3. Bonus PDF 2: Rahasia Riou

41 5 1
                                    

Baru sadar, tautan yang aku kirim gak bisa dibuka ya. Kalau teman-teman ada yang berminat ikut PO ini, dm aku saja di sini. Atau kontak aku di line dengan id: rinkihj02. Tanya-tanya dulu juga boleh banget ya!

Selamat membaca teaser bonus kedua dari fanfiksi OSDWM!

.
.
.
.
.
-o0o-
.
.
.
.
.

Aku pikir, berdiri di jarak terdekat darimu, membuatku bisa menjangkaumu dengan lebih mudah. Membuat hatimu terketuk, tanpa harus susah-susah kudobrak.
Namun, jangankan terbuka untukku. Hatimu, nyatanya kau beri pada dia yang tak selalu berada di dekatmu, tidak seperti aku.

Aku mulai sadar, Jyuto ternyata bukan hanya sepupu, di mataku. Jyuto juga lebih daripada teman, di mataku.
Tidak kuucap. Tapi, aku selalu ingin melihat Jyuto tersenyum bahagia, meski terkadang itu membuat hatiku mencelos.
.
.
.
.
.
-o0o-
.
.
.
.
.

“Riou, tidak mau berbagi rahasia?” Seperti biasa, Jyuto itu bandel. Dia melewatkan makan siang, untuk mengurusi kerjaannya sebagai ketua OSIS di SMA mereka. Membuat Riou memilih turun tangan, untuk menjejalkan bekalnya ke mulut Jyuto, selagi omega itu terus berkutat pada pekerjaannya.


“Rahasia apa, Jyuto?” Riou tidak pernah menyembunyikan apa-apa dari Jyuto. Semuanya dia perlihatkan, sejelas matanya mampu menatap pantulan Jyuto yang tampak berkilau, tertimpa sinar senja yang datang dari jendela ruang OSIS.

Jyuto berhenti mengunyah, kemudian mengambil minum. Berusaha terlihat tenang, meski itu sia-sia jika dilakukan di hadapan Riou.

Riou begitu banyak memperhatikan Jyuto. Bahkan mungkin, lebih banyak daripada dia memperhatikan dirinya sendiri.

“Ada orang yang kamu sukai?” Tanya Jyuto, tak yakin.

Genggaman pada sumpitnya menguat, meski wajah Riou tetap datar. Kedip pelan, menutup biru sekilas, dari dunianya.

“Menurut, Jyuto?” Riou memilih melemparkan jawabannya kepada Jyuto.
Jyuto sedikit merengut, bukan raut kekanakan. Hanya ketidakpuasan, karena tidak bisa mencapai apa yang dimau.

Riou tahu, Jyuto mau memegang rahasianya, biar pemuda itu juga bisa berbagi rahasia dengannya.

“Aku kan tanya padamu. Kalau tak mau jawab, tak usah main kata-kata denganku, Riou.” Ujar Jyuto, sewot.

Riou menyumpit telur gulungnya, kemudian dia kunyah dengan santai. Kalau Jyuto sedikit memaksa, dia akan jujur.

Hanya saja, Jyuto keburu menyerah dengan salah tingkah. Bahkan wajahnya memerah dengan mulut terus bersungut.

Riou menghela napas, kemudian menatap keluar jendela. Rasanya berat. Tetapi, dia tak memiliki pilihan lain.

Ada orang yang Riou sukai.

Orangnya berada tepat di depan Riou sekarang ini.

.
.
.
.
.
-o0o-
.
.
.
.
.

“Festivalnya meriah, Jyuto senang?” Riou mengamati persiapan festival musim panas di sekolah mereka. Anak-anak SD mengikuti festival dengan dibantu oleh para wali kelas, mengadakan stand kecil-kecilan, dengan OSIS SMA yang menjadi koordinatornya.

Begitu pula dengan siswa SMP yang lebih heboh dalam mempersiapkan festival. Maklum, mereka sudah lebih dewasa untuk menyiapkan festival musim panas di sekolah mereka. Terakhir, adalah para siswa SMA. Stand yang diadakan lebih beragam. Seolah mereka mencurahkan semua usaha mereka buat festival yang takkan terulang lagi, karena masa SMA hanya akan terjadi sekali dalam seumur hidup mereka.

“Lumayan,” Jyuto menjawab, pelan. Bibirnya masih mengatup rapat, meski sepasang hijau terus mengamati semua persiapan dari tempat tinggi, di balik jendela ruang OSIS SMA.

“Kamu sudah bekerja keras, kamu sudah bekerja dengan baik.”

Jyuto menoleh, kemudian dia menaikkan sebelah alis. “Pekerjaanku sebagai ketua OSIS memang begini.”

“Tapi, festivalnya lebih meriah dari tahun kemarin. Pak kepala sekolah juga mengakuinya.” Lanjut Riou.

“Apa iya?” Jyuto membuang wajah, enggan dibaca isi pikirannya. “Agak merepotkan.”

“Apa?” Kata Riou, penasaran.

“Melakukan sesuatu dengan sepenuh hati.” Bisik Jyuto, sembari meremas kusen jendela. “Aku hanya bekerja sebagaimana mestinya.”

Riou tak lagi bilang apa-apa. Jyuto mengatakan lebih keras, dengan semua tindakannya. Meski tak berkata, dia tahu. Bagaimana Jyuto merelakan jam pulang berhari-hari, kemudian menyusun kepanitiaan dengan memilih orang-orang terbaik dari setiap kelas.

Riou juga tahu, bagaimana usaha Jyuto buat cari sponsor biar acara festival mereka berjalan lebih meriah. Riou tahu, karena dia terus ikut—

Senpai, aku bikin nasi kepal!” Pintu ruang OSIS tiba-tiba terbuka. Sosok pendek putih, berdiri di sana dengan wajah riang. Namun, setelahnya tatapan bocah itu berganti galak saat berhadapan dengan Riou.

Jyuto yang sebelumnya berdiri di depan jendela, langsung menghadap pintu. “Kamu ini enggak ada kerjaan?
Bagaimana dengan persiapan kelasmu untuk festival? Malah datang ke sini.” Jyuto mengomel. Tetapi, pemuda itu duduk di sofa hitam depan meja ketua OSIS. Diikuti oleh Samatoki yang duduk di hadapannya.

“Mau makan siang dengan senpai dulu.” Katanya, jujur.

Menggeleng, prihatin. Jyuto takkan terbeli hatinya—mungkin. “Riou, sini ikut makan.” Jyuto mengajak sepupunya yang masih berdiri di tempat yang sama. Dia mengabaikan Samatoki yang sudah lebih terang-terangan buat menolak Riou di sekitaran Jyuto. Enak saja, dia cuma bikin makan siang buat mereka berdua—

Riou menggeleng. “Tidak,” dia memasak bekal lain, kalau-kalau Jyuto susah makan lagi—tapi, kalau si bocah yang datang, Jyuto pasti makan. Selain itu, tatapan sengit dari Samatoki bikin Riou enggan berada lebih lama di sini. “Aku cek keadaan dulu, ya.”

“Tidak makan?” Kata Jyuto.

“Aku bawa bekal,” Pungkas Riou, kemudian dia keluar dari ruang OSIS. Semakin jauh, sayup-sayup adu mulut antara Jyuto dan Samatoki terdengar makin kecil.

Riou menghela napas. Agak kecewa. Jyuto selalu berlagak hatinya takkan terbeli oleh semua usaha Samatoki. Tapi, nyatanya Riou tahu.

Diam-diam, Jyuto suka pura-pura soal hati. Mau itu festivalnya atau juga Samatoki.

###

Ore-Sama Dake Wo MiteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang