[ii] Hate or Love?

45 8 0
                                    

Kayla's POV

Huh! Kau tau seberapa beratnya buku tebal dengan ratusan halaman ini? Ya, aku seperti sedang menggendong baby pig. Terlebih lagi aku harus membawa enam buku tebal ini ke perpustakaan. Aku harus turun dari lantai 6 ke lantai 1 melewati tangga dan sekarang aku berada di lantai 4, apa aku sedang berada di neraka?

"Kembalikan ponselku!"

"Ayo kejar aku jika kau menginginkan ponselmu kembali!"

Dari lantai atas aku bisa mendengar suara berisik dari sepatu mereka yang sedang berlari-larian. Nah, mungkin aku bisa minta tolong mereka.

Begitu kedua pria itu melintas melewatiku, aku hendak meminta tolong pada mereka namun mereka dengan sengaja mendorongku. Dan...ya, kalian tau, buku-buku itu terbang kesana-kemari. Oh no....

"Hey kalian! Kembali kesini, kalian harus bertanggung jawab!" seruku pada kedua pria itu.

Tanpa mempedulikanku, mereka tetap pergi dan lari dari tanggung jawab. Sial! Rabu yang menyebalkan!

"Hey, Gio, Raka! Tunggu aku!"

Dari lantai atas juga ada yang sedang berlari ke bawah, sepertinya itu teman daru kedua pria tadi.

"Ah! Kayla? Apa yang terjadi padamu?"

Aku mendongakkan kepalaku, ternyata Sam. Si kasanova di SMA ini, dia ketua Osis sekaligus ketua tim basket. Tampan memang.

"Sepertinya kedua temanmu tadi sengaja mendorongku," ucapku sambil mendengus kesal.

"Ah! Mereka, ya? Maafkan atas ulah mereka, ya?"

Dengan cekatan Sam menata kembali buku-buku tebal itu dengan rapi. Pria yang bertanggung jawab, padahal temannya yang salah.

"Maaf, ya." ucapnya lagi.

"Sudahlah, tidak perlu dipikirkan lagi." ucapku hendak meraih enam buku itu di tangannya.

"Biar aku yang membawanya." ucap Sam.

"Tidak perlu, biar aku-"

"Ayolah, aku tidak mungkin tega melihatmu membawa enam buku setebal ini sendirian. Anggap ini sebagai permintaan maaf temanku padamu." lanjutnya. Pria yang baik.

"Tapi ini bukan salahmu, ini salah teman-temanmu." kataku.

"Bukan hanya sebagai permintaan maaf saja, aku juga ingin mengenalmu lebih dekat."

BLUSH! Lagi, pipiku merona.

"Ehm, maksudku bukan seperti itu, ya, menjadi teman mungkin?" tidak, aku membuatnya terlihat gugup.

"B-Baiklah."

Aku melangkah menuruni tangga dan disampingku ada Sam sambil memeluk buku-buku itu seperti tanpa beban.

Suasana kembali canggung.

"Ehm, Sam, aku dengar tim basketmu masuk ke babak final. Apa benar?" tanyaku bermaksud mencairkan suasana.

"Ah, ya benar! Aku sangat bersemangat! Tepatnya hari Kamis, kau mau menonton?"

Apa? Menonton? Menonton Sam bermain basket? Tidak, aku pasti sedang bermimpi.

"Aku mohon," lanjutnya.

"Ahm, iya. Akan ku pikirkan lagi." ucapku sambil menggaruk tengkuk.

"Aku harap kau mau datang ke pertandingan itu. Aku sangat berharap." ucapnya sambil tersenyum. Ini dia senyum andalannya yang mampu membuat gadis manapun akan meleleh dibuatnya. Bahkan aku hampir goyah melihat senyumannya.

FallTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang