Case 1 : Fortune Cookies

151 35 4
                                    

Sienna kembali menyeret tas sekolahnya masuk kafe Namesis. Bukan, bukan karena tasnya berat karena buku pelajaran, tapi kepalanya mau pecah gara-gara ikut belajar.

"Selamat da—" Sammy mengatupkan bibirnya ketika melihat Sienna lah yang baru saja masuk. Menghela napas panjang, bertahan duduk di sini saja tampak sangat berat untuknya. Terlihat bagaimana kerutan di dahi Sammy dan rasa tidak bersemangatnya mengalahkan mendung di luat.

Theo pikir, ekspresi Sammy yang menyambut pelanggan tanpa ekspresi itu adalah ekpresi yang paling buruk yang pernah Theo lihat, tapi menyambut Sienna yang pulang sekolah lebih menyenangkan untuk di sambut. 

"Ha, wajahmu kayak kesambet gledek." Padahal ya Theo mana pernah liat orang yang kesambet gledek.

Sienna menyimpan tasnya di atas pantry, menumpukan kepalanya di sana. Sammy melirik sekilas. "Haaaaaa, lo tau nggak sih pelajaran yang lebih killer dari matematika?"

"Apa?" Theo menahan tawanya.

"FISIKA!! Fisika itu cara mudah untuk membuat orang pusing." Sienna menggebu-gebu.

Hari pertamanya menjalankan misi berbarengan dengan pelajaran killer yang tidak disukai Sebagian besar siswa. Sienna yakin, bukan hanya dia yang merasa ditipu dunia karena fisika, tapi siswa lainnya juga.

"Fisika itu seru," tukas Sammy mengutarakan ketidaksetujuannya secara singkat.

Sienna menggebrakkan meja. "Seru dari mana! Ngarang lo."

"Yaiyalah Sammy bilang seru, itu kan makanan tiap harinya dia." Theo mengambil gelas untuk dia lap dari pantry bawah.

"Gila, nggak botak tapi dia."

Theo berkerut kening, sedangkan yang di sindir hanya memangku wajahnya menatap ke luar pintu. Pemandangannya hanya kendaraan dan orang-orang yang lewat, tidak ada yang seru. "Apa korelasianya Sienna."

"Satu soal isinya bisa dua papan tulis, rambut gue mau rontok kayaknya." Sienna yakin tadi kayaknya ada beberapa helai mulai rontok karena dia tidak berhenti menggaruk-garuk kepalanya. Sienna sama sekali tidak memahami apa pentingnya fisika bagi kehidupan dan peniliti mana yang rela melempar-lempar apel untuk mengukur gaya gravitasi. Bahkan kenapa ada manusia yang berpikir jika di bumi ini ada gaya gravitasi.

Sienna pusing, rambutnya rontok, dan sekarang mau muntah dengan memikirkannya saja.

"Loh Sienna udah pulang." Lion menyambut Sienna yang datang dari rumah utama—dari belakang kafe tentunya. "Gimana? Winter mau?"

Sienna menegakkan punggung. "Oh iya!"

***

"Apa? Lo serius dia nolak?"

Rapat di meja bundar kembali dimulai dengan informasi yang berhasil Sienna kumpulkan dari menyamar sebagai murid di sana. Tidak mudah untuk Sienne, tapi dia berusaha sebaik mungkin untuk melakukan sesi wawancara dengan murid-murid di sana.

Sienna memberikan bukti pesan yang dia kirim ke nomor Winter berubah menjadi ceklis satu—sebagai jawaban dari pertanyaan Dite. "Gue di blokir."

"Sombong banget sih, harusnya dia berterimakasih nggak sih karena kita mau nanganin kasusnya." Dite merespon dengan menggebu-gebu. Itu adalah penolakan telak, Dite tidak suka di tolak.

"Gue kalau jadi dia, sih nggak akan langsung percaya juga." Nalu memberikan pendapatnya sembari memutar-mutar pulpen di tangannya.

Lion menghela napas, here we go again.

Who Want To Revenge? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang