.

"Surat ap-,"

Tubuhnya membeku. Ia membaca berulang kali kalimat yang tertera disana.

"M-mas..."

"Hm?"

"Harsa-..."

"Harsa keterima, M-mas..."

"London-,"

"S-serius? Ca???"

"Mas Tian....hiks....Mas Tian, Aca keterima full beasiswa London Mas....yang dari kecil Aca selalu bilang ke Mas Tian... Impian Aca Mas..."

Tian yang terlalu haru langsung memeluk adiknya. Bangga, bangga sekali.

"Selamat ya, Ca. Mas Tian udah tau kamu bakal keterima. Mas Tian udah yakin Harsa bisa. Mas bangga..."




..


"Bang Mikaaa!! Makan es krim Jeje ya??!!!"

"Yailah. Satu doang, pelit amat lo,"

"Ihh aabangg...Masalahnya itukan sisa satuu!! Bang Mika mah ih maless! Gantiin sekarang gak?!!"

"Iyaiya bawel. Nanti gue beliin ah berisik banget,"

"Gak mau nanti! Sekarang!"

"Iyaiya jeleek. Gausah manyun, lo jeleekk! Jeje jeleeekkk,"

"Bodoamat! Males gue sama lo,"

"Bocah dasar. Iya ini abang otw, gue beliin 5 biar lo gumoh es krim,"

"Buru!"

"Iya jelek."


Di balik pintu itu, Juno terduduk sedih mendengar keakraban yang ia rindukan. Percakapan dan berdebatan kecil yang familiar baginya, dulu. Dulu jauh sebelum dia dan yang lain beranjak dewasa. Dulu sebelum kakak sulungnya memiliki kewajiban berat untuk perusahaan keluarga. Dulu sebelum orang tuanya masih ada untuknya. Dulu.

"Juno kangen....."


..

"Harsa, please. Jangan korbanin impian kamu kali ini. Mas Tian ngerasa tambah gak becus jadi kakak, Ca..."

"G-gabisa Mas. Aca gabisa tinggalin Juno. Hubungan Mas Tian sama Juno aja kaya gini, gimana Aca bisa tinggalin Juno..."

"Ca, Mas Tian Mas itu kandungnya Juno. Aca gak percayain Juno sama Mas kandungnya sendiri? Hah? Aca remehin Mas Tian?"

"B-bukan gitu, Mas. Juno kan keras,"

"Sekeras-kerasnya dia, dia adik Mas, Ca. Mas kenal dia dalam. Kamu percaya aja sama Mas ya? Ini selangkah buat kamu raih mimpi kamu. Diantara gelapnya situasi saat ini, ini salah satu penerang, Ca,"

"M-mas...Harsa tentuin besok ya..."

"Gak. Besok kita harus kasih tau Juno. Lusa kamu harus udah mulai siapin berkas, Ca,"

"Mas...Harsa takut..."

"Kalau Juno sayang sama kamu, harusnya dia juga bangga sama kaya Mas. Dia kan juga tau cita-cita kamu, Ca..."

"Tapi situasinya udah beda sekarang, Mas,"

Tian menghela nafasnya kasar,

"Jujur sama Mas. Kamu sebenernya mau apa engga kuliah disana? Kamu seneng apa engga dapat berita ini?"

Harsa terdiam, lalu tidak lama ia mengangguk.


Tian mendekat, memegang bahu Harsa,

"Hei, Harsa. Ini hadiah Tuhan buat kamu yang selama ini udah sabar urus dan jagain Juno. Hadiah buat kamu yang selama ini selalu kesampingin hidup kamu buat orang lain. Kamu udah ngerelain banyak hal dihidup kamu. Dan ini waktunya kamu berjuang buat diri kamu sendiri, buat mimpi kamu..."

"....kali ini jangan egois sama diri kamu sendiri, Ca..."



Tbc~

Home?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang