Di dalam truk hijau lumut itu, seorang gadis berseragam loreng mengeratkan pegangannya pada tas ransel di punggungnya. Kedatangannya beserta rombongan disambut oleh sejumlah pos penjagaan dan jalanan berliku yang terjal.
Mendadak, keringat dingin membanjiri tubuhnya mengingat tempat yang dia datangi adalah markas pelatihan Kopassus. Siapa yang tidak kenal dengan nama salah satu pasukan elite tersebut? Seluruh dunia pun pasti mengetahui ketangguhan para prajurit dengan baret merahnya itu.
Pepohonan di sepanjang jalan yang dia lihat semakin membuatnya mantap untuk keputusannya ini. "Sekarang adalah waktunya," gumam gadis itu sembari menatap lurus papan peringatan yang tertulis 'Komando Pasukan Khusus' itu.
Truk itu telah memasuki kawasan markas pelatihan. Sedari tadi Bayu, temannya semasa menjadi taruna memperhatikannya.
"Hey, kenapa raut mukamu begitu? Apa kau ragu?" Tanya Bayu kepada Khanza yang duduk di sampingnya.
Khanza menggeleng dan tersenyum, "tidak, saya tidak ragu." Jawabnya.
"Lalu kenapa kau melamun seperti itu?" tanya Bayu lagi.
Khanza menarik napas dalam-dalam, "saya membayangkan apa saja yang akan terjadi di dalam sana. Pelatihan di dalam sana itu seperti bermain-main dengan malaikat Izrail setiap hari."
Bayu tertawa pelan mendengar itu. "Benar sekali kawan, kita semua tidak akan bisa tidur nyenyak mulai hari ini. Setiap hari hanya ada latihan dan latihan. Jika fisikmu tidak kuat, kau bisa saja mati saat latihan."
"Apa kau takut?" sambung Bayu.
"Hmm, sedikit."
"Kita ini prajurit pilihan. Tidak mudah untuk bisa sampai di tahap ini. Apa kau masih ingat seperti apa seleksi yang kita semua lalui kemarin? Lari 2,4 kilometer dalam waktu dua belas menit, empat puluh kali push up dalam satu menit, tidak takut ketinggian," ucap Bayu sedikit terjeda.
"Lulus Secata (Sekolah Calon Tamtama), Secaba (Sekolah Calon Bintara), Sepa PK (Sekolah Pembentukan Prajurit Karir) dan Akademi Militer. Kita bisa sampai di sini, itu sangat keren. Kita hanya perlu menyelesaikan tahapan berikutnya."
Khanza mengangguk setuju. "Hmm, kau benar. Kita harus menyelesaikan semuanya."
Truk yang mereka tumpangi melalui gapura yang bertuliskan 'Anda ragu-ragu kembali sekarang juga'. Keduanya menatap gapura itu. "Apa kau melihatnya? Jika ragu kembali sekarang juga. Sedikit menyeramkan, iya kan?"
Khanza terkekeh. "Iya, hanya sedikit. Tapi saya tidak akan pernah kembali sebelum baret merah itu menjadi mahkota di kepala." Ujarnya dengan yakin. Bayu menepuk bahu Khanza dengan sedikit keras. "Saya suka Khanza yang seperti ini.
Semangat, kita akan melaluinya bersama-sama." Khanza pun mengangguk dan tersenyum.Truk itu berhenti tepat di hadapan tentara muda berseragam loreng lengkap dengan baret merahnya yang memberi instruksi kepada rombongan itu untuk berhenti.
"Bawa barang-barang kalian dan turun cepat!" Suara itu terdengar seperti petir yang menggelegar di hari yang hampir gelap ini. Khanza, Bayu dan yang lainnya bergerak cepat untuk turun dan berbaris rapi di hadapan tentara muda itu. Rombongan lain di belakang mereka pun ikut turun.
"CEPATTTT... CEPATTT..." Teriaknya. Semua orang dibuat merinding karena teriakan itu. Rombongan yang lari di belakang dibuat ketar-ketir sambil menahan beratnya beban yang mereka bawa. Rombongan itu segera membentuk barisan rapi.
"SIAP GRAK..!" Instruksi tentara muda itu. Seorang tentara yang berusia sekitar empat puluhan datang dan berdiri di hadapan para prajurit itu dengan seragam loreng dan baret merahnya. Pada seragam itu tertulis nama 'JOKO'. Wajah itu terlihat sangar dan menakutkan.
"JIKA KALIAN RAGU SILAKAN KEMBALI SEKARANG JUGA!" ucapnya dengan volume suara yang tinggi. Semua prajurit di hadapannya diam, tidak bergerak sedikit pun. "APA KALIAN SUDAH SIAP?!"
"SIAAPP!" sahut seluruh siswa pelatihan dengan mantap.
Tentara muda berjalan di hadapan para prajurit yang baru saja datang. "Masih ada waktu, KALAU INGIN PULANG SEGERA PULANG!" Suara tentara muda dengan name tag 'ZIDAN' itu menggelegar.
Tidak ada yang bergerak sedikit pun. Tidak semudah itu lulus seleksi untuk menjadi anggota Kopassus. Zidan berjalan di hadapan para prajurit dan berhenti tepat di hadapan Khanza, satu-satunya prajurit wanita yang ada di sana.
"KAMU!" Pekik Zidan.
"SIAP!" jawab Khanza dengan tegas dan mantap. Tatapan mata Zidan yang tajam seperti seekor singa yang akan menerkam mangsanya. Namun hal itu tak membuat Khanza gentar sedikit pun.
"SIKAP PUSH UP!" Zidan berteriak memberi perintah. Tanpa banyak pertanyaan, Khanza berbaring di tanah terjal dalam sikap push up sesuai instruksi. "LIMA PULUH KALI PUSH UP, LAKSANAKAN!"
Khanza melakukan gerakan push up dalam diam hingga Zidan menendangnya dengan sepatu delta yang dia pakai. "HITUNG YANG KERAS! ULANGI!!" Khanza hanya diam menerima tendangan keras itu.
"SATU... DUA... TIGA... EMPAT... LIMA..." Khanza mengulangi gerakan push up-nya dengan menghitung. Zidan berdiri tegap di hadapannya. Khanza terengah-engah namun dia tetap melakukan perintah itu.
"KALAU FISIKMU LEMAH, KEMBALI SAJA MENJADI TARUNA! JANGAN BERMIMPI BERADA DI SINI!" Zidan menatap garang.
"EMPAT PULIH SEMBILAN... LIMA PULUH..." Khanza menyelesaikan push up lima puluh kalinya itu.
"BERDIRI!"
Khanza Berdiri tegap di hadapan laki-laki berbadan kekar itu. Zidan berjalan ke depan barisan dengan sangar. "Saya ucapkan selamat datang di satuan pendidikan sekolah komando. Kalian adalah prajurit terpilih untuk dapat bergabung di satuan ini. Kalian harus menyiapkan mental dan fisik untuk ditempa sampai batas akhir ketahanan manusia di sini. Tidak akan ada perlakuan khusus bagi perempuan di sini." ucap Zidan terjeda sambil melihat ke arah Khanza, satu-satunya prajurit wanita di sana. "Semua prajurit diperlakukan sama. Selamat berlatih dan selamat berjuang. KOMANDO!" teriaknya garang.
"KOMANDOO..!" Balas prajurit.
Setelah itu para prajurit diarahkan menuju barak. Semuanya berjalan dengan tertib dan teratur. Khanza berada di barisan tengah, sedikit jauh dari Zidan yang berjalan di depan.
"Bagaimana tadi?" Bayu menyenggol lengan Khanza yang berjalan di sampingnya.
Khanza menoleh, "apanya yang bagaimana?"
"Itu, push up lima puluh kali." Jelas Bayu. Mendengar itu Khanza terkekeh pelan.
"Jujur saya kaget waktu pelatih muda itu menghampiri saya. Tidak ada angin, tidak ada hujan langsung memerintahkan saya untuk push up entah untuk tujuan apa. Punggung saya sedikit sakit gara-gara tendangannya. Itu keras sekali! Kenapa dia tidak melepaskan sepatu deltanya sebelum menendang punggung saya ya? Setidaknya rasanya tidak akan sesakit ini." Khanza tertawa kecil sembari mengusap punggungnya yang ditendang oleh Zidan tadi.
"Ahahaha itu tidak mungkin terjadi. Para pelatih tidak akan sebaik itu. Mana mungkin mereka mau melakukan itu. Anggap saja tendangan itu sebagai ucapan selamat datang untukmu." gurau Bayu.
"Benar sekali, ucapan selamat datang."
"KALIAN!" Tiba-tiba Zidan berdiri di samping mereka dengan tatapan mautnya.
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
Tiga Tentara
Novela JuvenilSeorang prajurit wanita di markas pelatihan komando pasukan khusus yang...