2. Atap sekolah & Cerita Dua Anak Manusia

11 2 0
                                    

Surabaya, 2017

Suara kerumunan orang-orang di kantin terdengar begitu jelas saat saya melangkah masuk ke area kantin sekolah. Bangunan terpisah dari sekolah yang menyediakan banyak aneka makanan serta minuman. 

Sayup-sayup terdengar teriakkan nama saya dari suara yang sudah tidak asing lagi.

"Woy! Dre!"

Nah, benar. Teman baik saya yang memanggil. Omong-omong Dre -Adre- itu nama panggilan saya saat di sekolah, katanya nama Aldric terlalu keren jika saya yang pakai.

"Dre, tak panggil-panggil dari ujung sana ra nyaut-nyaut! Budeg? Kupingmu ra dibersihkan?"

"Koe panggil aku dari lautan manusia di ujung sana, sedangkan aku di sini. Yo ra kedengeran, semprul!" Teman saya itu hanya menjawab dengan cengengesan menyebalkan miliknya.

"Ono opo, to? Heboh tenan koe iki sampe manggil dari ujung?"

"OH! Hampir lali aku, cok-cok!"

"Eh, sek! Cari mangan dulu, laper. Iki perut kalo ra di isi otakku ra jalan."

"Semprul!"

-

Saya agak menyesal menuruti permintaan Adam-teman saya yang tadi- untuk mencari makanan yang mau di makan olehnya. Tapi menurut saya, ini lebih mengelilingi satu bangunan kantin, Adam terus menerus mengundurkan niatnya ketika sudah mau mengantre, dengan alasan "Rame, Dre! Cari yang laen."

Adam terus menyebut kalimat itu di setiap tempat penjual yang kami datangi, sampai akhirnya kami kembali ke tempat awal, penjual bakso. Sudah sepi katanya, padahal tidak.

"Kamu ra mangan to, Dre?

"Kenyang."

"Aku mangan nih, yo."

Saya berdeham kecil menanggapi Adam. Laki-laki bongsor itu menyuap satu bulat bakso dari garpunya dengan lahap, saya melihat dia makan saja jadi makin kenyang. 

"Dre." Adam menjeda kalimatnya, menelan bakso yang masih berada di mulutnya.

"Koe denger seng lagi heboh di gedung SMP itu opo, ra?"

"Ra, ono apo to?"

"Koe inget cewek SMP seng kemaren kita tolong?"

Perempuan yang di tolong...?

Ah! Arumi. Oh, tentang Arumi, akhirnya dia pulang lebih dulu dengan mengendarai motor saya karena ia bilang, sebentar lagi ada les di rumah. Jadi, dengan ragu dan mau tak mau akhirnya dia pulang. Sedangkan motor miliknya, saya yang bawa, menunggu Adam terlebih dulu yang membawakan bensin eceran dibungkus plastik bening, motor Arumi saya dan Adam antarkan ke rumah berblock C5 itu. 

"Inget. Kenapa dia?"

"Aku se denger-denger dari anak kelas ae, katane ada yang bully dia, terus baru ketauan sekarang."

"Kok iso baru ketauan?"

"Nah! ITU! Topik inti seng mau aku tak kasih tau!"

"Katane—Buku opo seh jenenge? Diara? Daira? Seng dipake cah wadon buat nulis-nulis harine itu lho, cok! Opo jenengeee?"

"Diara-diara! Diary, semprul!"

"Nggih! Diary apalah itu. Diary ne cewek seng kemaren kita tolong itu disobek terus ditempel-tempel di mading gedung smp."

EtherealWhere stories live. Discover now