7. Serangan Pertama

3.4K 20 0
                                    

Tangan kiriku terulur dan mengusap air mata Uci. Dia tersenyum.

"Mas jangan cerita ke siapa-siapa ya..."

"Soal?"

"Soal Uci yang telanjang bulat tadi pagi. Uci malu, Mas."

Aku tersenyum, "Asal Uci juga gak cerita ke siapa-siapa soal Mas coli di kamar Uci pake celana dalam Uci itu," jawabku.

Uci mengangguk pelan. Perlahan hatiku mulai tenang.

"Oiya, Uci gak jadi kerja?"

"Sudah terlambat sekali, Mas. Ya sudah. Off saja sekalian. Mas sendiri gak ketemu klien?"

"Sekitar satu jam lagi."

Uci ini entah sadar atau tidak kalau tangan kananku masih mengusap-usap punggungnya. Dan sepertinya Uci juga gak sadar kalau posisi dudukku semakin mepet ke tubuhnya.

"Uci..." desahku pelan di dekat telinganya.

"Hmmm..."

"Mas boleh... boleh... pegang susu Uci?"

Uci tersentak kaget. Tiba-tiba ditepisnya tangan kananku yang masih melingkar di pundaknya. Meski gerakannya gak kasar, tapi itu cukup untuk menjawab permintaanku kalau sebenernya Uci nolak.

"Maaf, Ci. Maaf. Uci boleh nolak kok. Mas gak akan maksa Uci. Kalau boleh ya bagus. Kalo gak ya gak apa-apa."

"Kenapa gak Mas lampiaskan saja ke Icha?"

Giliran aku yang tersentak kaget. "Uci pernah lihat Mas ngentotin Icha?"

Uci menggeleng, "Tapi Uci sering denger Icha menjerit dan mendesah. Kayak sedang menikmati sesuatu yang luar biasa."

Aku tersenyum, "Ya itu pepek Icha lagi kemasukan kontol Mas, Ci. Makanya Icha menjerit kayak gitu. Dan... semalem sial banget..." kataku pura-pura sedih.

"Sial? Kok sial? Emangnya kenapa, Mas?" respon Uci dengan cepat. Aku mulai tersenyum licik dalam hati.

"Icha lagi datang bulan, Ci. Makanya Mas bilang sial. Kepala Mas pusing kalo pas ketemu Icha tapi gak ngentot. Ditambah lagi tadi pagi Mas dapet rejeki lihat Uci telanjang bulat. Aduhhh... susu Uci sungguh menggairahkan. Pentil susu Uci yang merah muda dan buah dada Uci yang mengkal. Ya ampunnn... Makanya Mas langsung coli sambil membayangkan ngentot sama Uci. Uci nungging dan Mas ngentotin Uci dari belakang. Nikmat banget. Sperma Mas banyak banget tadi keluarnya." pujiku.

"Uci juga lihat kok."

"Oya? Uci lihat apa?"

"Itu... lihat kontol Mas Teddy. Besar dan... dan berotot."

Aku tersenyum, "Uci... Uci gak pengen pegang kontol Mas kah?"

"Ih... Mas apaan sih?"

Uci memalingkan wajah. Sepertinya wajah Uci bersemu merah. Serangan pertamaku mulai mengena ke sasaran.

"Itu pentil susu Uci masih merah muda, susu Uci juga masih kenceng banget gitu, belom pernah diisep sama laki-laki ya, Ci?"

Uci menggeleng. Yesss... pertanyaanku direspon dengan baik. Itu artinya... itu artinyaaa...

"Uci... mmmmm... boleh gak kalo Mas... Mas... pegang susu Uci?"

Uci menggeleng lagi. Tangan kananku mencoba untuk merangkul pundaknya lagi. Uci menepis perlahan. Kucoba lagi. Kali ini gak ditepis. Yesss...

Setelah lenganku merangkul pundak Uci dengan sempurna, sekarang saatnya tangan kiriku memalingkan wajah Uci supaya dia menatap ke arahku. Kulakukan itu pelan-pelan. Begitu wajah kami saling berhadapan, kuminta Uci memejamkan mata. Uci menuruti permintaanku.

Perlahan, kudekatkan bibirku ke bibir Uci. Kujulurkan lidahku dan kujilati bibir bawah dan bibir atas Uci. Mulanya Uci diam saja. Lama-lama bibir Uci bergerak juga dan merespon lidahku dengan gerakan yang lembut. Akhirnya lidah kami saling berpagutan.

Tangan kananku diam-diam menarik badan Uci untuk supaya lebih dekat ke arahku. Uci sudah mulai tak sadar rupanya. Dia menggeser duduknya lebih dekat ke tubuhku dan tangan kanannya kini bertumpu di kedua pahaku. Badan Uci pun kini sudah miring dan menghadap ke arahku. Lenganku kini merangkul leher Uci dengan sempurna, seolah mengunci kepala Uci supaya terus berciuman denganku.

"Mmmmppphhhh..."

Uci mendesah. Matanya masih terpejam dan lidahnya semakin liar memagut lidahku. Kalau sudah begini, aku yakin kesadaran Uci sudah hilang 70 persen. Kini saatnya aku meremas susu Uci.

Mula-mula tangan kiriku memegang pundak kanan Uci. Semacam gerakan yang tak sengaja. Lidahku terus kumainkan dan terus memagut lidah Uci. Bibirku melumat bibir Uci. Aku akan terus membuatnya tidak sadar dengan terus memberinya kenikmatan berciuman seperti ini.

Perlahan, tangan kiriku merayap turun. Semakin ke bawah dan perlahan tepat di atas gundukan daging susu Uci yang membusung indah. Aku gak langsung meremas daging kenyal yang bikin ngaceng itu, tapi aku usap-usap terlebih dahulu.

Agaknya Uci sadar susunya aku raba. Telapak tangan Uci langsung menyentuh tangan kiriku. Sial, batinku. Tapi aku gak kehabisan cara. Kuremas tangan kanan Uci dan kutempelkan ke susunya sendiri. Kini, aku meremas susu Uci lewat telapak tangannya sendiri. Permulaan yang bagus. Uci meremas susunya sendiri dan ada tanganku juga di situ, di susu yang kenyal itu.

Kami masih berciuman dan rasanya semakin panas saja. Kepala Uci sudah miring maksimal. Posisi berciuman yang sempurna. Desah Uci terdengar sekali-sekali. Uci semakin larut dalam permainan yang aku berikan.

Dengan gerakan lembut, tangan Uci aku turunkan ke pangkal pahaku dan kutempelkan ke gundukan kontolku yang sudah ngaceng lagi. Uci diam saja. Mungkin dia gak sadar sebab terlalu nikmat dalam berciuman.

Tanganku mulai meraba susu Uci dengan perlahan. Tak ada penolakan. Susu Uci aku usap-usap perlahan. Tak ada reaksi penolakan.  Aman.

Aku mulai meremas susu Uci dari luar kemejanya. Uci melenguh pendek. Matanya masih terpejam. Lidah Uci masih liar menjelajahi mulutku. Dadaku mulai berdebar sedikit lebih kencang. Bagaimana tidak. Kini aku sudah meremas susu Uci dengan gerakan yang mulai brutal. Daging kenyal itu aku tekan dengan telapak tanganku dan Uci tidak memberikan penolakan. Bukan main. Uci sudah pasrah. Susu Uci sudah jadi milikku.

Serangan mulai aku tingkatkan. Dengan gerakan yang lembut namun cepat, empat buah kancing kemeja Uci sudah tanggal. Aku yakin Uci belum menyadari akan hal ini. Dengan gerakan lembut pula aku mulai meremas susu Uci. Meski masih terhalang BH, setidaknya aku sudah bisa merasakan kulit di sekitar susu Uci yang hangat. Oh... kontolku berkedut. Serangan harus aku tingkatkan. Harus.

Kutanggalkan semua kancing kemeja Uci. Lalu tangan kiriku mengusap-usap kulit punggung Uci. Agak lama kulakukan ini. Tujuanku adalah membuat Uci lengah dan aku akan membuka pengait BH Uci di bagian belakang.

Sebab aku sudah sering menelanjangi dada Icha pacarku, maka gak sulit buatku untuk melepas pengait BH Uci ini. Dengan gerakan yang sama sekali tak dirasakan oleh Uci, pengait BH Uci sudah tanggal. BH Uci sudah kendor.

Tanganku kembali ke depan dan mulai menyusup ke dalam BH Uci. Perlahan tapi pasti, telapak tanganku sudah menggenggam susu Uci dengan sempurna, tak lagi dibatasi oleh kemeja dan BH. Rasanya sungguh hangat dan kenyal. Susu Uci kuremas pelan. Nikmat sekali. Lalu pentil susu Uci aku mainkan. Uci menggeliat. Matanya sedikit terbuka.

Aku gak mau Uci sadar dan menarik tubuhnya. Maka dari itu, ciumanku aku kencangkan lagi. Mata Uci redup kembali dan bibir kami kembali saling memagut.

Tanganku mulai memainkan pentil susu Uci kembali. Aku pelintir dengan perlahan pentil yang sudah mulai mengeras itu. Sambil sekali-sekali daging kenyal susu Uci aku remas-remas.

Ketika pentil susu Uci aku pelintir dengan sedikit agak keras, Uci melepaskan ciuman dan menjerit kecil. Begitu disadarinya tanganku sudah nyaman berada di dalam BH nya yang sudah kendor, Uci terlonjak kaget dan mundur beberapa jengkal. Tanganku ditepisnya dengan kasar. Aku kaget bukan main.

"MAS??? KOK JADI GINI??? INI GAK BOLEH DITERUSIN MAS!!!"

[]

MERAYU UCITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang