CHAPTER 3:
Clandestine[playlist: Rio – Sweet No. 24]
***
"Tulisanmu bagus."
Jaehyun mengeplak wajah Mingyu dengan buku menu manakala laki-laki tampan itu mencoba memparodikan satu penggalan momen manis—menurut sebagian anggota perkumpulan—antara Jaehyun dan Rose pekan lalu. Mingyu jadikan Eunwoo sebagai Rose-nya.
"Kalau begitu, beri tahu aku ke mana aku harus memberi kabar."
Mingyu si pencerita handal ditambah Eunwoo si aktor profesional. Sempurna sudah, reka ulang kelakuan menggelikan Jaehyun terhadap Rose yang kini jadi bahan tertawaan semua orang di sana. Jaehyun tak nampak marah. Justru kedapatan beberapa kali ikut tertawa juga menyembunyikan sedikit rona dengan cara menunduk, menekuri buku menu atau memainkan pena, sesekali menengok ke balik pintu kaca.
"Hei, Jaehyun sungguhan melakukannya? Sungguh tidak bisa dipercaya." Winwin yang malam lalu tak bergabung, kini berseru kaget.
"Woah, bukan main kau, Jae! Bagus. Lanjutkan bakatmu, Nak!" Adapun Donghyuk menepuk-nepuk punggung Jaehyun. Seandainya bisa, akan Donghyuk acungkan semua jempol yang ia punya, termasuk juga jempol-jempol kakinya.
"Mati satu tumbuh seribu, ya, Jae. Ups!" Suara nyaring Eunha menimpali.
Pertemuan malam ini nyaris dihadiri oleh seluruh anggota. Ramainya bukan main. Terhitung sudah enam belas nyawa berkumpul di sebuah restoran olahan laut agak jauh dari pusat kota.
Riuh gelak para manusia dibungkam oleh bunyi ketukan ujung hak sepatu yang beradu dengan marmer. Kemunculan perempuan jelita bermantel hitam berhasil mencuri atensi setiap pasang mata.
"Halo, selamat malam semuanya."
Ruangan kembali semarak. Orang-orang begitu antusias menyambut kedatangan Rose, tetapi Jaehyun adalah pengecualian. Laki-laki itu tidaklah menyambut Rose dengan kata, melainkan dengan mata. Ia terindikasi menjadi yang paling lama mencurahkan atensi terhadap sosok Rose di ujung sana.
Maka, yang dimenangkan Jaehyun adalah seulas senyum tipis Rose di kala pandangan keduanya saling beradu di sepersekon kemudian. Namun, Jaehyun tak nampak bersuka cita atas itu. Ia justru memalingkan wajah cepat, memilih bercengkrama dengan Eunha di sebelahnya.
Menyadari tak ada balasan atas senyuman yang ia berikan cuma-cuma teruntuk Jaehyun, Rose alihkan itu pada Jungkook yang bermurah hati mempersilakannya duduk. Pria itu bahkan sudi merelakan bangkunya untuk Rose, sedangkan ia sendiri mengambil bangku yang lain.
"Terima kasih, Jung—"
"Kookie."
"Kookie?"
"Eum. Semuanya anggota klub ini memanggilku begitu."
"Ah, kalau begitu, terima kasih banyak, Jung."
Salah satu sudut mata Jungkook memicing, sampai Rose kemudian berkata, "Biarkan aku menjadi sedikit berbeda dari yang lain."
Tawa kecil Jungkook lantas mencuat. Rose masih dengan sisa-sisa senyumannya.
"Kau datang sendirian?"
"Eum."
"Lisa?"
"Dia sedang ada jadwal."
Percakapan ringan terjalin antara Rose dan Jungkook yang malam ini ditakdirkan untuk duduk berdampingan. Percakapan terjeda akibat satu orang berdiri di sela-sela keduanya, meletakkan buku menu di hadapan Rose, dan—tidak.
Jaehyun tidak begitu saja pergi.
Di luar dugaan, tangan Rose yang menengadah meminta pena justru diberi uluran jemari kiri. Yang lebih mengejutkan lagi, Jaehyun menjabat tangan Rose. Meski singkat, ketahuilah bahwa efek yang ditimbulkannya terlampau dahsyat.
Rose tercekat. Sepenuhnya kesulitan meraup oksigen begitu Jaehyun membungkuk, memposisikan diri siap menulis pada buku catatan kecil yang diletakkan tepat di sebelah buku menu, di sebelah tangan Rose. Ada pergerakan sedikit saja mungkin akan ada persinggahan di antara dua punggung tangan.
"Pesan apa?"
Terbelenggu kebisuan, Rose tak segera menjawab ajuan pertanyaan Jaehyun. Ia sibuk menjaga kewarasan ketika aroma parfum seorang Jung Jaehyun menusuk ke dalam indra penciuman. Tiga detik berselang, begitu Jaehyun menoleh, kewarasan itu resmi buyar. Wajah menawan Jaehyun sepenuhnya menusuk indra penglihatan Rose
"Mau pesan apa, Nona Cantik?"
Kalap. Rose bergegas meneliti buku menu sesaat setelah kewarasannya kembali utuh.
"Eum ... ini."
Asal saja Rose tunjuk makanan dengan tampilan yang cukup menarik, dengan harapan Jaehyun segera menjauh sebelum syaraf-syaraf hatinya lumpuh.
Namun, Jaehyun justru terdiam, tak langsung menuliskan apa yang Rose pesan.
"Minumnya?"
Musim gugur telah tiba sejak dua hari lalu. Cuaca agak panas. Terlebih tadi Rose berlarian untuk tiba di sini lantaran tak enak hati membuat banyak orang menunggu. Maka, tidak ada alasan untuk Rose tidak memesan—
"Teh leci dingin."
Sekali lagi, Jaehyun mengulur jeda dengan sepasang alis bertaut seolah bertanya 'kau yakin dengan kombinasi makanan dan minumanmu?'
Namun, Jaehyun ini agaknya memang yang paling menghemat kata saat berinteraksi dengan Rose, jadi tidak ada komentar apa-apa selain,
"Oke."
Laki-laki itu hantarkan catatannya ke meja pemesanan. Agak lama ia berkutat di sana. Sampai ketika kembali ke bangkunya, Jaehyun terheran menemukan sebuah kotak persegi dan sebuah paper bag teronggok manis di meja.
"Rose, kau membuatnya sendiri?"
"Eum."
"Ini lezat. Apa resepnya?"
Semua orang menerima kotak persegi berisi kue kering buatan Rose. Namun, tidak semua orang menerima paper bag sebagaimana Jaehyun. Ketika mereka sibuk menikmati kelezatan kue, Jaehyun lebih tertarik mengamati benda penyerta jaket warna kayu miliknya yang menghuni ruang di dalam paper bag:
sebuah benda yang terbuat dari kemarik, miniatur kartun Micky Mouse yang matanya tertampil berkaca-kaca, tangannya menggenggam sebuah kertas kecil bertuliskan kalimat I'm sorry.
Ketika semua orang terang-terangan memuji keahlian memasak Rose, Jaehyun hanya diam.
Diam-diam memandang.
Diam-diam menoreh senyuman.
[]
***
hai, terima kasih atas antusiasme kalian yang luar biasa
sebagai informasi, book ini hanya akan hadir dengan bagian-bagian singkat
dengan harapan bisa di-update tiap harinya di sela-sela kesibukan saya
terima kasih telah membaca dan memberi dukungan.
KAMU SEDANG MEMBACA
BITTERSWEET
Fanfictionkamu tahu, kamu tidak boleh menerima cinta kalau tidak sepaket dengan pahitnya. ©2022 LINASWORLD START: 24/08/22 END: 3/10/23