Manusia adalah mahluk yang sangat rumit. Masing-masing diformulasikan oleh campuran terang dan gelap, baik dan buruk. Sebagian besar berimbang dari keduanya, dan yang lainnya- tidak.
*****
Sabtu malam, 15 Oktober
Dingin. Gelap. Kepalanya pening, pikirannya kacau. Wanita itu tidak bisa melihat apa-apa, juga tidak bisa bergerak. Ingatannya seperti kolam dalam dan keruh hingga ia belum bisa mencerna apa yang terjadi dan mengapa ia berakhir di sini. Lagipula, di mana ini?
Aroma pekat debu memenuhi udara, dan ruangan itu terasa lembab.
Tolong! Tolong aku ...
Batinnya meratap, saat mulut tak bisa berucap. Sesuatu yang dingin dan lengket melapisi mulutnya. Mencegahnya bersuara.
Telinganya menangkap derap langkah kaki lambat-lambat dan samar, kemudian semakin jelas dan dekat. Ada bunyi klik disusul pendar kekuningan lampu dengan watt rendah. Redup, tapi setidaknya ada secercah cahaya. Wanita itu mendapati dirinya terbaring di lantai dingin dan kotor dikepung empat dinding kelabu.
Sesosok pemuda datang mendekat, dia tidak mengenalnya, tapi paling tidak ada seseorang datang. Wanita itu berkedip dengan susah payah, menyesuaikan matanya dengan pencahayaan yang tiba-tiba setelah kegelapan total. Dalam minimnya cahaya, wajah pemuda itu terlihat buram seolah-olah ada lapisan kabut menutupinya.
Bagaimana dirinya bisa sampai di sini? Benak si wanita bertanya-tanya. Tatapannya memohon pertolongan dari sosok pemuda asing yang berdiri terpaku dua langkah darinya.
Tolong ... aku sekarat ...
Dia mencoba memaksakan kata-kata tetapi lidahnya tidak mau bekerja serta bibirnya sakit tiap kali ia berusaha menggerakkannya.
Ada musik klasik dimainkan, jauh dari balik dinding atau mungkin di atas sana. Entahlah. Irama mengalun lembut, lagu yang tidak dia kenal, mengalir melalui udara secara misterius menambahkan suasana kian mencekam.
Wanita itu ketakutan. Sepasang matanya terbelalak saat dia melihat tangan si pemuda bergerak ke balik kemejanya, mengambil satu benda yang menakutkan. Sekelebat cahaya keperakan bergerak melintas di depan matanya, dan ia kemudian menyadari bahwa itu adalah pantulan dari bilah pisau panjang yang mengkilap di tangan si pemuda. Dengan putus asa ia menyaksikan pemuda itu berjongkok, menyentuhkan bilah dingin itu ke satu sisi wajahnya.
"Ah, ekspresi yang membosankan," gumam si pemuda, mengukir senyum keji di wajahnya yang tampan. Matanya cemerlang oleh kegilaan saat kembali berkata dalam nada rendah dan berlagu, "Aku menginginkan sorot mata yang garang, dipenuhi kemarahan, keberanian dan tekad. Bukan ketakutan dan air mata yang memuakkan ... "
Si wanita mulai yakin bahwa pemuda ini mengalami gangguan jiwa. Bagaimana bisa dia mengharapkan seseorang tidak ketakutan dalam kondisi terikat dan mulut dibungkam, terkurung dalam satu ruangan gelap dan asing.
"Apa? Kau tidak terima mendengar ocehanku? Kalau begitu, bicaralah ... "
Pemuda itu menggoreskan ujung pisau menyayat solatip besar yang membungkam mulut si wanita. Melepaskannya dengan kasar hingga wanita itu meringis merayakan sensasi perih dan panas di mulutnya.
"Nah, kau sudah bisa bicara sekarang," gumam si pemuda, ekspresinya penuh kemenangan. Seolah dengan membuka penutup mulut itu, dia telah menjadi seorang pahlawan.
"K-kau? Mengapa kau melakukan ini padaku?" desis si wanita. Tangan dan kakinya yang terikat bergerak-gerak gelisah. Yang ditanya hanya menyeringai.
"Kau sudah nyaris mati. Apa gunanya mengetahui alasanku?"
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐃𝐞𝐯𝐢𝐥 𝐖𝐫𝐢𝐭𝐞𝐫 (𝐄𝐧𝐝 𝐏𝐝𝐟 )
FanfictionHati-hati dengan apa yang kau tulis. Kau tidak pernah tahu sejauh mana narasimu akan membawamu pergi. Suatu malam di akhir pekan, Wang Yibo yang berprofesi sebagai penulis novel, berniat memberikan kejutan pada sang kekasih. Namun, alangkah terkejut...