Chapter 09

78 23 7
                                    

Sean Xiao, Sabtu 15 Oktober

Matahari mulai tergelincir ke arah barat pada sore yang dingin di musim gugur ketika Sean mulai melangkah melintasi halaman luas villa tua itu. Sesaat perhatiannya tertuju pada sebatang pohon rindang yang menjulurkan dahan dan rantingnya serupa payung besar dengan dedaunan kering berserakan di sekitarnya yang sesekali meliuk dan terbang tertiup angin. Sean memejamkan mata sejenak dan membayangkan ibunya berjalan masuk ke dalam villa itu pada masa lalu. Suasana sepi di kawasan ini, dan villa tua itu tampak berdiri angker dan membisu, mengunci rapat misteri di dalamnya.

Dia telah mengantisipasi akan penemuan sidik jari yang bisa menjeratnya dalam kesulitan, jadi ia mengenakan sepasang kaus tangan tipis dan lembut sewarna kulit. Dengan tangan sedikit gemetar, ia mengambil satu set kunci dari dalam tas selempang kecil yang tersampir di bahu kanannya. Dia memilih kunci logam dengan ukiran paling unik, meyakinkan diri bahwa itulah kunci pintu utama. Dalam sekali percobaan, ia berhasil memutar kunci, kemudian bunyi klik terdengar dua kali sebelum ia akhirnya bisa membuka kedua daun pintu lebar berwarna coklat gelap nan suram. Sean melangkahkan kakinya memasuki ruangan villa dan seketika tenggelam dalam masa lalunya.

Pemandangan suasana kosong menyergap mata. Ada debu tipis melapisi dinding dan furniture. Sepertinya penjaga villa tidak terlalu cermat dalam membersihkannya. Ah, jika ia pemilik villa ini. Ia akan menegur dan memotong gaji si penjaga.

Susunan perabot dalam ruangan utama terlihat rapi dengan warna-warna menjemukan. Semua dalam ruangan ini hanyalah perabot tua yang dipelihara dan dibiarkan tidak bergeser dari posisinya. Pandangannya berputar ke seluruh ruangan. Kakinya yang penasaran melangkah perlahan menuju pintu-pintu tertutup yang menuju ke ruangan lain. Dia mengambil kunci lagi dan membuka satu kamar yang paling mudah dijangkau dari ruangan utama. Dengan satu dorongan lembut, pintu berderak terbuka. Interior kamar menunjukkan bahwa itu adalah kamar tidur wanita. Ada meja rias, tempat tidur, dan lemari pakaian. Aroma pengap kamar itu membuat Sean memutuskan melangkah mundur untuk kemudian memeriksa ruangan demi ruangan. Tak ada yang menarik dari villa ini selain fakta bahwa Wang Yibo adalah pemiliknya. Dia memeriksa pesawat telepon di atas meja, mengangkat gagangnya dan menempelkan di telinga. Pesawat telepon itu masih berfungsi. Sean memutuskan sambungan kabelnya agar tak ada siapa pun bisa menelepon ke tempat ini. Kemudian ia memeriksa bar mini, meneliti barisan botol minuman yang sebagian besar adalah botol kosong. Hanya ada dua botol anggur yang masih penuh. Tampaknya Wang Yibo jarang mengunjungi villanya atau minum di sini. Dia juga memeriksa laci demi laci, tanpa sengaja menemukan sebuah kotak berisi pistol mungil. Pemuda itu menyimpan senjata api, tampaknya dia cukup waspada, atau hanya bentuk dari ketakutan dan kecemasan dalam jiwanya. Entahlah. Namun firasatnya mengatakan bahwa Wang Yibo memang memiliki mental yang cukup rapuh, mudah cemas, dan merasa tidak aman. Sean melihat sebuah gramophone tua di atas rak pajang tidak jauh dari area mini bar dan setumpuk piringan hitam yang memuat musik klasik entah dari dua atau tiga dekade yang lalu. Dia mengambil salah satu, memasangnya di pemutar piringan hitam. Tak lama kemudian, lantunan instrumental bergema menyayat keheningan, mengubah suasana mencekam jadi lebih hidup. Senyum tipis merekah di bibir Sean. Dia menyukainya. Itu musik yang indah. Alunan Beethoven yang memikat dan menginspirasi, membuat hatinya serasa menari. Sepasang kakinya mulai bergerak mengikuti irama lagu, menciptakan tarian dansa. Dengan mata terpejam khidmat, benaknya membayangkan partner yang hanya bisa ia lihat dalam khayalannya saja. Ini menyenangkan, sangat menyentuh, ia tak sabar untuk melakukan aksinya diiringi irama klasik ini. Ponsel dalam tasnya berdering di sela lantunan musik, membuat gerakannya terhenti. Dia mengambil benda pipih itu untuk memeriksa siapa yang memanggil. Liu Enji, salah seorang karyawati kenalannya yang bekerja di satu perusahaan asuransi.

"Hallo?" Suaranya berbisik rendah.

"Hallo Sean, aku ingin mengingatkan janji pertemuan kita? Di mana kau sekarang?" Suara wanita itu terdengar tidak jelas diselingi derum mesin kendaraan di latar belakang.

𝐃𝐞𝐯𝐢𝐥 𝐖𝐫𝐢𝐭𝐞𝐫 (𝐄𝐧𝐝 𝐏𝐝𝐟 ) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang