Pertama kali Qiao Zhixue merasakan tubuhnya, dia hanya bisa meringis karena rasa sakit yang tiada habisnya. Napasnya naik-turun putus asa saat dia merasakan cairan hangat mengalir melalui bibirnya. Membuatnya memaksakan kesadaran hingga batas tertinggi sebelum membuka matanya secara paksa. Menghirup udara yang dikiranya tidak akan lagi bisa dia rasakan.
Gadis itu terbatuk beberapa kali saat dia mencoba sekuat yang dia bisa menggerakkan tubuhnya. Rasanya hampir mati rasa, tapi sensasi dimana rasa sakit mendera sekujur tubuhnya, membuat gadis itu membeliak tak percaya. Nyaris menangis ditengah usahanya bangkit.
Belum selesai dia memproses, suara pecah datang dari arah luar. Mengejutkannya hingga sensasi kesemutan naik hingga ke kepalanya.
Tanpa menunggu, Qiao Zhixue bangkit terduduk. Menepi di sisi kasur kayu dengan selimut usang tipis dan furnitur yang dikenalnya saat dia mengedarkan pandangan. Kamarnya yang dulu sempat terlupakan dalam memori. Menjadi satu yang paling indah dan tenteram sejauh dia bisa merenungkannya.
Rasa nostalgia naik ke kepalanya. Begitupun perih di mata dan pahit yang dirasanya di ujung lidah.
Tapi, Qiao Zhixue tidak diizinkan mengingat saat itu. Apalagi kenikmatan tenggelam dalam ruang lampau. Karena rintihan lain datang dari arah pintu.
Melonjak berdiri, Qiao Zhixue hampir roboh ke lantai saat kepalanya tanpa kasihan menusuknya dengan rasa sakit. Dia melangkah dengan hati-hati menyingkap tirai kasa dan berjalan mendekati pintu. Begitu pintu ganda itu nampak terbuka, seorang wanita terduduk di depan pintu dengan nampan dan mangkuk makanan pecah berantakan nampak.
"Xue'er?" Wanita itu, yang terduduk terisak di lantai batu itu bergegas mengusap air matanya yang sempat turun saat matanya yang penuh keterkejutan menatap Qiao Zhixue dari ujung kaki hingga ujung kepala. "Kau sudah sadar?"
Wanita itu bergegas berdiri, nyaris terjatuh kembali sebelum tangannya yang kasar keriput meraih sisi pipi Qiao Zhixue dan mengusapnya tak percaya.
Rasa panas yang menjalar di dadanya seorang diguyur dengan air es ketika dia melihat sang putri berdiri baik-baik saja.
Satu bulan yang lalu, putri ini berlari keluar kediaman untuk mencari Bunga Biji Kristal yang ilustrasinya dituliskan dalam buku peninggalan ayahnya untuknya. Dituliskan, herbal itu berkhasiat untuk menyembuhkan sesak pada paru-paru dan mengurangi insomnia.
Qiao Zhixue mengetahui bahwa sudah berhari-hari ibunya tidak tidur karena rasa sakit dari penyakit yang enggan dia ungkapkan dan tidak teridentifikasi oleh dokter manapun. Anak itu termotivasi untuk mencarikannya jalan keluar dan mulai rajin membuka-buka jurnal pengobatan peninggalan ayahnya.
Hingga sampai pada salah satu jurnal itu, yang digambar dengan ilustrasi sempurna dan bahkan ciri, khasiat, dan kebiasaan tumbuh diterangkan dalam buku. Gadis itu akhirnya mengambil langkah nekat untuk mencarinya.
Qiao Zhixue tidak mengatakan kemana dia akan pergi, untuk apa dia pergi dan dengan siapa. Yang dia katakan hanya keluar untuk berjalan-jalan.
Ibu mana yang tidak khawatir anak gadisnya tidak kembali bahkan ketika petang datang?
Shangguan Ruyue pun demikian. Petang itu, dia mendatangi tempat manapun yang sekiranya bisa didatangi anak berusia lima belas tahun dan tidak menemukan keberadaan Qiao Zhixue dimanapun. Karena kegelisahannya yang tampak di muka, seseorang berinisiatif bertanya dan akhirnya jawabannya ditemukan. Seseorang mengaku melihat Qiao Zhixue naik gunung. Dia pergi ke arah utara bersama seseorang lalu tidak terlihat lagi.
Shangguan Ruyue yang diliputi kecemasan melangkah menuju gunung yang dimaksud dan hampir ikut naik jika orang-orang yang menemaninya menyeretnya turun dan memintanya tenang. Selama tiga hari tiga malam Shangguan Ruyue melakukan segala cara yang dia bisa untuk menemukan Qiao Zhixue yang tidak membuahkan hasil. Kediaman Shangguan nyaris dibalik olehnya karena ini. Pada petang di hari ketiga, gadis itu datang tertatih ke halaman depan kediamannya dalam kondisi terluka dan setengah sadar.
