Bagian 2

184 22 3
                                    

BRRAAAKKKK

Tanpa peringatan, tanpa persiapan, semuanya terjadi begitu cepat. Ku rasakan benturan yang begitu keras bertubi-tubi, aku tak mampu mencerna situasi ini. Benturan pada kepalaku membuat kesadaranku terkikis drastis. Apa mungkin ini akhir dari perjuanganku di dunia?

Perlahan aku mengerjap, mencoba membaca situasi di sekeliling. Rupanya mobil yang kami tumpangi mendarat dengan posisi terbalik.

Rasa takutku semakin memuncak ketika kudapati wajah yang beberapa waktu lalu tempak hangat dan damai milik Renjun Hyung kini penuh dengan lumuran berwarna merah.

"Hyung.." Aku mencoba keras untuk memanggilnya demi memastikan Renjun Hyung ku masih bernafas.

'Hyung.., ini sangat menakutkan. Mengapa kau tak merespon sedikitpun, kau membuatku takut hyung' Aku hanya sanggup mengeluhkan itu dalam hati, tubuhku terlalu lemah untuk sekedar menghasilkan suara. Tapi rupanya rasa takutku masih mampu membuat ragaku bergetar.

Aku takut, aku takut kau meninggalkanku hyung. Situasi ini benar-benar membuatku merasa sangat dekat dengan kematian. Tak apa jika aku yang pergi, tapi bagaimana bisa aku menjalani kehidupanku selanjutnya jika kau meninggalkanku hyung.

"Jisung-ah, Jisung kau mendengarku?" Itu suara Jeno Hyung, meski terdengar samar akibat kesadaranku yang tak stabil. Namun aku yakin, itu suara milik Jeno hyung. 

'Tidak hyung, jangan menolongku dahulu. Ku mohon lihatlah Renjun Hyung. Aku masih bernafas, tapi Renjun Hyung tak bergerak sama sekali' Andai aku bisa mengatakan kalimat itu dengan jelas. Saat ini aku sangat kesal dengan diriku yang begitu lemah.

"Renjun Hyung--,

--Hyung.. selamatkan Renjun Hyung" Akhirnya aku bersuara, aku benar-benar berharap Jeno Hyung mendengarku. Renjun Hyung harus selamat.

Namun sekali lagi aku katakan, aku sangat kesal dengan diriku yang begitu lemah. Semuanya menjadi gelap seketika dan aku tak mampu memastikan apapun lagi sejak saat itu.

Saat ku membuka mata, aku sadar bahwa aku telah berpindah tempat. Aroma khas obat-obatan serta suara nyaring dari pasient monitor memberitahu ku bahwa kini aku berada di rumah sakit. 

"Jisung-iee, akhirnya kau sadar nak" Ibu ku, wajahnya terlihat menyedihkan dengan mata bengkaknya yang hitam. 

"Syukurlah kau sudah sadar Jisung-ie, saya akan panggilkan dokter dahulu tante" Mark Hyung, dia terdengar begitu antusias dan segera berlari keluar.

Aku selamat, aku hidup. Lantas bagaimana dengan Renjun Hyung? 

"Renjun Hyung bagaimana Eomma?" Tanyaku meski masih terdengar lemah.

Ibuku tak langsung menjawab, ia terlihat gugup, disaat bersamaan para medis berbondong menghampiriku. Kali ini aku harus menunggu mereka memeriksa keadaanku terlebih dahulu. Syukurlah tak terlalu lama, kini di ruangan ini sudah berkumpul beberapa orang yang aku kenal. Ibu, ayah, Manager Kim, Mark Hyung, Jeno Hyung dan Haechan Hyung. Ekspresi mereka sangat canggung setelah aku menagih informasi tentang keadaan Renjun Hyung.

Aku tak suka ini, aku tak mau menebak. Rasanya aku seperti tau apa yang ingin mereka katakan. Mereka diam serempak dan aku justru tak ingin melanjutkan waktu. Aku tak siap dengan jawaban mereka.

Tanpa sadar air mataku mengalir "Aku hanya ingin mendengar jawaban bahwa Renjun Hyung baik-baik saja, ku mohon" Pintaku.

Mereka masih diam sambil menatapku iba, sedangkan Haechan Hyung justru memilih meninggalkan ruangan "Aku tak bisa disini" Ucapnya sambil mengusap matanya, sekilas aku sempat menangkap satu tetes air meluncur dari matanya.

"Jisung-ie.., ini kecelakaan dan bukan salahmu" Mark Hyung membuka suara.

"Aku tak menanyakan itu Hyung" Sahutku.

"Kau harus ikhlas, kita semua harus ikhlas" Manager Kim menimpali sambil meraih tanganku yang bebas dari infus.

Ku hempaskan tangan Kim Hyung dengan kuat, aku tak suka situasi ini.

"Renjun sudah tenang di atas sana" Sambung Manager Kim.

Aku harus apa? Aku harus bereaksi seperti apa? Dadaku sesak sekali, air mata sudah tak terhitung berapa banyak yang mengalir keluar dari kedua manik ku. 

Aku pukul dadaku berkali-kali sekeras mungkin, ini begitu menyesakkan.

"Jisungie, hentikan. Kau bisa terluka" Pelukkan ibuku bahkan tak mampu mengurangi rasa sesak ini.

Sesak di dadaku membuatku berteriak dalam hati'Renjun Hyung.., aku takut. Kau bilang kita akan bahagia jika selalu bersama dan saling menguatkan. Lalu kenapa kau pergi Hyung. Kau bilang hidup adalah perjuangan, kenapa kau biarkan aku berjuang tanpamu. Mengapa kau tidak melanjutkan perjuangan mu bersama kita. Hyung! Renjun Hyung! Senjata seperti apa yang kau maksud agar aku bisa mengarungi perjuangan selanjutnya dengan bahagia? Kau harus kembali dan jawab pertanyaanku Hyung!' 

Otakku terus berisik, aku meraung keras dalam hati atas ketakutan dan penyesalan. Namun kini di mata orang lain hanyalah aku yang menangis pilu tanpa suara di dekapan ibuku yang turut terlihat menyedihkan.

 Namun kini di mata orang lain hanyalah aku yang menangis pilu tanpa suara di dekapan ibuku yang turut terlihat menyedihkan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bersambung...

Ditulis : 30/8/2022

Dipublish : 4/9/2022

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 04, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Neraka Harapan | Park JisungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang