mencari sejumput kebahagiaan di tengah padatnya jaman Mordern, bukanlah hal yang mudah. seperti Song Mino misalnya.
Hari ini suhu makin turun saja, seperti keangkuhan yang berkata bahwa salju akan datang tak lama lagi. Padahal, aku ingin lebih lama di musim gugur. Meski becek jalanan mengotori sepatuku, aku tak ingin musim dingin datang. aku ingin musim gugur lebih panjang dari seharusnya.
—-
Aku mencoba berkonsentrasi pada not-not balok yang tak mau berbicara. Frustasi, kenapa not balok tak mau menyuarakan 'do-re-mi-fa' sih ?
"Hei, Je In apa otakmu selambat kura-kura ? tanganmu juga sekaku balok es, lihat !", aku menggeram kesal atas tundingan Seungyoon. aku melemparkan tatapan tajamku.
"Yaaaa ! aku bukan beethoven atau mozart, kau berisik kau !", lonjakku kesal disambut kekehan pria menyebalkan itu. Aih, Seungyoon, berandalan cilik.
"Mainkan lagi kalau begitu", seungyoon mengulum permennya kembali. Aku menarik napas dan mulai menekan tuts piano kembali. fokus, fokus.
sudah bar ke-24 ! yes, ayo ! batinku bersorak
Brakk !
Tahu-tahu Ia datang tanpa sopan santun. Grr....siapapun yang di pintu perlu merasakan tanganku !
aku melanjutkan permainanku sampai selesai ditengah kelengahan seungyoon.
aku berbalik dan memandangi tamu kami.
senyum selebar langit itu tersunging. aku berusaha nampak datar, menahan amarah yang mengepal. langkahku menghentak-hentak melewatinya.
"Lihat, manisnya !", tawa Mino dari belakang. cari mati dia.
—-
Aku mengikuti perkataan Mino sesuai janjiku kemarin. Langkah kami terus bergerak, tapi ini bukan arah yang benar. Hm ? bukan ke rumah ? memangnya dia mau mengajakku kemana ?
"Hei, Mino", ia memutar kepalanya. "Ya ?"
"Memangnya kita mau kemana ?", lagi-lagi senyumnya menggantung. Biarlah, Mino memang begitu. Mino memang selalu tersenyum dibalik rahasianya.
—-
"Uwaaaa", binarku takjub.
Pemandangan yang selalu kulihat pada lukisan itu terasa mimpi. Tapi itu kenyataan.
ladang luas dihampari rumput-rumput liar yang cantik. Ladang diatas bukit pada malam musim gugur !
aku menerjang tanah lembut beralaskan rumput itu. melemparkan barang barangku seperti tempat ini adalah kasur empuk yang besar.
aku berbaring sembari menatap langit. Jutaan bintang lagi-lagi menyapaku.
sebotol kaleng coklat panas tersodor di depan mukaku. Aku melirik penggenggamnya, lalu tanganku menerimanya.
"Sejak kapan kau tahu tempat semacam ini ?", tanyaku sambil bergelung di antara rerumputan yang lembut. baunya masih segar, bau hujan yang menetes.
"Langit musim gugur selalu indah", ucapku. plop, kaleng minuman itu terbuka. uap berhamburan.
"Kau selalu melihat langit ?", tanyanya. Aku hanya tersenyum.
"Langit adalah langit, menyimpan banyak misteri dan keindahan secara bersamaan" , kiasku. "Lalu, apa yang kau lihat dari sini Mino ?"
"Bintang", jawabnya. Aku duduk dan menghirup aroma coklat. Aroma coklat Mino lebih manis daripada isi kaleng genggamanku.
"Apakah aku sudah lunas ?",tanyaku lagi.
"Lunas"
Ya, bukit ini, ladang ini, saksi rahasia kami berdua.
lagi-lagi persahabatanku menyimpan kenangan.
—-
KAMU SEDANG MEMBACA
[Song Mino fanfiction] : Sky
FanfictionYou said sky is full of wonderful thing it is ? Yes, It's you