Ketika dia melihat Shangguan Ruyue, barulah dia tersenyum dan jatuh pingsan. Dalam pelukannya, ada bunga sederhana yang berbentuk persis seperti ilustrasi dalam jurnal yang dipeluknya erat-erat tanpa dilonggarkan.
Seorang gadis, naik gunung hanya demi sepotong herbal. Dia nyaris tidak kembali, dan Shangguan Ruyue nyaris hampir bunuh diri jika dia diminta menunggu lebih lama lagi. Syukurlah Qiao Zhixue akhirnya kembali. Satu batu diangkat dari hati Shangguan Ruyue.
Petang itu, kediaman Shangguan kembali kacau untuk kedua kalinya saat Shangguan Ruyue meminta kedatangan dokter pribadi patriark untuk memeriksa Qiao Zhixue. Barulah setelah dokter itu datang dan memeriksa Qiao Zhixue, Shangguan Ruyue diam di sudut. Tidak lagi membuat suara hingga diagnosis selesai dibuat.
Menunggu selama dua puluh tujuh hari demi kesadaran Qiao Zhixue bukan hal yang mudah. Terutama jika kau tidak tahu apa dan bagaimana hal-hal bisa terjadi. Itulah sebabnya Shangguan Ruyue seperti semut dalam wajan panas meski dia tidak berani membuat keributan kembali.
Dan akhirnya, Qiao Zhixue bangun. Dia bangun.
Air mata sebesar biji jagung mengalir turun melalui pipi Shangguan Ruyue. Dia terus mengusap pipi sang putri tanpa mengalihkan tatapannya.
"Di masa depan, kau tidak diizinkan melakukan hal-hal seperti ini lagi. Kau ingat itu? Kau tidak boleh melakukan hal-hal yang membahayakan dirimu seperti ini."
"Niang¹..." Qiao Zhixue tidak yakin dimana dia akan meletakkan tangannya melihat tangisan dan suara yang akrab di sisi telinganya itu. Bahkan wajah yang jutaan kali berusaha dia lupakan, kini justru muncul dengan sendirinya di hadapannya.
¹Niang : Ibu
Apakah iblis batinnya sedang mengejeknya sekarang? Beraninya dia memberinya mimpi seperti ini. Beraninya dia mengujinya seperti ini.
Jika Qiao Zhixue melihatnya kembali, dia bersumpah akan memukulnya menjadi bubur. Beraninya iblis batin semacam dia memberinya mimpi indah yang dia sendiri merasa ragu untuk mengakhirinya.
"Ya, ya. Anak baik. Ini ibu. Ini ibu," Shangguan Ruyue mengusapkan jarinya pada kepala Qiao Zhixue dan tersenyum diantara air matanya. "Benar. Apa kau lapar? Kau pasti lapar." Dia melihat pada makanan yang berserakan di lantai dan sesaat tidak bisa berkata apapun.
"Tunggulah di dalam. Ibu akan bawakan makanan hangat yang baru untukmu. Jangan terlalu lama berdiri. Kau baru saja bangun. Belum sembuh. Pergilah ke dalam, baik?" Dia mendorong dengan lembut lengan Qiao Zhixue dan memberinya senyum menenangkan.
Baru saat itulah Qiao Zhixue menyadari rasa hangat yang tertinggal di lengannya. Dan pipinya. Dan kepalanya.
Dia menatap lamat wajah sang ibu yang kini berjongkok membersihkan mangkuk yang berceceran.
"Niang, apa yang terjadi dengan wajahmu?" Wajah Qiao Zhixue tertegun. Baru pada saat itulah, saat kehangatan itu meninggalkan sensasi mati rasa pada tubuhnya, dia menajamkan matanya.
Ada kemerahan di pipi sang ibu. Bekas cetakan tangan bahkan terasa sangat segar dalam ingatan Qiao Zhixue.
"Bukan apa-apa. Bukan apa-apa," Shangguan Ruyue bergegas membersihkan pecahan mangkok beling itu dan berpaling. "Masuklah. Ibu akan segera kembali dengan makanan hangat. Jangan terlalu lama berdiri. Dingin di luar. Baik?" Setelah itu, dia bergegas turun seolah ada seseorang yang mengejarnya.[]
[ Saya akan sangat menghargai jika kalian berkenan menekan tombol bintang (like) di halaman ini setelah membaca. Mari saling mendukung:)
Salam, rie ]
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐁𝐨𝐨𝐤 𝟏 : 𝐏𝐡𝐨𝐞𝐧𝐢𝐱 𝐀𝐬𝐡𝐞𝐬
Historical Fiction[Bukan Novel Terjemahan] Angin yang tajam, langit yang menjulang tinggi, Pulau yang tak berpenghuni, burung-burung terbang dalam lingkaran, Hutan yang tak terbatas, muram menggugurkan daun demi daun, Sungai yang tak habis-habisnya, bergulung-gulung...