Doyoung Park 05

40 14 4
                                    

Ingatan penuh akan luka trauma yang dialami oleh anak kecil dibawah umur.
Ingatan dimana Lisa yang saat itu masih berusia kurang dari 10tahun harus menghafal dokumen dan nama-nama penting relasi Ayah, Lisa juga dipaksa untuk memukuli orang menggunakan tongkat baseball pada orang yang jauh lebih tua darinya. Saat ia merengek mengatakan jika dia tidak bisa melakukannya, jawaban Ayah tetaplah sama Ayah akan memukuli Doyoung sebagai pengganti Lisa.

Ayah selalu menekankan kalimat ini pada Lisa, "Kau harus terbiasa!"
"Kau harus cepat mempelajarinya!"
Dan, "Kau harus menurut dibawah perintahku."

Namun semua yang ia pelajari seolah runtuh dihadapan Doyoung, yang kini berada didalam ruangan Ayah.

"Kau pasti membenciku kan, Doyoung? Apa aku pukul adikmu saja?"

"Tidak, jangan Ayah. Pukul aku saja..."

Lisa menangis didepan pintu itu, duduk tak berdaya diatas lantai yang dingin. Ingatan-ingatan masa kecilnya benar-benar muncul kala ia menghadapi situasi yang sama, situasi dimana ia tak bisa berbuat apa-apa untuk Doyoung yang menerima pukulan dibalik pintu kokoh itu.

"Maafkan saya..." ucap Lisa menyembuyikan wajahnya dibalik lipatan lengan, "...Ayah."


-♡-

Dalam ruang yang penuh akan obat-obatan, terdapat dua orang lelaki yang satu duduk ditepi ranjang. Sedang yang satu lagi duduk dikursi saling berhadapan.

Dokter melilitkan perban pada pergelangan tangan Doyoung, sekujur tubuh lelaki itu memar keunguan, penuh luka sayat, dan goresan.

"Yah, memarnya mungkin bakal lama sembuh. Tapi sepertinya nggak ada yang patah, nggak ada luka seperti dulu juga. Ayah sepertinya agak melunak ya?" apa kalimat ini pantas terucap dari mulut seorang dokter? Ya, pantas jika dokter itu adalah salah satu anak dari Ayah. Dimana pikirannya sudah didoktrin terlebih dulu oleh Ayah.

Dengan suara berat Doyoung berujar, "Entahlah..."

Dokter itu lalu mendongak, menatap Doyoung dengan wajah terkejut.

"Karena saya cuma contoh." imbuh Doyoung, suara bahkan cara pandangannya benar-benar suram. Seakan ia tak punya tempat dan tujuan untuk bertahan.

Dokter itu terdiam sejenak, menatap dingin Doyoung yang terlihat membenci hidupnya "Doyoung...sikap macam apa itu? Ayah melakukan itu semua ada alasannya, kau mengerti!"

Doyoung menatap Dokter itu dengan tatapan tak suka, "Iya maafkan saya." menarik tangannya yang sedari tadi digenggam oleh sang Dokter.

Dokter itu kemudian beranjak dari duduknya, "Ya sudah, sebelum tidur oleskan obatnya sekali lagi." ucapnya menepuk pelan bahu Doyoung, lalu berjalan menjauh keluar ruangan.

Doyoung melihat bajunya terlipat rapi diatas ranjang, dengan bahu sedikit berdenyut karena memar ia meraih baju miliknya untuk segera ia kenakan.

"Doyoung...tempat kau bisa hidup dengan keadaan seperti ini...

tempat kau bisa hidup dengan keadaan seperti ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
GET BACK!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang